Judul Film : Biola tak Berdawai
Tahun Produksi : 2002
Pemain Utama :
– Ria Irawan ( Renjani )
– Nicholas Saputra ( Bhisma )
– Dicky Lebrianto ( Dewa )
– Jajang C. Noer ( Mbak Wid )
Sutradara : Sekar Ayu Asmara
Durasi : 97 menit
Genre : Drama keluarga
“Tanpa hati yang tulus manusia tak mampu mewujudkan sebuah harapan. Layaknya biola yang kehilangan dawai, tak mampu mengeluarkan nada-nada keindahan”
Tuhan menciptakan manusia bukan tanpa tujuan, termasuk manusia yang terlahir tidak sempurna. Selalu saja, ada keindahan dalam setiap diri seseorang. Biola tak Berdawai adalah salah satu film lawas Indonesia yang disutradarai oleh Sekar Ayu Asmara. Menceritakan tentang ketulusan Renjani, seorang mantan balerina yang menjadi pemilik Rumah Yayasan Ibu Sejati. Yakni penampungan bayi cacat yang sengaja dibuang para orang tua yang tidak bertanggungjawab.
Film yang berdurasi 97 menit ini menggunakan alur maju. Di awali dengan kematian seorang bayi bernama Larasati, salah satu bayi cacat yang diasuh Renjani. Peristiwa tersebut bukan kali pertama baginya, namun rasa sakit akan kematian itu masih dirasakannya. Walapun begitu, Ia sadar perjuangannya tidak cukup sampai disini. Masih ada banyak nyawa yang harus ia selamatkan. Puluhan bayi membutuhkan perawatan dan kasih sayang darinya. Salah satunya adalah Dewa, seorang anak yang telahir dengan jaringan otak tidak sempurna. Keadaan fisiknya terlihat seperti anak berusia 3 tahun, meskipun umurnya sudah mencapai 7 tahun. Bahkan dokter pun mendiagnosa ia tidak akan mempunyai kesempatan berbicara dan mendengarkan. Akan tetapi, Renjani dengan semangatnya yakin suatu saat Dewa mampu keluar dari keterbatasannya. Keyakinan itu muncul karena dulunya Dewa didiagnosa hanya akan bertahan di usia 4 bulan, namun ia bisa melewatinya. Itulah salah satu alasan Renjani sangat menyayangi Dewa dan menganggapnya seperti anak kandung sendiri.
Renjani tidak sendirian dalam mengurus rumah asuh tersebut. Ia ditemani oleh beberapa perawat dan seorang dokter anak sekaligus sahabatnya yang biasa dipanggil Mbak Wid. Baik Renjani atau pun Mbak Wid, sama-sama memiliki pengalaman buruk di masa lalu. Sebelum menjadi pengasuh, Renjani sangat ingin menjadi seorang balerina profesional. Hingga pada suatu ketika, ia berhasil tampil di berbagai tempat. Akan tetapi apa yang sudah diraihnya hancur. Ia dihamili oleh teman laki-lakinya yang juga berprofesi sebagai seorang penari balet. Tanpa alasan yang jelas, Renjani menggugurkan kandungannya. Sedangkan hal buruk juga terjadi pada mbak Wid, sejak kecil ia mengetahui bahwa ibunya seorang pelacur. Bahkan sudah enam kali ibunya menggugurkan adik-adiknya. Mungkin karena perasaan bersalah atas dosa yang pernah dilakukan ibunya, mbak Wid memutuskan untuk menjadi seorang dokter anak. Itulah masa kelam yang mereka alami. Karena dosa di masa lalu yang tidak bisa diubah, mereka memutuskan untuk mendekatkan diri pada anak-anak yang terlahir cacat. Walaupun akhirnya mereka tersadar bahwa dosa yang telah diperbuat tidak bisa dibayar dengan apapun dimasa sekarang.
Terlepas dari rasa bersalahnya di masa lalu, Renjani mampu bangkit dengan keberadaan anak-anak asuhnya. Selain itu, kehadiran tokoh Bhisma mampu memberikan nuansa haru dalam film ini. Seorang laki-laki yang hadir dan memberikan ketulusan cinta dalam kekosongan hidup Renjani. Bhisma, seorang pemain biola yang mampu memberikan makna tersendiri dalam hidup Renjani. Begitu pula dalam kehidupan anak-anak asuhnya, salah satunya adalah Dewa. Terapi musik yang Bhisma ciptakan untuk Dewa, mampu membantunya keluar dari keterbatasannya. Hal ini sesuai dengan apa yang Renjani harapkan. Waktu berjalan, Bhisma pun jatuh cinta pada Renjani. Meskipun menaruh rasa yang sama, Rinjani tak dapat membalas cinta Bhisma karena trauma di masa lalu dan penyakit rahim yang dideritanya.
Akhir dari kisah ini begitu mengharukan, Renjani tiba-tiba meninggal tanpa menunjukkan isyarat apa pun. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam bagi Bhisma, Dewa, dan seluruh penghuni Rumah Asuh Ibu Sejati. Dewa yang awalnya tidak bisa mendengar dan berbicara, kini ia mampu melakukan semua itu berkat permainan biola Bhisma. Akan tetapi, disaat Dewa sudah mampu melakukan seperti apa yang Renjani harapkan, ia justru meninggalkan Dewa untuk selamanya.
Biola Tak Berdawai sangat cocok untuk ditonton, terutama bagi mereka yang belum bisa menghargai betapa pentingnya hidup ini. Jalan ceritanya memberikan pesan moral bagaimana seseorang harus berhati-hati dalam menentukan tindakan dalam hidupnya. Tidak seperti Renjani, yang harus menggugurkan kandungan dan menyesalinya seumur hidup. Kisah perjalanan hidup Dewa juga bayi cacat lainnya pun mengajarkan bagaimana kita harus menghargai setiap manusia dengan segala kekurangannya. Permainan biola Bhisma menunjukkan bahwa kita mampu bermanfaat untuk manusia yang lainnya.
Film ini menyadarkan kita kembali, bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Akan tetapi, tidak semua orang tahu bagaimana memanfaatkan apa yang telah Tuhan anugerahkan. Tuhan telah memberikan bekal dalam kehidupan setiap insan di dunia. Akal pikiran, ruh, dan jiwa merupakan bekal utama yang Tuhan sediakan untuk manusia. Sudah seharusnya manusia memanfaatkanya, untuk menilai benar atau salah, baik atau buruk dalam menjalani kehidupan. [Wulan H Pangestika]