Judul : Indonesia, Habis Gelap Terbitlah Terang: Kisah Inspiratif Dahlan Iskan
Penulis : Ishadi S.K. dkk
Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta
Edisi : Cetakan pertama, september 2011
Tebal : v + 203 halaman
PLN mencapai prestasi yang mengagumkan saat Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur. Mantan jurnalis tersebut justru menorehkan prestasi saat PLN dilanda krisis.
Ishadi S.K. bersama tim penyusun buku ini mencoba mengangkat figur Dahlan Iskan. Ia dianggap sebagai sosok progresif dibalik sukses Perusahaan Listrik Negara (PLN) menerangi Indonesia. Sebelum menjabat Direktur Utama (Dirut) PLN, ia menjabat sebagai pengelola sekaligus Dirut Jawa Pos. Gaya kepemimpinan wartawan sangat kental dalam setiap kebijakan yang diambilnya.
Dahlan Iskan adalah mantan wartawan sekaligus investor dan entrepreneur media. Ia berasal dari Magetan, Jawa Timur. Ayahnya seorang buruh tani dan sesekali menjadi tukang kayu. Ia juga pernah mengenyam pendidikan pesantren Sabilil Muttaqien. Kondisi tersebut menjadikan Dahlan Iskan seorang yang rendah hati. Pada akhirnya, berkat ketekunan dan kerja kerasnya Dahlan Iskan mampu mendapatkan kesuksesan di bidang jurnalisme. Setelah 15 tahun ia mampu mengubah Jawa Pos Group dari media masa daerah menjadi media masa nasional.
Pada desember 2009, dunia kelistrikan Indonesia dikejutkan oleh pengangkatan Dahlan Iskan sebagai Dirut PLN. Langkah fenomenal tersebut langsung menuai protes dari berbagai kalangan, termasuk dari serikat kerja PLN. Mereka beralasan, hanya orang intern PLN yang mampu memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar nomer dua di Indonesia itu. Hal tersebut disebabkan anggapan bahwa Dahlan Iskan tidak memiliki pengalaman sebagai direktur di sebuah perusahaan BUMN. Namun, dibalik kontroversi terpilihnya Dahlan Iskan, PLN butuh figur yang revolusioner.
Selama puluhan tahun PLN gagal mengelola sumber tenaga energi listrik di Indonesia. PLN belum mampu memanfaatkan dengan baik sumber energi alam yang melimpah di Indonesia. Akibatnya, PLN tidak bisa memberikan pasokan listrik yang memadai. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi, mengingat PLN merupakan satu-satunya pengelola listrik negara. Tidak memadainya layanan PLN, menyebabkan unit-unit usaha masyarakat mengalami gangguan, akibat seringnya pemadaman listrik.
Anak perusahaan PLN di sektor produksi, transmisi, dan distribusi, tidak terhubung dengan baik. Masing-masing sektor tersebut bagaikan “benteng” yang berdiri sendiri-sendiri, tanpa ada sinergi diantara ketiganya. Masing-masing sektor tersebut sibuk dengan kepentingannya sendiri. Akibat buruknya kerjasama anak perusahaan tersebut, banyak proyek PLN yang berjalan lamban.
Dahlan Iskan menjabat sebagai Dirut PLN ketika PLN diterpa berbagai masalah tersebut. Akibat dari masalah tersebut adalah, salah satunya, kasus pemadaman bergilir Januari dan Februari 2008 di Jawa dan Bali. Kasus tersebut bermula dari kelalaian manajemen suplai batu bara. Lebih dari itu, kelalaian dalam kasus tersebut disebabkan lambatnya pengambilan keputusan dalam tubuh direksi. Terkait kelalaian tersebut, PLN menghadapi puluhan ribu antrian sambungan listrik di berbagai daerah.
Rekan-rekan kerja Dahlan Iskan menganggapnya sebagai orang yang nyeleneh. Ia dianggap aneh karena tidak pernah mengambil gaji dari pekerjaannya Sebagai Dirut PLN. Ada kekhasan lain, yaitu ia selalu menganggap target program kerja PLN menjadi nazar baginya. Selain itu, ia tidak pernah rapat lebih dari satu jam, karena lebih berorentasi pada praktek lapangan. Banyak orang yang menganggap penampilan maupun gagasannya berbeda dari kebiasaan dirut-dirut PLN sebelumnya. Akan tetapi, pencapaian yang diraih PLN dibawah kepemimpinannya merupakan prestasi yang luar biasa.
