Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
ANALEKTA

Gunungan Hasil Bumi dan 17 Tahun Perjuangan Warga Pesisir Kulon Progo

Mei 19, 2023

Gunungan hasil bumi warga pesisir Kulon Progo
©Damar/Bal

“Ada padi, sayur, cabai, dan sebagainya. Itu simbol jerih kita,” ucap Didi, salah seorang warga pesisir Kulon Progo saat ditanya mengenai makna dari gunungan hasil bumi di acara peringatan hari lahir Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP) pada Minggu (07-05). Menurutnya, padi dipilih sebagai pucuk dari gunungan sebagai simbol dari kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tak hanya itu, gunungan tersebut juga dihiasi dengan susunan hasil pertanian lain, seperti cabai, melon, semangka, terong, mentimun, dan lain-lain. Ia mengungkapkan, komoditas pertanian tersebut telah didistribusikan ke Jakarta, dan luar Jawa seperti Bangka Belitung.

Pembagian gunungan hasil bumi kepada warga
©Damar/Bal

Sukacita warga menerima gunungan hasil bumi
©Natasya/Bal

Antusiasme masyarakat Gupit, Kulon Progo, terlihat ketika berbondong-bondong mengerumuni gunungan hasil bumi. Berbekal kantong seadanya, warga bersuka-ria mengisinya dengan hasil bumi yang tersusun di gunungan. Salah satu warga, Supriatun, menuturkan sayur-mayur yang ia dapat akan digunakan untuk kebutuhan dapur.

Supriatun yang juga merupakan seorang petani berharap agar penghidupannya sebagai petani semakin terjamin dan sejahtera. Namun, ia dan warga pesisir Kulon Progo lain terus dikhawatirkan oleh kehadiran korporat yang berencana menambang di tanah mereka. “Pokoknya (harus tetap) bisa menanam terus dan lebih maju untuk memenuhi kehidupan,” optimis Supriatun.

Anak-anak yang tengah asyik bermain dengan gunungan hasil bumi
©Damar/Bal

Tak hanya orang tua, anak-anak pun turut andil dalam pembagian hasil bumi tersebut. Mereka tengah asyik bermain dengan gunungan hasil bumi. Supriyadi selaku ketua PPLP-KP, menyebut bahwa anak-anak ini adalah pewaris dari lahan di pesisir Kulon Progo. Ia menyatakan bahwa perjuangan yang telah berlangsung tujuh belas tahun ini harus terus berlanjut ke generasi selanjutnya sampai hak-hak mereka atas lingkungan hidup terjamin. Terlebih, sampai saat ini PT Jogja Magasa Iron selaku perusahaan penambang di pesisir Kulon Progo masih mengantongi izin beroperasi hingga tahun 2048. Kendati demikian, menurut Supriyadi, warga terus berupaya mempertahankan lahan mereka dengan berbagai cara.

Pembacaan rilis sikap warga pesisir Kulon Progo oleh Didi selaku perwakilan PPLP-KP
©Natasya/Bal

Untuk mempertegas posisi mereka, Didi selaku perwakilan PPLP-KP membacakan rilis sikap dengan lantang setelah gunungan hasil bumi selesai dibagikan, “Setiap saat tanaman pesisir membisikan kepada kami untuk terus tumbuh dan melawan.” Warga pesisir Kulon Progo menegaskan bahwa mereka hidup sebagai petani dan masa depan petani ditentukan oleh petani sendiri.

Dalam keriuhan kala pembagian gunungan, warga menyatakan bahwa mereka hanyalah petani yang ingin hidup tenang. Mereka hanya ingin hidup tentram dan damai bersama dengan tanah dan makhluk di ruang hidup mereka. Mengutip rilis sikap, mereka menyampaikan, “Waktu senggang kami gunakan untuk berpikir dan belajar. Kami telah berpikir tentang apa yang harus kami tanam, apa yang harus kami rawat, dan apa yang telah memberi manfaat bagi kehidupan, haruslah kami jaga dan lestarikan.”

Reporter: Fauzi Ramadhan, Muhammad Fachriza Anugerah, Muhammad Fariz Ardan, Natasya Mutia Dewi, dan Zidane Damar Alfiansyah
Penulis:
Muhammad Fachriza Anugerah
Penyunting: Cahya Saputra
Fotografer: Natasya Mutia Dewi dan Zidane Damar Alfiansyah

10
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Ekspresi Ruang dan Waktu di ARTJOG 2024

Penutupan TPST Piyungan Mengakibatkan Jalanan Penuh Sampah

Nyaman Kita adalah Luka Mereka

Bangunan Sebagian Kawasan Kerohanian

Hasil Bumi Wadas dan Memorabilia Represi Ganas

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM