Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di...
Diskusi dan Perilisan Zine Maba Sangaji Basuara, Tilik...
Diskusi Buku dan Budaya, Soroti Peran Sastra Melawan...
Diskusi Di Balik Bendera Persatuan Ungkap Gerakan Antikolonial...
Mata Kekuasaan Mengintaimu
Wisnu Prasetya Utomo: Tantangan Pers Mahasiswa di Persimpangan...
Episode-Episode Perjalanan: Episode 2 dan Episode…
Monika Eviandaru: Reorientasi Pers Mahasiswa Dalam Neoliberalisasi Perguruan...
Episode-Episode Perjalanan
SANGKAR Ungkap Dugaan Salah Tangkap 14 Anak di...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILASMagang

Diskusi Buku dan Budaya, Soroti Peran Sastra Melawan Dehumanisasi

November 2, 2025

©Ulfa/Bal

“Kita menyelamatkan manusia dari jebakan mesin ini, harus diselamatkan dengan sastra,” ujar Aguk Irawan saat diskusi bertajuk “Buku dan Budaya”. Berlangsung kurang lebih selama 90 menit, diskusi ini diselenggarakan di Selasar Fakultas Filsafat UGM pada Kamis (30/10) oleh Fakultas Filsafat UGM dengan sejumlah penerbit di Yogyakarta. Forum diskusi kemudian dimoderatori oleh Muhammad Fauzi Akbar dan mengundang dua narasumber, yakni Aguk Irawan dan Taufik Rahzen.  

Dalam diskusi tersebut, Aguk menyoroti ancaman dehumanisasi yang sedang dialami oleh manusia. Mengutip pemikiran Erich Fromm dan Jacques Ellul, ia  mengungkapkan ancaman dehumanisasi ini terjadi ketika manusia dikuasai oleh empat mesin, yakni mesin informasi, pasar, politik, dan proxy.  “Manusia kalau sudah dikuasai oleh empat mesin di sini dia menjadi linglung, seperti robot, seperti mesin,” jelas Aguk. 

Aguk kemudian menyoroti peranan mesin proxy, secara lebih mendalam. Ia menjelaskan, kehadiran mesin proxy di era kini yang menyebabkan manusia semakin mudah untuk dibentur-benturkan. Baginya, hal ini yang menyebabkan terjadinya dehumanisasi. Aguk memberikan analogi bahwa kini manusia menjadi seperti robot. “Robot itu tidak punya makna, tidak punya spiritual, tidak punya akal pikiran,” terangnya.

Senada dengan Aguk, Taufik menyatakan kekhawatirannya dengan perkembangan teknologi, terutama akal imitasi. Ia khawatir jika akal imitasi nantinya akan mengambil alih peran-peran tradisional manusia. Namun, Taufik juga menyebutkan bahwa ada salah satu hal yang bisa melawan akal imitasi ini, yaitu intimasi. Intimasi ini didefinisikan oleh Taufik sebagai keakraban rasa atau kasih sayang. “Nah makanya itu [Intimasi-red] adalah kekuatan terakhir kita yang harus dipertahankan,” ujarnya.

Aguk juga menambahkan bahwa manusia yang sudah memiliki sifat mesin atau kehilangan daya nalar dan kejernihan pikirannya, dapat diselamatkan dengan sastra. Menurutnya, membaca karya sastra merupakan jalan keluar dari empat belenggu modern yang mengancam kebebasan berpikir. “Karena kedalaman, rasa, moral, makna agama semua dari literasi,” terangnya. 

Selanjutnya, Aguk turut memperingatkan agar manusia tidak didominasi oleh dua jenis peradaban dangkal, yaitu peradaban mata melihat dan peradaban nongkrong. Ia menekankan bahwa sastra dan literasi adalah kunci pertahanan terakhir untuk memastikan manusia tetap menjadi pribadi yang bernalar, bermoral, dan memiliki makna. Sastra dianggap krusial agar manusia tidak tereduksi menjadi sekadar komponen mesin yang digerakkan oleh kepentingan-kepentingan modern. “Maka, jangan sampai kita didominasi oleh peradaban mata melihat, jangan sampai kita dikuasai oleh peradaban nongkrong, cuma omon-omon.” ujar Aguk. 

Penulis : Danu Rahman, Fairuz Shakti, Tria Agustin (Magang)
Penyunting : Ulfa Dwi Damayanti
Fotografer : Ulfa Dwi Damayanti

4
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di...

Diskusi dan Perilisan Zine Maba Sangaji Basuara, Tilik...

Diskusi Di Balik Bendera Persatuan Ungkap Gerakan Antikolonial...

SANGKAR Ungkap Dugaan Salah Tangkap 14 Anak di...

Perlawanan Warga Kampung Laut Atas Penggusuran Lahan Lapas...

Program MBG Timbulkan Keracunan Massal, Ibu-Ibu Gelar Aksi

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di Surakarta

    November 10, 2025
  • Diskusi dan Perilisan Zine Maba Sangaji Basuara, Tilik Perlawanan Warga Maba Sangaji

    November 4, 2025
  • Diskusi Buku dan Budaya, Soroti Peran Sastra Melawan Dehumanisasi

    November 2, 2025
  • Diskusi Di Balik Bendera Persatuan Ungkap Gerakan Antikolonial Perhimpunan Indonesia

    Oktober 28, 2025
  • Mata Kekuasaan Mengintaimu

    Oktober 27, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM