Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • APRESIASI
    • LAPORAN UTAMA
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Pos Teratas
Polisi Terduga Pelaku Penyiksaan Terdakwa Kasus Salah Tangkap...
Rancangan Belum Matang, Rektorat Klaim Sistem UKT Baru...
Sekat Gender dalam Perburuhan Sawit di Kalimantan
Cita-Cita Karima
SSPU Tetap Jalan, Aksi Tolak Uang Pangkal Hasilkan...
Habis SSPI, Terbitlah SSPU dalam Dialog Panas Mahasiswa...
Peringati Hari Perempuan Internasional, Massa Aksi Kecam Diskriminasi...
Aksi IWD Yogyakarta Suarakan Perjuangan Melawan Patriarki
Demotivasi: Alat Menyingkap Motivasi yang Manipulatif
Dampak Neoliberalisasi, Mahasiswa Tak Lagi Berfokus pada Gerakan...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • APRESIASI
    • LAPORAN UTAMA
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARLAPORAN UTAMA

Mahasiswa: Status Baru, Tantangan Baru

September 20, 2012
rio. bal

rio. bal

 

Kehidupan baru telah menyapa mahasiswa Universitas Gadjah Mada angkatan 2012. Status siswa yang sudah 12 tahun melekat, ditanggalkan. Kini mereka memasuki kehidupan baru sebagai mahasiswa.  Rasa bahagia dan bangga melekat di hati mereka. “Senang dan bangga masuk UGM,” ungkap Ridho Nurwantoro, mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan angkatan 2012. Sebab menurutnya, dari kampungnya di Ketapang, Kalimantan Barat, dialah orang kedua yang berhasil menembus ketatnya persaingan ujian masuk UGM. Orang pertama masuk UGM 20 tahun lalu.

Kebahagiaan Ridho menyandang status baru sebagai mahasiswa juga diikuti tantangan. Adaptasi dari siswa ke mahasiswa menjadi persoalan tersendiri. “Susah beradaptasi, terutama terhadap pola belajarnya,” ucap Ridho. Misalnya, untuk belajar ia harus mencari bahan bacaan sendiri, tidak ada lagi LKS (Lembar Kerja Siswa –red) dan buku teks wajib. Selain itu, tugas kuliah pun tidak bisa dikerjakan semudah di SMA dengan mencontek sumber internet.

Hindun Zakiyah yang baru diterima di Fakultas Kedokteran pun merasakan tantangan tersebut. “Di SMA itu santai. Kalau SMA kan masih bergantung sama guru, kalau kuliah kita yang aktif.” Ia menambahkan, dalam proses belajar di bangku kuliah, mahasiswa dituntut aktif mencari ilmu dan dosen hanya merupakan fasilitator. Sehingga, mahasiswa dituntut mandiri dan bertanggung jawab.

Keluhan-keluhan sulitnya beradaptasi tidak hanya diungkapkan Ridho dan Hindun. Kondisi ini jamak dialami maba. Hal tersebut dibenarkan oleh Dr. Haryanto, M. Si, staf pengajar Fakultas Psikologi UGM. Pola belajar yang berubah cukup drastis biasanya menjadi hambatan maba. “Kini saat kuliah, mahasiswa yang dituntut aktif sementara selama menjadi siswa mereka cenderung pasif,” terangnya.  Ia menambahkan, di bangku kuliah, belajar adalah sebuah pilihan berbeda dengan masa sekolah yang seakan menjadi kewajiban. Maba semestinya dapat segera beradaptasi dengan pola kehidupan baru sebagai mahasiswa agar tidak mengganggu proses belajarnya.

Cepat atau lambatnya proses adaptasi ini tergantung dari individu-individu masing-masing. “Dua hingga tiga bulan harus sudah bisa beradaptasi,” katanya. Untuk membantu proses adaptasi ini, diperlukan lingkungan yang mendukung. Misalnya, universitas mengadakan Pekan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru (PPSMB), dulunya disebut ospek, untuk membantu maba beradaptasi. “Mestinya PPSMB membantu maba beradaptasi baik secara fisik, sosial, maupun akademik,” ujarnya. Sayangnya,  masih ada tugas dari PPSMB yang justru membuat maba harus pulang larut dan kurang istirahat.

Pola hidup yang berubah baiknya diikuti dengan perubahan pola pikir. “Mahasiswa harus punya inisiatif, daya juang dan semangat yang tinggi,” himbau Haryanto. Ia menambahkan, semua pilihan terletak pada mahasiswa. Datang ke kampus atau tidak, belajar atau tidak, termasuk lulus cepat atau tidak semuanya ada di tangan mahsiswa sendiri, pihak universitas hanya memfasilitasi. “Yang terpenting adalah kemauan dan usaha,”  tutupnya. [Gita Kurnia Graha, Linggar Arum Sarasati]

balairungmahasiswa barupers mahasiswaugm
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Bebani Mahasiswa dengan Biaya Mahal, UGM Bersembunyi di...

Dosen Tersikat Tanpa Serikat

Konsisten Melawan Represi, Warga Wadas Dirikan Tugu Perlawanan

Setahun Relokasi, Pemerintah Yogyakarta Masih Mengabaikan Nasib PKL...

Buntut Polemik Uang Pangkal, Mahasiswa UGM Gaungkan Tagar...

Pintu Ajaib “Pemecah Masalah Mahasiswa” Itu Bernama Crisis...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Polisi Terduga Pelaku Penyiksaan Terdakwa Kasus Salah Tangkap Klitih Gedongkuning Jalani Sidang Etik

    Maret 31, 2023
  • Rancangan Belum Matang, Rektorat Klaim Sistem UKT Baru Lebih Adil

    Maret 27, 2023
  • Sekat Gender dalam Perburuhan Sawit di Kalimantan

    Maret 22, 2023
  • Cita-Cita Karima

    Maret 19, 2023
  • SSPU Tetap Jalan, Aksi Tolak Uang Pangkal Hasilkan Pelibatan Mahasiswa dalam Kebijakan dan Penerapan

    Maret 16, 2023

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Spesies Invasif

Polisi Virtual

Fasilitas Mahasiswa Penyandang Disabilitas di UGM Belum Maksimal

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • MASTHEAD
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM