Upacara keagamaan tidak lagi eksklusif milik satu umat saja. Itulah yang tergambar dari Upacara Tawur Agung Kesanga tahun 1938 Saka di pelataran Candi Prambanan, Selasa (8/3) pagi. Meskipun sejatinya merupakan upacara umat Hindu, Tawur Agung turut diramaikan oleh pengunjung non-Hindu. Upacara ini hanya diadakan setahun sekali untuk menyambut tahun baru Saka. Selama prosesinya, Tawur Agung juga mempertontonkan berbagai macam kesenian seperti Ogoh-Ogoh dan Tari Kecak.
 Dengan hadirnya banyak pengunjung dari berbagai agama, toleransi beragama dapat dirasakan selama prosesi Tawur Agung. Sejak awal, pengunjung terlihat dapat membaur dengan umat Hindu.  Hal tersebut merupakan sasaran panitia yang mengangkat tema “Keberagaman Perekat Persatuan” dalam upacara tersebut.
 Menurut I Nyoman Gede, salah seorang jemaat yang ikut beribadah, baru tiga tahun terakhir ini upacara Tawur Agung didatangi banyak wisatawan. Nyoman mengatakan bahwa ia tidak merasa terganggu, justru ia merasa senang dengan hadirnya wisatawan-wisatawan tersebut. “Ini artinya mereka tidak terlalu fanatik dengan agamanya sendiri. Kita (baca: Indonesia) kan negara dengan beraneka agama, ini tandanya mereka dapat bertoleransi,” tuturnya. Nyoman, yang datang bersama istrinya, merasa para pengunjung juga sudah cukup menunjukkan sikap toleransi kepada umat Hindu yang sedang beribadah.
Meskipun demikian, Suhadi, pengunjung Tawur Agung yang juga seorang dosen di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, melihat fenomena banyaknya wisatawan ini dari perspektif lain. Menurutnya, dalam upacara tersebut terdapat perebutan antara komersialisasi pariwisata dengan kesucian dari agama itu sendiri. “Bagi pemerintah, itu adalah objek wisata. Namun bagi umat Hindu, itu adalah sesuatu yang suci,” simpulnya.
 Akan tetapi, Suhadi juga merasa kehadiran wisatawan dapat menjadi sesuatu yang cukup baik. “Selama wisatawan dapat mengapresiasi umat yang sedang beribadah, saya kira itu oke,” tambahnya.
Sementara itu, Sahnaz, salah seorang pengunjung non-Hindu yang menghadiri Tawur Agung, mengaku mendapat banyak pelajaran dari upacara ini. Ia berpendapat bahwa penting bagi masyarakat untuk memahami berbagai agama. Sahnaz yang baru pertama kali menghadiri upacara tersebut mengatakan, pengalaman ini membuatnya dapat memahami agama dari sudut pandang lain. “Dengan hadir di sini, saya dapat belajar kepada umat Hindu,” ucapnya memberi kesimpulan.[Sultan Abdurrahman]