Sebagai pejabat publik, Dahlan Iskan memiliki kebiasaan yang berbeda dengan pejabat lainya. Gaya hidupnya yang sederhana, disiplin, dan berkarakter, menjadikan ia teladan bagi pejabat lainya. Ia lebih memilih tidak menggunakan mobil dinas ketika melakukan tugasnya sebagai Dirut PLN. Selain itu, ia jarang memanfaatkan fasillitas dinas dikesehariannya, seperti rumah, mobil, telekomunikasi dan tunjangan-tunjangan lainya.
Dibawah komando Dahlan Iskan manajemen dikelola dengan birokrasi yang lebih efisien. Pengelolaan yang demikian memudahkan direksi PLN untuk mengambil keputusan secara cepat. Dahlan mampu membuat jajaran direksi dan staf PLN secara bertahap mampu melakukan inovasi saat kerja lapangan. Lebih dari itu, setiap selesai progam kerja selalu dijadikan koreksi dan evaluasi untuk progam selanjutnya.
Langkah strategis yang diambil Dahlan Selanjutnya adalah memperbaiki kerusakan alat pembangkit listrik akibat kesalahan pengelolaan. Ia juga menertibkan sistem keuangan, dengan menyertakan peran KPK, BPK, dan BPKP secara aktif dalam setiap proses transaksi. Selain itu, ia mengelola dan mencari sumber energi baru sumber daya alam yang ada. Hampir semua progam yang digagas Dahlan Iskan terealisasi karena disiplin kerja tinggi bagi semua jajaran PLN.
Gebrakan Dahlan Iskan dalam gagasan “Gerakan Sehari Sejuta Sambungan” (GSSS) mampu mengubah kepercayaan publik terhadap kinerja PLN. GSSS adalah gerakan menyambung listrik dipelosok daerah yang sebelumnya belum mendapat pasokan listrik. Dibawah intruksi Dahlan Iskan, gerakan ini mampu direalisasikan dengan baik dan berbuah kepuasan masyarakat. Padahal, sebelumnya PLN dibenci orang lantaran listrik bisa mati berkali-kali dalam sebulan, hingga dijuluki “Perusahaan Lilin Negara”. Berkat usaha Dahlan, sekarang PLN Indonesia lebih unggul dari Malaysia. Di Malaysia, rata-rata pemadaman mencapai 15 kali tiap tahun, sedangkan Indonesia hanya sembilan kali. Hal ini merupakan prestasi baru bagi PLN.
Penjelasan diatas merupakan sekelumit deskripsi penulis tentang Dahlan Iskan. Dalam buku ini para penulis mencoba menjelaskan secara gamblang karir Dahlan Iskan sebagai Dirut PLN. Akan tetapi, beragam latar belakang penulis tidak diimbangi dengan keragaman diskripsi sosok Dahlan Iskan. Semua penulis berargumen setuju berkaitan kebijakan yang diambil Dahlan Iskan. Hal tersebut dapat menghilangkan analisis kritis terhadap kinerja PLN di bawah kepemimpinan Dahlan Iskan. Karena kehilangan sisi kritis, pembaca mudah terbawa deskripsi positif tentang Dahlan yang disampaikan penulis. Selain itu, identitas Dahlan Iskan sebagai mantan jurnalis menjadikan penulis terlalu menonjolkan keunggulan profesi tersebut.
Buku ini memiliki substansi isi yang hampir sama di setiap sesi tulisan. Kondisi tersebut membuat pembaca menjadi bosan karena mengungkap hal yang sama. Akan tetapi, gaya bahasa setiap kalimatnya membuat pembaca lebih mudah mencerna isi buku ini. Sebagai buku yang membawa pesan inspiratif, buku ini layak untuk dibaca. Pemilihan Dahlan Iskan sebagai sosok inspiratif dalam buku ini, dapat memberi nilai positif bagi pembaca. [Fikri]