Anggit menggigit kripik tempe yang disuguhkan di atas meja. “Enak,” ujarnya kemudian. Tri Barokah, pengrajin koro pedang dari Desa Kandangan, Temanggung lalu tersenyum melihat tamunya. “Itu kripik tempe dari kacang koro pedang,” ungkapnya. Tri kemudian membuka beberapa toples kacang rasa dan sebungkus sagon. “Semuanya olahan dari kacang koro pedang,” terangnya.
Kacang koro pedang adalah sejenis polong-polongan yang bernama latin Canavalia gladiate. Tanaman yang memiliki masa tanam 6 hingga 7 bulan ini berakar tunggang dan berdaun tiga di setiap dahannya. Biji kacang koro pedang berwarna putih, dilindungi oleh dua jenis kulit. Pertama adalah kulit pedang yang berbentuk lonjong, serta kulit ari yang agak keras.
Kendati masih asing sebagai produk olahan, kacang koro pedang ternyata juga dapat dibuat menjadi susu, tempe, tahu, hingga dijadikan tepung. Tepung koro pedang juga mampu diolah menjadi berbagai makanan lain seperti brownies hingga kue kering. “Koro itu juga bisa menjadi subtitusi kedelai. Apa yang bisa dibuat dari kedelai, bisa juga dibuat dari kacang koro pedang,” imbuh Tri. Kandungan gizi yang ada dalam keduanya pun tidak jauh berbeda. “Koro pedang memiliki nilai gizi yang juga cukup baik,” terang Prof. Dr. Subagus Wahyuono MSc Apt, anggota tim peneliti koro pedang dari Fakultas Farmasi UGM.
Selain itu, dari sisi ekonomi koro pedang juga cukup menguntungkan. “Karena merupakan pengganti kedelai, pemerintah tidak perlu impor kedelai. Selama ini kan stok kedelai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan,” tuturnya. Ia menjelaskan bahwa nilai ekonomi koro pedang tersebut dapat meningkat jika telah diolah menjadi berbagai macam makanan seperti susu atau tempe.
Subagus menerangkan, tanaman ini cukup menarik untuk mengembangkan ekonomi rakyat karena memiliki produktivitas yang tinggi. “Masa tanam koro pedang cukup pendek, selain itu juga bisa dipanen terus menerus. Kalau kedelai, sekali panen tanamannya harus dibabat habis,” ungkapnya. Tri menambahkan, produktivitas koro pedang juga terlihat dari pemanfaatan limbah kulit koro. “Setelah fermentasi, kulit koro bisa jadi pakan ternak dan pelet untuk pakan ikan,” ujarnya.
Selain berguna secara ekonomi, tanaman tersebut juga bermanfaat bagi pertanian. Koro pedang dapat memperbaiki struktur tanah yang ada. “Akar koro pedang mampu mengikat nitrogen, bisa untuk penyuburan tanah,” terang Subagus. Koro pedang juga mampu ditanam di lahan yang kurang subur. “Ditanam di pekarangan yang notabene kurang air pun bisa,” tutur Tri sambil menunjuk pekarangan rumahnya yang ditumbuhi koro pedang.
Penanaman koro pedang pada lahan yang sedang terkena hama tikus juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk memutus populasi hama tikus. Selama masa tanam koro, tikus akan kehilangan cadangan makanan dan segera meninggalkan lahan. “Tikus tidak suka koro pedang,” terang Tri.
Selama ini, masyarakat enggan untuk mengonsumsi dan mengolah kacang koro pedang karena beracun. Hal tersebut disebabkan oleh senyawa HCN dan konkanavalin A yang dikandungnya. Namun demikian, Subagus menerangkan, pengolahan yang hati-hati dapat membuatnya aman dikonsumsi. “Perendaman dan perebusan berkali-kali dan lama dapat membebaskan racun yang ada,” ungkapnya.
Oleh sebab itu masih dibutuhkan perkenalan lebih lanjut mengenai makanan ini. “Masyarakat masih ada yang tidak percaya bahwa racunnya sudah hilang, padahal setelah diolah koro pedang sudah aman,” tuturnya. Selain itu, senyawa konkanavalin A yang ada dalam koro pedang justru dapat menjadi zat anti kanker jika diolah. “Kalau racunnya dikecilkan, dikurangi, pemberiannya diatur, bisa menjadi obat anti kanker,” imbuhnya.
Hingga saat ini, produk olahan dari kacang koro pedang masih dalam tahap pengembangan dan percobaan. Subagus menerangkan bahwa sebagai pengganti kedelai, kualitas rasa olahan koro pedang perlu diperbaiki. “Susunya kalau dirasakan agak terasa pahit. Rasa semacam itu harusnya sudah tidak ada di produk olahan,” ujarnya. Hal serupa dinyatakan oleh Anggit. Menurutnya, belum semua hasil olahan koro pedang memiliki rasa yang baik. “Di beberapa produk, ada aroma asli kacang yang seharusnya dihilangkan,” ujarnya. Namun demikian, ia berharap dengan pembaharuan, suatu saat nanti produk olahan kacang koro mampu bersaing dengan makanan berbahan dasar kedelai. [Shiane Anita Syarif]