Intimidasi terhadap kebebasan berpendapat kembali dilakukan. Kali ini giliran aktivis pers mahasiswa (persma) Pendapa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta. Kejadian disinyalir berasal dari ketidakpuasan panitia ospek terhadap buletin ospek yang diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pendapa pada hari Rabu (21/9). Buletin tersebut memuat karikatur yang menyindir acara ospek yang menjual kartu perdana layaknya counter pulsa. “Berdasarkan data wawancara, panitia memang mewajibkan mahasiswa baru untuk membeli kartu perdana bermerek 3,”papar Syarifatur Rahma, Pemimpin Umum LPM Pendapa.
Setelah sepanjang sore anggotanya diintimidasi melalui telepon dengan nada ancaman, LPM Pendapa meminta perlindungan kepada Drs. Hadi Pangestu Rihardjo, S.T.,Wakil Rektor III UST. Selain itu, LPM Pendapa juga menghubungi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) untuk bantuan mediasi dan advokasi. Beberapa jam kemudian, Hadi pun mengabulkan permintaan tersebut dengan ajakan pertemuan pada malam harinya pukul 17.30 di ruang 206, Fakultas Teknik UST.
LPM Pendapa yang diwakili sembilan orang memasuki ruangan pada waktu yang sudah ditentukan. Sementara di luar ruangan ada tiga anggota Pendapa dan tiga anggota PPMI dari Universitas Sanata Dharma, Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dan Universitas Islam Indonesia (UII). Aktivis persma tersebut hadir untuk menjalankan fungsi advokasi dari PPMI. Pada waktu itu Wakil Rektor III masih belum datang di ruangan. Tak lama setelahnya sekelompok panitia ospek datang dan langsung bersitegang dengan aktivis persma yang ada di luar.
Setelah terlibat adu argumen tiba-tiba aktivis persma yang ada di luar diserang. “Ada sekitar lima puluhan orang yang melakukan pengeroyokan tersebut,” ungkap Richianyan, Sekjen PPMI Dewan Kota Yogyakarta yang juga berada di lokasi kejadian. Tak pelak empat aktivis persma pun menjadi korban. Yang pertama adalah Randi Triyudanto, mahasiswa UII dari LPM Profesi. Selain itu adalah Eko Budiono, Ahmad Mustaqim dan Seno D.S dari LPM Pendapa UST. Sementara Rohmadi, aktivis persma Poros dari UAD berhasil menyelamatkan Ayu, aktivis persma Himmah dari UII untuk lari dari lokasi kejadian.
Drama pengeroyokan tak berhenti di situ. Setelah Hadi datang, para korban sempat diselamatkan di sebuah ruangan. Namun, ketika hendak pulang, Randi justru dihadang di lobi dan kembali dipukuli. Kali ini keadaannya lebih parah. Hidungnya mimisan, kepala bagian belakang dan pelipisnya terluka. Merasa ketakutan, Randi pun berlari masuk kembali ke ruangan untuk mencari perlindungan Hadi. Namun, pengeroyokan ini tetap berlanjut ke dalam ruangan meskipun Hadi berusaha melindungi Randi yang bersembunyi di balik tubuhnya. “Kejadian itu baru berhenti setelah beberapa satuan keamanan memasuki ruangan,” papar Randi. Ketika kondisi mulai aman, Randi diminta untuk membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa telah terjadi kesalahpahaman dan tidak akan meneruskan permasalahan ini lebih lanjut. Setelah itu Randi diizinkan pulang.
Setelah kejadian tersebut, Drs. H. Pardimin, M.Pd., Rektor UST menggelar mediasi antara panitia ospek dan LPM Pendapa pada hari Jumat (23/9). Sayangnya, mediasi tersebut tidak mengarah kepada pengusutan kasus pengeroyokan dan perlindungan korban, tetapi malah membahas redaksional catatan kronologi yang disusun LPM Pendapa. Mediasi tersebut diakhiri dengan harapan untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan. ”Kami menganggap hasil mediasi ini masih menggantung,” tutur Rahma. [Gading G Putra]