Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
APRESIASIKABAR

Makna Cinta bagi Sang Pertapa

Juni 28, 2013

Tersebutlah seorang pertapa sakti mandraguna yang berkeinginan mengetahui makna cinta sejati. Ia bertanya pada segenap penjuru dunia cara agar ia dapat memahami apa itu cinta. Hingga pada suatu hari ia memutuskan untuk bertapa. Dalam pertapaannya, ia melakukan lompatan-lompatan waktu ke banyak kisah cinta. Kisah perjalanan itu ditampilkan dalam teatrikal puisi Sanggar Lincak Fakultas Ilmu Budaya UGM, Sabtu (25/7) malam di Purna Budaya UGM. Sanggar Lincak memadukan seni teater, puisi, dan tarian dalam penyajian cerita selama dua jam. Mereka mengangkat cerita pencarian cinta sang pertapa dipadu dengan empat kisah dongeng yang telah populer, Putri Salju, Juliet & Romeo, Cinderella, dan Roro Jonggrang. Paduan tata cahaya lampu menghasilkan lantai dan sepenjuru panggung bergantian memendarkan warna merah jambu, biru pastel, dan kuning karamel. Pendaran itu membantu menampilkan kesan magis atas beragam lakon kisah dongeng yang mulai bermunculan di atas panggung. Diceritakan sang pertapa bertualang menelusuri zaman, hingga ia tiba di sebuah ruangan. Di mana seorang wanita—dengan gaun merah marunnya yang agung—berdiri mantap membusungkan dada, bertanya pada cermin di hadapannya, ā€œSiapakah perempuan yang paling cantik di dunia?ā€ Jawaban cermin membuat sang ratu murka, ā€œAda yang jauh lebih cantik darimu, Yang Mulia Ratuā€. Ketika sang ratu murka, setan-setan penghuni kegelapan berusaha membelenggunya. Belenggu gelap tersebut disimbolkan dengan belasan penari yang meliuk-liukkan tubuh di hadapan sang ratu, mereka melompat-lompat, merangkak, dan bersalto. Terus demikian hingga sang ratu berlari-lari kesetanan. Tepat ketika itu, sang pertapa melompati waktu. Ia kemudian melihat seorang pria yang memanggil-manggil nama kekasihnya ke arah loteng, ā€œJuliet, Juliet, Juliet,ā€ demikian nama itu berulang kali diteriakkan. Hingga saat sang pemuda menyenandungkan lagu cinta untuk kekasihnya, sang kekasih tak muncul jua. Ketika itu, sang pertapa kembali berubah wujud. Tiba giliran seorang pangeran mengeluh-kesahkan kisah cinta yang tak pernah dijalinnya, ā€œMengapa aku belum juga dapat menemukan kekasihku, padahal aku seorang pangeran,ā€ keluh sang pangeran. Dua penasihat sang pangeran kemudian menghadirkan gadis-gadis dari India dan Jawa untuk menghiburnya. Lalu seorang putri dengan gaun biru muncul di pintu kerajaan pada tengah malam. Pangeran menatap sang putri dari kejauhan. Perlahan mereka berjalan mendekat kepada satu sama lain. Mereka lantas berdansa dan saling membagi cerita melalui pancaran mata. Ketika jam berdentang dua belas kali, sang putri berlari dengan meninggalkan sebelah sepatunya. Sang pertapa kembali berpindah dimensi. Hingga tibalah ia pada kisah cinta seorang pria yang meminang gadis pujaannya dengan menyanggupi syarat, membangun seribu candi dalam semalam. Sang pemuda lantas memanggil ratusan jin untuk membantunya membangun candi. Di sana, ia menyaksikan bagaimana sang wanita melakukan hal licik untuk menolak lamaran pemuda tersebut. Pembabakan pada tiap cerita cukup rapi dan terstruktur. Jelas terlihat sekuen-sekuen ketika sang pertapa terus melompatiĀ  masa; menyamar menjadi burung di kisah Putri Salju, ikut di dalam tarian cermin dalam kisah Cinderella, dan berganti bentuk menjadi sosok berbeda pada kisah lainnya. Paduan puisi karya anggota sanggar dengan dua puisi dari Sapardi Djoko Damono yang berjudul ā€˜Aku Ingin’ dan ā€˜Metamorfosis’ menjadi dialog kedua puluh tujuh pelakon. Sayang, suara mereka kurang terdengar jelas. Pementasan tersebut telah dipersiapkan lebih dari empat bulan. Karenanya, penampilan malam itu dirasa istimewa oleh Maya Mustika K., selaku sutradara pementasan. ā€œPementasan ini sebenarnya sekalian untuk merayakan hari jadi Lincak yang kelima,ā€ ujarnya. Sebagai sutradara, ia tak sekadar mengangkat kebaruan dalam naskah cerita sang pertapa. Bukan pula sebatas perpaduan seni teater, puisi, dan tari. Suasana magis, romantis, bahkan kocak juga ditampilkan secara maksimal pada pementasan malam itu. Kesan surealis juga terlihat pada gerakan-gerakan yang berani dari segala lekuk tubuh para penari. Permainan bayangan yang terbentuk di balik layar menampilkan kesan filosofis pergolakan batin para tokoh. Kepaduan dansa Waltz dan tarian India dan Jawa, dengan diiringi musik dari gitar, biola, dan alat musik tradisional memunculkan kesan kontemporer yang tradisional. Tabuhan gendang dan pertarungan pedang turut memberi kesan dramatis. Dilatasi waktu pun ditampilkan pada sekuen ketika Juliet meminum racun, bersamaan dengan itu Putri Salju memakan apel beracun. Setelahnya, dua tokoh utama tersebut rebah di lantai. ā€œHidup seumpama ironi yang menjadi parodi, ironi yang menjadi misteri, ironi yang bertaburkan mimpi.ā€ Itulah kalimat terakhir yang diucapkan sang pertapa setelah melihat beragam kisah cinta yang ditemuinya.Ā [Dewi Kharisma Michellia]

lincak FIBpencarian makna cintapurna budaya ugm'teatrikal puisi
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Awab Ajar Awam, Gunakan Daya dari Surya

Resistensi atas Trauma Korban Kekerasan ā€˜65

Belasut Puja-Puji Palsu Tubuh Perempuan dalam Kanvas

Pusparagam Perjuangan dalam Temukan Ruang Aman

Jalin Merapi Tak Pernah Ingkar Janji

Sastra untuk Semua lewat Sastra Suara

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM