Senyum sumringah penuh sukacita tergambar jelas di raut wajah tiap-tiap insan Wadas kala itu. Aroma buah-buahan, sayur mayur, dan segala hasil bumi yang mereka tanam dengan penuh cinta mampu menggugah selera bagi siapa pun yang hadir di tempat itu. Akan tetapi, di balik segala kemeriahan indera tersebut, tersimpan sekujur jiwa raga yang pernah dan akan terus mati-matian membela tanah mereka sendiri. Mereka sadar, perjuangan masih panjang, perlawanan masih harus dilakukan.
Tugu perlawanan berbentuk tangan mengepal menjadi bukti bahwa warga Wadas belum menyerah. Upaya mempertahankan tanah masih mereka lakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui aksi solidaritas bertajuk “Peringatan Represi Negara Kepada Warga #WadasMelawan” pada Rabu (08-02). Dalam acara tersebut, selain kegiatan mujahadah dan peresmian tugu perlawanan, warga Wadas juga mengadakan sebuah pasar rakyat kecil-kecilan di sekitar tugu yang diprakarsai oleh Wadon Wadas.
Digelar secara hangat dan sederhana, pasar rakyat ini menghadirkan beragam hasil bumi dari tanah Wadas. Susi, perwakilan Wadon Wadas, menyebutkan beberapa di antaranya, “(Kalau) buah-buahan ada rambutan, sirsak, durian, pepaya, nanas, dan masih banyak lagi. Singkong, kencur, dan temulawak juga ada di sini.” Tak hanya itu, di antara hasil bumi yang asyik dijualbelikan oleh para warga, juga terdapat beragam produk olahan dari warga Wadas seperti jenang, wajik, dan kemasan besek.
Namun, sudah beberapa tahun lamanya segala kekayaan tanah Wadas ini perlahan-lahan musnah akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh pemerintah. Susi menyayangkan sikap pemerintah yang tetap memaksa bahkan merepresi warga Wadas yang menolak pertambangan seperti dirinya. “Dari banyaknya hasil bumi ini, (pemerintah) justru mau merampas dengan seenaknya tanpa memikirkan rakyatnya. Bagaimana kalau hasil bumi (kami) diambil, lalu mata pencaharian (kami) jadi tidak ada?” resah Susi saat diwawancara di tengah-tengah kesibukannya melayani para pembeli.
Penulis: Fauzi Ramadhan
Penyunting: Viola Nada Hafilda
Fotografer: Fauzi Ramadhan dan Ilham Maulana