Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
APRESIASI

Sinta Obong, Menjaga Kemurnian Seni Tradisi

Mei 23, 2016
©Yuni Kartika.bal

©Yuni Kartika.bal

Aroma secang baru diseduh menguar di dekat pintu masuk hall gelanggang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Seperangkat gamelan Jawa diletakkan di bagian tengah belakang lapangan serbaguna. Puluhan orang duduk di lesehan tikar sambil menikmati kudapan.

Ketukan kayu pemukul yang beradu dengan bonang memecah perhatian. Saron, kempul, gong, serta perangkat gamelan lainnya ditabuh mengiringi nyanyian sinden dan gerong yang mengalun lembut. Fokus seluruh telinga diserap oleh musik pembuka. Cahaya dari dua lampu kuning di sisi lapangan hall gelanggang semakin temaram. Dalam cahaya remang, tembang Jawa Ilir-Ilir terdengar mengalir mengisi udara sampai ke langit-langit hall gelanggang mahasiswa. Pementasan Fragmen Tari Sinta Obong baru dimulai.

Pentas ambal warsa Swagayugama dengan tema “Mengarungi Waktu Menjaga Kemurnian”  kali ini sengaja mengangkat Fragmen Tari Sinta Obong. Naskah pementasan yang dimulai pukul 19.30 WIB pada Minggu (15/5) tersebut menggunakan pakem dari Keraton Yogyakarta. Seusai dua tarian pembuka Sari Sumekar dan Klana Raja, seorang penari laki-laki berpakaian dominan putih, bertopeng, dan berekor masuk dari sisi panggung.

Penari laki-laki itu berperan sebagai Anoman yang diutus Rama untuk memata-matai Sinta. Istri kecintaan Rama tersebut telah lama diculik oleh Rahwana. Di Kerajaan Alengka, Anoman menemukan bahwa Sinta baik-baik saja. Sayangnya, kera putih itu tidak terlalu berhati-hati. Ia tak menyadari sepasang mata Indrajit mengawasi.

Terjadi pertempuran antara Indrajit dan Anoman, mata-mata dari Kerajaan Ayodhya. Tempo musik gamelan yang meningkat menjadi pengiring pertempuran yang ditarikan tersebut. Akhirnya, Anoman si Kera Putih berhasil ditangkap dan bersedia dibakar hidup-hidup. Akan tetapi, ia berhasil melarikan diri dan malah membuat kerajaan Alengka kebakaran.

Anoman kabur menemui Rama yang telah menunggu di Kerajaan Ayodhya. Bersama Laksamana dan Wibisana, Rama mendengarkan penjelasan Anoman mengenai keadaan Sinta di Alengka. Kemudian, keempatnya berembuk memikirkan cara merebut kembali Sinta.

Tak lama setelah keempatnya pergi, latar berganti menjadi Taman Soka di kerajaan besar Alengka. Taman Soka merupakan taman yang sengaja disediakan Rahwana untuk Sinta. Bukan semata bukti cinta Rahwana, melainkan juga untuk memamerkan pada Sinta apa-apa saja yang Rahwana punya. Dengan begitu, Rahwana berharap Sinta luluh dan bersedia menjadi istrinya.

Di Taman Soka, Sinta menari gemulai bersama enam Putri Taman dan kawan baiknya, Trijata, keponakan Rahwana. Sengaja Rahwana menitahkan Trijata untuk menemani Sinta. Akan tetapi, enam Putri Taman dan Trijata tak mampu menyudahi kesedihan hati Sinta. Ia tetap ingin kembali kepada Rama.

Saat Rahwana muncul di hadapan Sinta, istri Rama itu tak mau memandangnya. Sinta tak pernah bisa menerima cinta Rahwana yang membuatnya berpisah dengan Rama. Rahwana mendekati Sinta dengan perlahan. Akan tetapi, Sinta malah menamparnya.

Tamparan Sinta membuat Rahwana semakin marah. Ditunjukannya pada Sinta senjata yang ia bawa. “Bunuh saja aku dengan senjata yang kau bawa itu!” Ucap Sinta dingin. Ia merasa lebih baik mati daripada harus terus hidup bersama Rahwana. Rahwana yang kesalnya semakin menjadi, mengangkat senjatanya tinggi-tinggi untuk membunuh Sinta. Trijata dengan sigap menghalanginya. Dengan lembut, Trijata membujuk Rahwana sehingga raja Alengka itu menarik kembali senjatanya. Pada saat itulah, Indrajit muncul.

Tempo musik gamelan meninggi mengiringi laporan Indrajit tentang kebakaran di Alengka. Sebagai raja, tentu saja Rahwana tidak terima kerajaannya dirusak. Apalagi ketika ia mengetahui bahwa Anoman si Kera Putih-lah biang keladinya. Kemarahannya digambarkan dengan meningginya tempo musik.

Kemudian, Rama memasuki arena panggung. Terjadi pertempuran antara Rama dengan Rahwana dan bala tentara mereka. Pada akhirnya, Rama dan bala tentara dari Ayodhya berhasil menaklukkan Rahwana, raja Alengka. Rama pun berhasil merebut kembali Sinta, istri yang dicintainya. Akan tetapi, muncul ragu dalam diri Rama. Sinta telah lama berada di kerajaan Alengka dalam naungan Rahwana, masihkah terjaga kesuciannya?

Rama bertanya kepada Sinta, “Apakah kau rela dibakar untuk membuktikan bahwa kau masih suci?” Terjadi pocapan di antara Rama dan Sinta. Mereka berdialog dalam bahasa Jawa Kawi yang dinyanyikan tanpa iringan musik. Sinta tak bisa menolak permintaan suami yang dicintainya. Ia merelakan diri masuk ke dalam api, yang dibawa oleh enam penari. Akan tetapi, lidah api sama sekali tak dapat menyentuh Sinta. Kesetiaan Sinta pada Rama telah terbukti.

Dengan gerakan tari yang lembut, Rama dan Sinta saling menghampiri. Tak lama setelah keduanya bersatu dalam tari, suara gamelan menyayup dan berhenti. Lampu-lampu di kanan-kiri panggung pun perlahan padam. Pentas ambal warsa 48 tahun Swagayugama ditutup dengan tepuk tangan penonton yang bergemuruh riuh.

Pentas ambal warsa 48 tahun Swagayugama sengaja mengangkat tema “Mengarungi Waktu Menjaga Kemurnian”. Sebagaimana Sinta setia menjaga cinta untuk rama, Swagayugama pun setia menjaga cinta untuk kesenian tradisi Jawa gaya Yogyakarta. Salah satu bukti kesetiaan cinta tersebut adalah dengan pertunjukan yang rutin diadakan. Pentas ambal warsa sendiri merupakan pertunjukan yang rutin diadakan setahun sekali. Pentas ini diadakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Swagayugama.

Pocapan dan dialog yang terdapat di dalam pementasan masih menggunakan bahasa Jawa Kawi. Bahasa Jawa Kawi memiliki tingkatan arti yang lebih tinggi daripada bahasa Jawa sehari-hari. Dengan tetap menggunakan bahasa Jawa Kawi untuk pocapan dan dialog, diharapkan pesan yang terdapat dalam Fragmen Sinta Obong dapat tetap utuh dan murni. Walaupun tak semua penonton memahami bahasa Jawa Kawi, pementasan ini tetap dapat dinikmati. Hal ini diakui oleh Anis, Ilmu Hukum 2014, mahasiswi yang juga aktif dalam UKM Unit Tari Bali. Sebagai pecinta tari, Anis merasa dibawa ke dimensi lain oleh gerakan-gerakan para penari. “Dimensi rasa yang disuguhkan oleh pementasan Fragmen Tari Sinta Obong berhasil memantik api cinta terhadap seni tradisi gaya Yogyakarta,” tutur Anis.[Sanya Dinda, Khumairah]

gelanggangsendratariseniswagayugamatari
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Awab Ajar Awam, Gunakan Daya dari Surya

Resistensi atas Trauma Korban Kekerasan ‘65

Belasut Puja-Puji Palsu Tubuh Perempuan dalam Kanvas

Pusparagam Perjuangan dalam Temukan Ruang Aman

Jalin Merapi Tak Pernah Ingkar Janji

Sastra untuk Semua lewat Sastra Suara

1 komentar

Salsa nur febriyanti Januari 29, 2021 - 21:19

Tolong yang SINOPSIS lagu jaipong SRIKANDI MUSTAKAWENI nya? Pliss

Reply

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM