“Hidup pedagang! Borobudur berdaulat!” seru massa dengan lantang di depan Kantor PT. Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko di Sleman, Yogyakarta. Siang itu, Rabu (07-08), Paguyuban Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menggelar aksi unjuk rasa. Aksi ini diadakan sebagai kelanjutan dari desakan yang telah dilayangkan sebelumnya terkait relokasi pasar Borobudur. Segaris dengan itu, aksi dilakukan sebagai bentuk keresahan para anggota SKMB karena proses relokasi berlangsung berlarut-larut dan tanpa kejelasan.
Dwias selaku Sekretaris Paguyuban SKMB menyampaikan tuntutan terkait kepastian lapak pedagang di kawasan Borobudur. Ia menyebutkan bahwa sebelumnya pihak TWC telah menjanjikan pedagang di sekitaran Borobudur lapak sementara dan lapak relokasi di pasar Seni Kujon. Namun, Dwias mengatakan masih banyak dari para pedagang yang tidak kunjung mendapatkan lapak tersebut akibat ketersediaan lapak yang terlampau sedikit. “Kita harus berjualan ngasong [di trotoar-red], yang sepuh jualan di rumah karena tidak kuat panas dan ngasong,” ujarnya.
Dwias pun menyoroti ketimpangan relasi kuasa yang dimanfaatkan pihak TWC dengan hanya bersedia untuk berkomunikasi secara satu arah dengan pihak paguyuban Forum Pedagang Borobudur Bersatu (FPBB) saja. Sementara, Dwias mengaku anggota paguyuban SKMB mendapatkan bentuk intimidasi dan paksaan oleh pihak paguyuban FPBB untuk mengajukan surat pengunduran diri dari SKMB dan bergabung dengan mereka. “Padahal kita punya legalitas jelas, sudah 24 tahun, anggota jelas,” tambahnya.
Senada dengan Dwias, Royan Juliazka, pendamping hukum SKMB dari LBH Yogyakarta melihat pihak TWC menunjukkan sikap diskriminasi dengan hanya berpihak pada satu kelompok tertentu sehingga memecah suara di antara para pedagang. “Kami melihat adanya indikasi diskriminasi,” tuturnya. Lebih lanjut, Royan menilai bahwa pihak TWC tidak perlu untuk mencampuri aturan internal pedagang. Keterlibatan Pihak TWC menurutnya cukup sampai memastikan relokasi sesuai dengan aturan hukum.
Royan menerangkan pihak FPBB berlaku sewenang-wenang dengan berupaya menyingkirkan pedagang SKMB. Ia menjelaskan upaya tersebut melalui ancaman terhadap SKMB dari pihak FPBB perihal izin lapak di Kujon. “Keluar dari FPBB kamu enggak akan dapat lapak lagi,” ucap Royan memperagakan ancaman kepada SKMB.
Dalam wawancara terpisah pada Kamis (08-08), Zuliyanto, Ketua SKMB, melanjutkan bahwa keadaan pasar sementara kian diperparah dengan adanya pungutan yang dilakukan oleh FPBB. “Ada kiri-kiri [uang pengatur jalan-red], ada kebersihan, ada jaga malam, itu yang udah berjalan,” jawab Zuliyanto terkait ragam tarikan paksa yang dilakukan FPBB. Hal ini pada gilirannya membuat para pedagang merasa tidak nyaman.
Sampai akhir waktu aksi massa, TWC enggan memberikan jawaban konkrit atas tuntutan aksi di hari itu. TWC mencoba mengalihkannya dengan menjanjikan forum audiensi pada tanggal 14 Agustus di Borobudur. Bagi Royan, Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan konfrontasi dengan pedagang lain, yakni FPBB. “Kalo panjenengan paham dengan masalah pedagang, Anda [TWC-red] tidak akan ambil tempat di sana,” tegas Royan.
Padahal, sebelumnya, Dwias menyebutkan pihak perwakilan SKMB telah melakukan audiensi dengan pihak TWC sebanyak tiga kali baik secara formal maupun informal. Namun, menurutnya audiensi itu tidak pernah membuahkan hasil. “Jawabannya [TWC-red] selalu diplomatis,” ucap Dwias.
Penulis: Dhony Alfian dan Nafiis Anshaari
Penyuntingan: Fachriza Anugerah
Fotografer: Aiken Gimnastiar