Balairungpress
  • REDAKSI
    • APRESIASI
    • BERITA JOGJA
    • KILAS
    • LAPORAN UTAMA
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • EnglishEnglish
  • Bahasa IndonesiaBahasa Indonesia
Pos Teratas
Disorientasi Sistem Pendidikan Langgengkan Klitih dan Kekerasan Kultural
Tak Semanis (Harga) Kakao
Aspirasi Mahasiswa dalam Agenda Revisi Kebijakan SOP Penanganan...
Pasal-Pasal Permenkominfo Bermasalah, Hak Digital Terancam
Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Ancam Demokrasi
Minim Partisipasi Publik, RKUHP Ancam Kebebasan Sipil
Serukan Inklusivitas, ARTJOG MMXXII Gandeng Kawan Difabel
Edward Aspinall: Perjuangan Demokratik Butuh Massa Terorganisisasi
Siasat Gerakan Kampus atas Neoliberalisasi Pendidikan
OTT Haryadi Suyuti Sisakan Pekerjaan Rumah Penanganan Korupsi

Balairungpress

  • REDAKSI
    • APRESIASI
    • BERITA JOGJA
    • KILAS
    • LAPORAN UTAMA
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • EnglishEnglish
  • Bahasa IndonesiaBahasa Indonesia
OPINI

Menakar Sistem Parkir Suatu Perguruan Tinggi

Juli 30, 2010

Belakangan hangat dibicarakan perihal sistem parkir di salah satu perguruan tinggi tertua di negeri ini (UGM). Bahkan beberapa komunitas terang-terangan menyatakan kontra dengan beragam alasan. Namun, agaknya sistem perparkiran tersebut memang belum sematang usia perguruannya. Helm hilang sudah menjadi penyakit menjamur. Bahkan, kadang motor juga hilang. Wajar kemudian jika muncul kebijakan-kebijakan terkini dengan alasan pembenahan sistem. Satu hal yang perlu dicermati adalah keefektifan dan ketepatan dari setiap kebijakan tersebut.

Sekitar tahun 2007 muncul ide pembuatan sistem parkir cluster. Setiap kendaraan yang memasuki area cluster akan mendapatkan kartu parkir bersama. Jumlah kartu untuk setiap kendaraan ada dua. Kartu pertama untuk digantungkan di kendaraan dan satunya lagi dibawa kemana pun alias ditaruh di saku. Bagi saya pribadi, ide tersebut sangat tidak tepat sasaran. Tidak ada yang dapat disasar dari model perparkiran seperti itu. Menekan angka curanmor? Sepertinya tidak ada celah untuk mengamankan dari model seperti itu. Namun, ada catatan penting bahwa kebijakan kala itu sebenarnya melahirkan proyek dadakan yang lumayan basah bagi pengelolanya. Saya berani mengatakan lumayan sebab biasanya tidak ada pengadaan kartu mika seperti itu dan pada
waktu itu ada.

Waktu itu saya selalu berkomentar bahwa model perparkiran seperti itu cacat. Oknum yang ingin mencuri motor, misalnya, tidak perlu mengindahkan keberadaan kartu itu. Ia cukup memasukkan motornya dan mendapat kartu. Lalu kartu itu digunakan untuk membawa keluar motor korban. Motor oknum dengan mudah dapat dikeluarkan dengan bantuan STNK. Tak berlangsung lama, proyek itu pun mati suri. Kartu banyak dikoleksi pengguna parkir dan mungkin setelah dipikir ulang usaha tersebut tidak memberikan suatu manfaat. Bagi pengguna, malah rawan menimbulkan kerugian. Sebab jika kartu hilang ganjarannya adalah denda. Wajar jika kemudian pengoleksian menjadi salah satu antisipasi terkena denda.

