Balairungpress
  • REDAKSI
    • APRESIASI
    • BERITA JOGJA
    • KILAS
    • LAPORAN UTAMA
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • EnglishEnglish
  • Bahasa IndonesiaBahasa Indonesia
Pos Teratas
Disorientasi Sistem Pendidikan Langgengkan Klitih dan Kekerasan Kultural
Tak Semanis (Harga) Kakao
Aspirasi Mahasiswa dalam Agenda Revisi Kebijakan SOP Penanganan...
Pasal-Pasal Permenkominfo Bermasalah, Hak Digital Terancam
Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Ancam Demokrasi
Minim Partisipasi Publik, RKUHP Ancam Kebebasan Sipil
Serukan Inklusivitas, ARTJOG MMXXII Gandeng Kawan Difabel
Edward Aspinall: Perjuangan Demokratik Butuh Massa Terorganisisasi
Siasat Gerakan Kampus atas Neoliberalisasi Pendidikan
OTT Haryadi Suyuti Sisakan Pekerjaan Rumah Penanganan Korupsi

Balairungpress

  • REDAKSI
    • APRESIASI
    • BERITA JOGJA
    • KILAS
    • LAPORAN UTAMA
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • EnglishEnglish
  • Bahasa IndonesiaBahasa Indonesia
BERITA JOGJAKABARKILAS

Seniman Suarakan Aspirasi dalam Aksi Ruang Rakyat

Oktober 21, 2020

©Thalia/Bal

Selasa (20-10), berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) kembali melaksanakan aksi bertajuk “Ruang Rakyat: Semua Adalah Warga”. Bertempat di Bundaran UGM, aksi tersebut dimaksudkan sebagai bentuk penolakan atas disahkannya UU Cipta Kerja atau sering disebut Omnibus Law. Setelah aksi #JogjaMemanggil pada 8 Oktober, ARB kembali mengadakan aksi dengan tema panggung aksi. Beberapa penampilan musik dari band lokal seperti Nada Bicara, KEPAL SPI, Spoer, Fuli, Keiland Boy, dan Sampar mengiringi jalannya aksi.

Lusi, Humas dari ARB menyampaikan bahwa pagelaran seni dilakukan sebagai salah satu bentuk ketidakpercayaan kepada DPR. Menurutnya, bentuk pagelaran seni yang disajikan pada aksi sore itu menunjukkan persepsi masyarakat terhadap DPR. “Kami sudah tidak mengakui dewan sebagai perwakilan, sehingga kami bertindak sebagai dewan perwakilan,” imbuh Lusi.

Dari kalangan seniman musik, Nada Bicara membawakan lagu tentang pencegahan kekerasan seksual dan ruang aman bagi perempuan. Disampaikan oleh vokalisnya, Erlina Rahmawati, “Nada Bicara” memang terkenal membawakan isu sosial dalam setiap karyanya. Menurut mereka, lagu menjadi salah satu cara nir kekerasan untuk menyampaikan kritik dan protes seluas mungkin. Erlin menyampaikan bahwa, seniman perlu membungkus supaya narasi yang di bawa massa aksi bukan menjadi narasi kekerasan. “Lagu itu sangat cair dan fleksibel, ia bisa menembus relung hati yang gelap,” pungkas Erlin.

Selain itu, Leo Bambang Heru Prasetyo sebagai salah satu seniman jalanan berkesempatan menyanyikan lagu berjudul “Tulu”. Lagu yang ia akui terinspirasi dari Almarhum Didi Kempot itu berisi keresahannya mengenai pemerintah dengan berbagai RUU yang tidak jelas. Pria yang akrab disapa Mbah Bambang tersebut menuturkan bahwa semangat perjuangan harus tetap menggelora. “Meskipun umur saya sudah lebih dari 60 tahun, tetapi saya tetap rajin mengikuti aksi untuk
menginspirasi generasi muda,” tegasnya.

Sebelum massa bubar sekitar pukul 17.00 WIB, Sampar menyanyikan dua buah lagu. Lagu pertama berjudul “Bernafas Teruslah Kawan Kau Tak Sendiri” dan lagu kedua berjudul “Rebut Kembali Kehidupan”. Dalam kesempatan wawancara, Sampar menjelaskan bahwa dirinya ikut serta dalam aksi bukan hanya karena mereka seniman. Namun, mereka merasa menjadi bagian yang sangat dirugikan dengan disahkannya UU Cipta Kerja oleh Pemerintah. “Kami juga terancam, maka dari itu kami punya alasan untuk ikut menolak,” lanjutnya.

Sampar sepakat bahwa aksi yang dikemas melalui media seni dapat mendekatkan diri dengan isu-isu sosial. Menurut mereka, seniman memang seharusnya mengangkat isu- isu sosial, bukan hanya mementingkan eksistensi pribadi. “Tidak sedikit seniman yang menjual isu sosial untuk keperluan pribadinya,” imbuh Sampar. Bagi mereka karya seharusnya dapat menyuarakan aspirasi publik dan membantu menyelesaikan persoalan yang ada.

Reporter: Affan Asyraf, Alysia Noorma Dani, Bangkit Adhi Wiguna, dan Isabella
Penulis: Anis Nurul Ngadzimah
Penyunting: Ayu Nurfaizah

aliansi rakyat bergerakseniTolak UU Cipta Kerja
1
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Disorientasi Sistem Pendidikan Langgengkan Klitih dan Kekerasan Kultural

Aspirasi Mahasiswa dalam Agenda Revisi Kebijakan SOP Penanganan...

Pasal-Pasal Permenkominfo Bermasalah, Hak Digital Terancam

Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Ancam Demokrasi

Minim Partisipasi Publik, RKUHP Ancam Kebebasan Sipil

Serukan Inklusivitas, ARTJOG MMXXII Gandeng Kawan Difabel

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Disorientasi Sistem Pendidikan Langgengkan Klitih dan Kekerasan Kultural

    Agustus 9, 2022
  • Tak Semanis (Harga) Kakao

    Agustus 2, 2022
  • Aspirasi Mahasiswa dalam Agenda Revisi Kebijakan SOP Penanganan Kekerasan Seksual UGM

    Juli 28, 2022
  • Pasal-Pasal Permenkominfo Bermasalah, Hak Digital Terancam

    Juli 23, 2022
  • Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Ancam Demokrasi

    Juli 18, 2022

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Spesies Invasif

Polisi Virtual

Fasilitas Mahasiswa Penyandang Disabilitas di UGM Belum Maksimal

Mengenal Calon-Calon Rektor UGM Periode 2017-2022

Pembungkaman Pers Mahasiswa

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • MASTHEAD
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM