Kejeniusan tidak berdasar ras. Kekuatan tidak berdasar gender. Keberanian tidak memiliki batas.
Judul : Hidden Figures
Durasi : 2 jam 7 menit
Tokoh :
- Taraji P. Henson: Katherine Johnson
- Octavia Spencer: Dorothy Vaughn
- Janelle Monae: Mary Jackson
- Kevin Costner: Al Harrison
Sutradara : Theodore Melfi
Tahun : 2016
Berakhirnya Perang Dunia (PD) II yang memicu perang dingin menjadi salah satu sejarah besar di dunia. Ada dua blok besar pada waktu itu, sentral dan sekutu. PD II yang berlangsung selama enam tahun itu menyisakan dua negara adidaya sebagai pemenang. Kedua negara tersebut adalah Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet yang sama-sama tergabung dalam blok sekutu saat PD II. Perbedaan ideologi yang dianut kedua negara tersebut menimbulkan ketidakcocokan yang berakhir pada Perang Dingin. Ketegangan politik dan militer antara AS dan Uni Soviet ini membuat kedua negara tersebut bersaing menjadi yang paling unggul dalam banyak hal.
Perang Dingin tentu berdampak global bagi kedua negara tersebut. Amerika sebagai salah satu negara yang terlibat Perang Dingin mengerahkan seluruh kemampuannya agar tidak terkalahkan. Di sisi lain terjadi diskriminasi terhadap ras kulit hitam yang menjadi kaum minoritas. Rasialisme dan perbudakan ras kulit hitam terjadi secara besar-besaran pada saat itu.
Lewat film berjudul Hidden Figures, Theodore Melfi menyinggung dampak Perang Dingin bagi Amerika di tengah kemelut rasisme. Berlatar tahun 1960-an saat rasialisme dan diskriminasi sangat masif, film ini membawa satu tema besar, yaitu perjuangan kaum minoritas. Potret perjuangan kaum minoritas ini direfleksikan oleh tiga wanita Afrika-Amerika sebagai pemeran utama. Katherine Johnson (Taraji P. Henson), Dorothy Vaughn (Octavia Spencer), dan Mary Jackson (Janelle Monae) digambarkan sebagai wanita jenius yang bekerja sebagai human computer di National Aeronautics and Space Administration (NASA) . Melalui tiga wanita Afrika-Amerika tersebut, sutradara ingin memperlihatkan bagaimana kehidupan kaum minoritas kulit hitam Amerika disaat terjadi pengucilan terhadap ras mereka.
Amerika tak ingin kalah dengan Uni Soviet yang sudah lebih dulu meluncurkan roketnya, NASA dijadikan salah satu senjata Amerika. Di bawah tekanan perbedaan sosial, penokohan ketiga wanita itu mampu menghapuskan pandangan rendah orang Amerika mengenai ras kulit hitam. Dengan kemampuan dalam bidang matematika, mesin, dan teknik mereka turut menyukseskan pengiriman roket Amerika pertama yang mengorbit ke bumi.
Film ini diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama dan berdasar kisah nyata. Bercerita tentang tiga sosok wanita keturunan Afrika-Amerika, sosok yang pertama adalah seorang insinyur aeronautika pertama di NASA, yang kedua seorang supervisor wanita pertama di NASA, dan sosok ketiga adalah wanita pertama yang didedikasikan ruang komputasi karena jasanya. Klimaks film ini ketika ketiga wanita tersebut dipindah tugaskan ke divisi yang berbeda. Di sini mereka mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki. Katherine dapat dikatakan menjadi kunci keberhasilan pengiriman roket pertama Amerika yang mengorbit ke bumi. Ia mengkalkulasikan angka-angka yang tidak dapat dipecahkan bahkan oleh supervisornya. Berkat itu roket beserta pilot di dalamnya dapat mengorbit di bumi.
Dengan latar tempat NASA, dampak Perang Dingin diperlihatkan melalui perlombaan angkasa antara Amerika dan Rusia. Beberapa kali ditunjukan adanya ketakutan Amerika akan keunggulan Rusia yang telah lebih dulu mengirimkan satelit Sputnik miliknya ke luar angkasa. Disisi lain diskriminasi terhadap ras kulit hitam ditunjukan secara terang-terangan. Banyak adegan yang menunjukan fasilitas publik dilabeli colored untuk ras kulit hitam dan uncolored untuk ras kulit putih. Tidak hanya fasilitas publik, diskriminasi juga terjadi pada ranah pendidikan. Mary yang ingin mewujudkan mimpinya sebagai insinyur harus berlapang dada karena ia bukan lulusan Sekolah Tinggi Hampton. Padahal itu merupakan sekolah khusus orang-orang kulit putih. Namun akhirnya berkat petisi yang ia ajukan ke pengadilan ia mendapat kesempatan untuk mengambil kelas di sekolah itu walaupun hanya pada malam hari.
Diskrimnasi terhadap kaum minoritas juga diperlihatkan dalam adegan saat Katherine harus pergi selama 40 menit hanya untuk buang air, karena tidak tersedia kamar kecil untuk wanita berkulit hitam. Namun perlahan keadaan berubah ketika mulai terlihat hasil pekerjaan mereka yang tidak disangka siapapun. Akhirnya kaum minoritas kulit hitam khususnya wanita di NASA tidak dipandang sebelah mata lagi. Meski begitu keadaan ini tidak lantas menghilangkan rasialisme di negeri paman sam tersebut.
Sejarah rasisme Amerika dimulai sekitar abad 18 dan 19. Berawal dari perbudakan yang mengorbankan kebebasanras kulit hitam. Tujuan awal rasisme sebenarnya untuk membenarkan praktik perbudakan yang membawa dampak naiknya perekonomian pada saat itu. Orang kulit putih dianggap sebagai penemu benua Amerika sehingga timbul stereotip derajat ras kulit putih lebih tinggi dari pada ras kulit hitam.
Alur perjuangan Hidden FIgures ditampilkan dengan perlakuan diskriminatif kepada kaum minoritas Amerika secara tiba-tiba saat mereka berada pada zona nyamannya. Awalnya mereka hanya pasrah, namun akhirnya muncul kekuatan dari dalam diri yang membuat mereka berani mendobrak tekanan sosial yang merepresi. Kepatuhan masyarakat terhadap realitas sosial yang terjadi pada saat itu tidak dinilai sebagai hal yang positif dalam film ini. Karena kepatuhan masyarakat inilah yang menyebabkan ketidakpedulian terhadap sesuatu yang salah dalam kehidupan sosial.
Contohnya dalam ruang kerja Katherine yang didominasi lelaki, mereka patuh dengan aturan colored dan uncolored. Namun suatu ketika Katherine mencapai puncak kekesalannya dan meledak dihadapan supervisor beserta rekan sejawatnya. Perlawanan dari Katherine ini meluluhkan kepatuhan supervisornya terhadap peraturan colored dan uncolored. Al Harison, sang supervisor bahkan sampai menurunkan paksa plang tanda kamar kecil wanita kulit hitam. Tindakan Al ini lama kelamaan diikuti oleh pekerja NASA yang lain.
Film ini memenangkan banyak penghargaan karena ceritanya yang kuat dan signifikan. Walaupun Banyak film yang mengangkat isu rasisme, tidak lantas membuat Hidden Figures membosankan karena adanya unsur science fiction yang menjadi daya tarik tersendiri. Film ini didasarkan pada kisah nyata yang mana dapat menginspirasi khalayak yang menyaksikan. Penyampaian praktik diskriminasi pada situasi perang dingin pun mudah dipahami sehingga sampai kepada orang yang menyaksikan film ini.
Adanya side story atau cerita sampingan seperti kisah cinta Katherine menjadi pemecah fokus film. Side story ini tidak masuk tema besar dan dirasa tidak perlu dalam film. Ada tidaknya kisah cinta Katherine ini, tidak berdampak langsung pada pesan yang ingin disampaikan dalam film. Dengan latar tahun 1960-an fasilitas yang ada di gedung NASA sudah sangat canggih sama seperti fasilitas di gedung perkantoran abad 21. Bagi orang awam keadaan ini tentu menimbulkan keanehan walaupun memang NASA adalah salah satu lembaga yang memiliki teknologi paling canggih.
Hidden Figures memberikan perspektif baru tentang sebuah perjuangan. Film ini mengajarkan bahwa perjuangan dibuktikan dengan kemampuan diri. Setiap orang berhak melakukan apa yang diinginkan terlepas dari status yang dimiliki dalam sebuah kelompok masyarakat. Film ini juga menyadarkan kita bahwa perkembangan teknologi tidak menjamin hilangnya diskriminasi. Ini bukti bahwa kecanggihan teknologi tidak menghilangkan diskriminasi terhadap ras tertentu. Sentimen terhadap ras tertentu tidak dapat terhapuskan begitu saja jika tidak didasari kesadaran masing-masing individu.[Nur Syafira Ramadhanti]