Ide berikutnya adalah ide lama yaitu setiap kali keluar area parkir harus menunjukkan STNK. Ide tersebut bagi saya adalah ide sederhana yang tepat. Suatu pengamanan tidak lantas harus menggunakan peralatan yang canggih dan kompleks. Saya teringat ada suatu cerita seperti berikut. Suatu produk kemasan yang dihasilkan suatu pabrik ternyata ada yang cacat. Letak cacatnya pada isinya. Satu kemasan dari ribuan kemasan yang didistribusikan ke konsumen ternyata tidak ditemui isi alias kosong. Akhirnya pihak manajemen mengundang pikiran-pikiran cerdas untuk menciptakan sistem yang mampu memastikan bahwa setiap kemasan yang keluar ke konsumen harus selalu berisi. Muncullah ide pembuatan sensor tembus pandang dan lainnya. Namun, ada satu ide yang ternyata jauh lebih murah dari pembuatan sensor tadi dan tentunya sederhana. Di setiap pintu keluar barisan kemasan (produk) dipasang kipas angin dengan daya tiup yang lebih besar dibanding resistensi kemasan kosong. Jika ternyata kemasan kosong maka kemasan tersebut akan otomatis terbang tertiup kipas tadi. Dan bagi saya, sistem parkir dengan STNK tersebut sangat baik. Paling tidak jauh lebih baik dari sisi security dibanding ide lain yang pernah ada. Mau tidak mau orang yang mau membawa keluar motor harus menunjukkan STNK. Andaikata tidak mampu menunjukkan STNK maka akan dicatat identitas pengendara di buku petugas.

Ide di tahun 2010 ini ternyata lebih hebat lagi. Namun, tidak ada jaminan keamanan lagi selain mengejar glamor dan pendapatan. Setiap kendaraan civitas academica atau pegawai perguruan wajib didaftarkan ke pengelola untuk mendapatkan kartu seperti SIM yang terkoneksi dengan database online. Pendapatan akan mengalir jika ada civitas academica atau warga perguruan yang membuat kartu di luar promo yang digelar pengelola. Pembuatan setiap kartu dikenakan biaya ratusan ribu rupiah. Biaya untuk mobil berlipat dibanding motor. Saya mengatakan bahwa sistem ini lebih condong pada sektor pendapatan sebab “tamu” perguruan akan dikenakan biaya parkir Rp 1.000 untuk motor sekali masuk-keluar. Padahal tidak selalu orang masuk ke area perguruan untuk parkir. Banyak juga orang tua yang mengantar putrinya atau kakak mengantar adiknya. Resiko dari sisi keamanan sama dengan ide di tahun 2007 tadi. Cara meretas sistem keamanan ini pun sama dengan sistem tahun 2007.

Bedanya pada pendapatan yang saya urai tadi. Kebijakan terkini tersebut mengundang banyak opini, kontra utamanya. Ada kejadian yang menarik beberapa hari lalu. 15 Juli 2010 malam motor teman saya yang diparkir di area Graha Sabha Pramana UGM dicuri orang. Kejadian yang luar biasa sebab terjadi di tengah hiruk pikuk opini di perguruan tinggi rakyat tersebut. Adakah usaha penggiringan opini untuk melunakkan resistensi “pemberontak”?

oleh Febrio Sapta Widyatmaka, S.Si—alumnus Fakultas Geografi UGM (2010) beralamat di febriosw.web.id

 

kikparkirpencurian
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Bahaya Narsisme Intelektual dan Kaitannya dengan Media Sosial

Mengevaluasi Penanggulangan COVID-19

Pandemi COVID-19 dan Percepatan Transformasi Digital: Sudah Siapkah...

Tempat Ibadah dalam Miniatur Angan-Angan

Bias di Balik Keelokkan Data dan Algoritma

Redefinisi Literasi dan Kontribusi Berpikir

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Disorientasi Sistem Pendidikan Langgengkan Klitih dan Kekerasan Kultural

    Agustus 9, 2022
  • Tak Semanis (Harga) Kakao

    Agustus 2, 2022
  • Aspirasi Mahasiswa dalam Agenda Revisi Kebijakan SOP Penanganan Kekerasan Seksual UGM

    Juli 28, 2022
  • Pasal-Pasal Permenkominfo Bermasalah, Hak Digital Terancam

    Juli 23, 2022
  • Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Ancam Demokrasi

    Juli 18, 2022

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Spesies Invasif

Polisi Virtual

Fasilitas Mahasiswa Penyandang Disabilitas di UGM Belum Maksimal

Mengenal Calon-Calon Rektor UGM Periode 2017-2022

Pembungkaman Pers Mahasiswa

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • MASTHEAD
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM