“Sebagian besar masyarakat lebih memilih mengkonsumsi makanan murah tanpa memperhatikan aspek keamanan makanan.Padahal makanan yang tidak higienis dapat menjadi sarana penularan penyakit yang akan menurunkan derajat kesehatan masyarakat. (Nasar,2002)”
Saat ini, kepraktisan merupakan suatu hal yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Alasannya, tidak semua mempunyai waktu luang dikarenakan kesibukan masing – masing. Kepraktisan tersebut termasuk dalam urusan menyiapkan makanan. Sejalan dengan hal ini, terdapat pertumbuhan yang pesat dari restoran, warung makan, tenda-tenda pinggir jalan. Di sisi lain, adanya ledakan penduduk yang berdampak pada banyak sisi kehidupan, termasuk perkembangan mikroorganisme.
Mikroorganisme sendiri dapat berdampak positif ataupun negatif. Mikroorganisme yang berdampak positif dapat ditemukan di bidang pertanian dan kesehatan. Seperti membantu proses pembuatan antibiotik dan penyediaan hara bagi tanaman. Sedangkan, dampak negatif dari mikroorganisme antara lain, sebagai penyebab penyakit, menimbulkan pencemaran dan menyebabkan kerusakan makanan. Jika kehigienisan makanan dan peralatan makanan tidak dijaga, dampak negatif tersebut dapat menjadi hal yang rawan.
Melihat dari banyaknya temuan kasus hepatitis A di DIY Yogyakarta, mencerminkan perlunya masyarakat untuk mencermati kehigienisan makanan yang dikonsumsi. Dari laporan tahunan Dinas Kesehatan DIY 2007 menunjukkan baru sebagian tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan. Angkanya hanya sekitar 67,3 persen yang dinyatakan sehat.
Fakta ini cukup ironis mengingat kota DIY merupakan kota pelajar yang memiliki jumlah mahasiswa rantau cukup banyak. Mahasiswa yang tidak mendapatkan pengawasan langsung dari orang tuanya cenderung membeli makanan di luar. Belum lagi keacuhan untuk melihat kehigienisan tempat makan terlebih dahulu karena faktor keterbatasan uang jajan ataupun faktor lain.
Masalah kurang higienisnya warung makan inilah yang menjadi sorotan penulis “Chairini Tri Cahyaningsih”. Lulusan Pasca sarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat tahun 2009 ini menitikberatkan dalam hal higiene sanitasi dan perilaku penjamah makanan. Topik difokuskan pada fasilitas pencucian dan perilaku higienis penjamah makanan terhadap kualitas bakteriologis pada peralatan makan. Penjamah makanan sendiri merupakan istilah bagi orang yang bekerja pada usaha makanan tanpa melihat apakah ia bekerja menyiapkan atau menghidangkan makanan. Penelitian dilakukan di wilayah Desa Caturtunggal Kec. Depok Kab. Sleman. Sampel yang diuji dan diamati berjumlah 40 warung makan beserta penjamah makanan.
Menurut peneliti,peralatan makanan memiliki peranan yang sangat penting dalam higiene sanitasi makanan. Ia juga menjelaskan tentang hubungan antara perilaku penjamah makan dan higiene sanitasi dengan kualitas bakteriologis peralatan. Kriteria persyaratan kehigienisan makanan terletak pada peralatan makan yang diuji. Peralatan makan yang berhubungan dengan makanan tidak boleh mengandung angka kuman lebih besar dari 100 cfu/cm2 permukaan dan angka E.coli adalah 0 cfu/cm2.
Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan secara observasional dengan kata lain peneliti melakukan pangamatan secara langsung di lapangan. Metode pengamatannya menggunakan desain cross sectional yaitu hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak ada keberlanjutan. Data-data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara, observasi, dan uji laboratorium. Analisis datanya menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Multiple Regression.
Dalam penelitian ini,penentuan variabel yang di teliti memiliki peranan yang sangat penting. Variabel yang dicari yaitu variabel bebas dan terikat. Pengertian variabel terikat sendiri yaitu faktor-faktor yang diobservasi dan diukur oleh peneliti untuk menentukan adanya pengaruh terhadap variabel bebas. Sedangkan variabel bebas yaitu faktor-faktor yang diukur oleh peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati.
Variabel bebas dalam penelitian ini antara lain tingkat pendidikan,perilaku penjamah makanan,perilaku pencucian dan fasilitas pencucian. Dalam hal ini, kualitas bakteriologis berupa angka kuman dan angka E,coli menjadi variabel terikat.Temuan di lapangan menunjukan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kebiasaan pencucian peralatan yang higienis.Maksudnya, tingkat pendidikan para penjamah makan tidak berpengaruh terhadap kebiasaan mereka dalam menjaga kehigienisan peralatan makan. Pengakuan responden dari hasil wawancara peneliti menyebutkan bahwa mereka belum pernah mengikuti kursus tentang higiene sanitasi makan dan belum pernah mendapat pembinaan dan pengawasan instansi terkait.Oleh karena itu, penjamah makanan tidak mengetahui peraturan dan persyaratan yang mengatur tentang higiene sanitasi makanan di warung makan.
Perilaku penjamah makanan juga dapat mempengaruhi kualitas kehigienisan peralatan makan. Faktor-faktornya antara lain ; memakai cincin, memanjangkan kuku, mencuci tangan sebelum bekerja dan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah dari WC. Dari faktor-faktor tersebut, mencuci tangan dan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah dari WC merupakan faktor yang paling bepengaruh terhadap kehigienisan peralatan makan. Sebab tangan yang kotor sangat berpengaruh terhadap kontaminasi makanan oleh bakteri pada perlatan makan. Solusi atau pencegahan paling efektif terhadap kontaminasi makanan yaitu dengan menjaga kebersihan tangan sebelum melakukan kegiatan.
Dalam bab perilaku pencucian, peneliti menjelaskan bahwa perilaku perendaman sangat berpengaruh terhadap kehigienisan peralatan makan. Semakin jarang perendaman maka akan semakin tinggi angka kuman total dan E.coli. Kenyataannya di lapangan sangat mengejutkan, banyak warung makan yang jumlah piring terbatas. Keterbatasan jumlah pring tersebut menjadi alasan mengapa perilaku perendaman sangat jarang dilakukan. Padahal dengan perilaku perendaman, sisa makanan yang menempel atau mengeras (karena kemungkinan sudah lama) dapat mnyerap air sehingga menjadi mudah untuk membersihkan atau terlepas dari permukaan alat. Perendaman yang efektif adalah yang memakai air panas (60 oC) dan waktu yang diperlukan adalah 30 menit sampai 1 jam
Kesalahan perilaku pencucian penjamah makan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kehigienisan peralatan makan. Perilaku pencucian mereka yang terkesan biasa, yaitu pemisahan sisa makanan,pencucian memakai sikat dan atau detergen,melakukan penirisan dengan cara dimiringkan,dan tidak melakukan pembilasan dengan air panas. Perilaku pencucian ini tidak memenuhi syarat, karena tidak memakai desinfektan, air panas untuk pembilasan yang terakhir tidak dilakukan,dan kondisi bak yang berlumut dan jarang dibersihkan. Faktor-faktor diatas menyebabkan kurangnya kehigienisan pada peralatan makan setelah pencucian akibat kontaminasi saat pencucian.
Dalam kehigienisan sanitasi peralatan makan ini yang banyak berperan adalah air. Air yang digunakan pada warung makan di wilayah Desa catur tunggal Kec. Depok Kab. Sleman berasal dari air PDAM.Berdasarkan penelitian oleh peneliti, air PDAM ini kurang memenuhi syarat. Sumber PDAM secara kuantitas dan kualitas fisik itu memenuhi syarta.Namun dalam hal pencucian peralatan dikatagorikan belum memenuhi syarat.Karena tidak mengandung sisa klor yang cukup dalam pencucian peralatan makan. Kepmenkes nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 mengatakan air yang digunakan untuk mencuci peralatan makan harus mengandung sisa klor 50 ppm.
Peneliti memberikan solusi untuk penanganan masalah kehigienisan sanitasi makan di wilayah Desa Caturtunggal Kec. Depok Kab. Sleman. Solusi berupa tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh instansi terkait,dan pengelola warung makan. Upaya yang dilakukan dapat berupa pembinaan dan pengawasan oleh Dinas Kesehatan Sleman dan juga melakukan kursus higienis sanitasi makan bagi penjamah makan maupun pengelola warung. Selain itu perlu diadakan sosialisasi tentang persyaratan higiene sanitasi rumah makan atau warung makan dengan baik. Bagi pengelola warung makan sebaiknya memasang poster atau tulisan tentang higiene sanitasi makan. Sehingga diharapkan dapat menimbulkan kesadaran dan perilaku baik dalam menjaga kualitas kehigienisan makanan.
Penelitian semacam ini cukup menarik. Topik yang dibahas, cukup dekat dan erat dengan kehidupan masyarakat. Namun, belum banyak yang menyadari fenomena tersebut. Dengan hasil surveinya, peneliti memberikan sebuah informasi yang penting. Informasi tersebut dapat dijadikan pedoman pemerintah untuk lebih memperhatikan kebersihan dari rumah makan, warung dan tenda – tenda yang semakin menjamur. Selain itu, dapat juga dijadikan himbauan bagi masyarakat untuk lebih berhati – hati dalam mengonsumsi makanan di luar. Namun, peneliti sendiri dalam tesisnya masih terdapat kekurangan. Peneliti tidak melakukan uji pengukuran terhadap air PDAM di warung makan. Peneliti juga tidak memperhatikan bahan dasar piring peralatan makan. Padahal, bahan dasar piring makan turut berperan terhadap kualitas pencucian. Kekurangan ini diharapkan menjadi koreksi bagi peneliti yang lain untuk menjadi sumber acuan.[Very Kurnia Aji, Ni Wayan Diah Puspita]