Rintik air hujan membasahi halaman Balai Kota Yogyakarta ketika massa aksi Aliansi Bong Suwung kembali menggelar demonstrasi pada Selasa (24-09). Ini bukan pertama kalinya warga Bong Suwung melakukan aksi. “Mungkin kita demo gini, udah sampe tiga belas kali,” tutur Risma, salah satu warga Bong Suwung. Aksi pada sore hari ini merupakan buntut dari warga Bong Suwung dalam meminta kejelasan kepada pemerintah kota. Mereka mempertanyakan nasib mereka terkait rencana penggusuran wilayah Bong Suwung oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).Â
Bukan tanpa sebab, proses sterilisasi wilayah Bong Suwung hingga kini masih belum menemukan titik terang, baik dari pihak pemerintah Kota Yogyakarta maupun PT KAI. Ana, selaku perwakilan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Yogyakarta menjelaskan bahwa proses sterilisasi ini juga merupakan rencana dari pemerintah Kota Yogyakarta. Kemudian, Ana mengutip penjelasan dari Asisten Pj Wali Kota Yogyakarta bahwa rencana sterilisasi wilayah Bong Suwung ini masih di tahap koordinasi. “Menurutku, ini [koordinasi-red] hanya trik untuk lepas dari tanggung jawab,” terang Ana.
Jawaban Asisten PJ Wali Kota Yogyakarta yang tidak memuaskan membuat massa aksi membentuk lingkaran untuk melakukan teriakan perlawanan. Ana berorasi untuk menyemangati massa aksi agar tetap melanjutkan perjuangan. “Masih semangat kawan-kawan? Perjalanan kita masih panjang, pesan saya hanya satu, terus perkuat perjuangan!” serunya .
Aksi di Balaikota tersebut merupakan lanjutan dari aksi sebelumnya yang dilakukan di depan Kantor PT KAI Daop VI Yogyakarta pada hari yang sama. Mereka datang ke Kantor PT KAI Daop VI Yogyakarta untuk aksi dan audiensi dengan membawa empat tuntutan. Perdebatan pun sempat terjadi mengenai jumlah perwakilan massa aksi yang diperbolehkan PT KAI masuk untuk berunding.Â
Padahal sebelumnya telah disepakati bahwa perwakilan aliansi berjumlah 10 orang. Namun, hanya lima orang perwakilan yang diperbolehkan masuk oleh PT KAI ke dalam kantor untuk berunding. Tidak hanya itu, lima orang yang diperbolehkan masuk diminta untuk dipilah kembali oleh PT KAI. Angga sebagai bagian dari Aliansi Bong Suwung yang ikut dalam perdebatan mengeluhkan permintaan PT KAI tersebut. “Kami sudah mengalah dari 10 jadi 5 orang, kenapa dipilah-pilah lagi?!” keluh Angga.
Sembari perwakilan aliansi berunding, massa aksi terus melancarkan orasi di luar. Salah satu massa aksi berorasi untuk menanyakan nasib anaknya. “Seandainya tempat saya mencari nafkah bersama teman-teman [digusur-red], terus nggak punya tempat tinggal dan anak-anak yang sekolah di Bong Suwung itu nasibnya gimana, Pak? Tolong jawab, Pak!” ungkapnya. Pihak PT KAI yang menyaksikannya hanya menyeringai.Â
Orasi terus dilontarkan oleh massa aksi untuk mempertanyakan kehidupan mereka kedepannya setelah digusur. Teriakan, isak tangis, dan aspirasi mewarnai jalannya aksi ini. “Kembalikan ruang hidup kita! Kembalikan! Kembalikan! Kembalikan!” teriak massa aksi serentak.Â
Namun, tangisan serta aspirasi Aliansi Bong Suwung tidak digubris oleh PT KAI. Setelah berunding sekitar 1 jam 45 menit, lima orang perwakilan massa aksi keluar dari kantor dengan membawa kabar bahwa keempat tuntutan telah ditolak. Restu Baskara sebagai bagian dari tim perunding dan perwakilan massa aksi menjelaskan bahwa PT KAI hanya berkenan memberikan kompensasi berupa ongkos bongkar bangunan. Selebihnya, tuntutan massa aksi ditolak oleh pihak PT KAI. “Mengenai kompensasi, hanya diberikan ongkos bongkar bangunan sebesar 200 ribu per meter persegi untuk bangunan semi-permanen dan 250 ribu untuk bangunan permanen,” jelas Restu.Â
Restu kemudian menjelaskan bahwa PT KAI hanya memberikan tenggat waktu sampai hari Jumat (27-09) bagi warga Bong Suwung untuk memberikan konfirmasi. Konfirmasi tersebut berkaitan dengan kesediaan warga Bong Suwung untuk menerima atau menolak ongkos bongkar dan tambahan ongkos angkut bangunan. “Jadi, ada tambahan 500 ribu per rumah dan ini harus dijawab terakhir besok Jumat,” lanjut Restu.Â
Menanggapi hal tersebut, Risma menyebut bahwa warga Bong Suwung tidak siap dengan tenggat waktu yang diberikan oleh pihak PT KAI. Ia juga menjelaskan bahwa warga dan dirinya masih khawatir dengan keberlangsungan hidup mereka setelah digusur nanti. “Karena ini terlalu mendadak dan kita dikasih waktu sampai tanggal 26 [untuk memutuskan-red],” pungkas Risma.
Penulis: Tafrihatu Zaidan Al Akhbari, Gladwin Panjaitan, dan Achmad Zainuddin
Penyunting: Cahya Saputra
Fotografer: Achmad Zainuddin