Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Pos Teratas
Tidak Ada “Perempuan” dalam Kongres Perempuan Nasional
Membedah Metode Jakarta, Strategi Amerika Membantai Kaum Progresif
Mahasiswa UGM Peringati September Hitam atas Sejarah yang...
Katakan Saja Kebijakan Agraria, Bukan Reforma Agraria
DPRD Kota Yogyakarta Menjamin PKL Malioboro Terlibat dalam...
Keblinger Kapitalisme Hijau
Memoar Memori Musik Populer Indonesia
Hidup Mati setelah Relokasi
Audiensi Tak Memberikan Solusi bagi PKL Malioboro
Pekerja Fisipol UGM Resmi Membentuk Serikat

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Izin Mendirikan Tempat Ibadat Dipersulit, Bentuk Diskriminasi Agama di Yogyakarta

September 26, 2022

Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) cukup beragam karena terdapat umat dari berbagai agama dan aliran kepercayaan. Berdasarkan data dari Biro Tata Pemerintahan Provinsi DIY Tahun 2021, Yogyakarta merupakan daerah yang heterogen dalam konteks agama dan kepercayaan. Akan tetapi, di balik keberagaman agama dan kepercayaan, Yogyakarta tak lepas dari permasalahan intoleransi dan diskriminasi antar umat beragama. Berangkat dari realitas tersebut, pada Jumat (23-09) pukul 14.00 WIB, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyelenggarakan diskusi daring yang bertajuk “Diskusi Publik Diseminasi Policy Brief: Pemajuan dan Perlindungan Umat Beragama dan Kepercayaan DIY”. Diskusi diselenggarakan dengan tujuan memahami dan mendorong regulasi intoleransi dan perlindungan umat beragama, serta membuka ruang dialog dan perjumpaan untuk memperkuat hubungan lintas iman.

Diskusi dibuka dengan pemaparan policy brief oleh Heronimus Heron selaku salah satu penulisnya. Pertama-tama, Heron menyatakan bahwa sebenarnya Yogyakarta merupakan daerah yang sangat heterogen dalam konteks agama dan kepercayaan. Ia lantas memaparkan data dari biro tata pemerintahan DIY bahwa terdapat tujuh agama yang dianut oleh penduduk Yogyakarta, yaitu Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, dan aliran kepercayaan.

Meskipun demikian, menurut Heron, di balik keberagaman agama dan keyakinan di Yogyakarta, masih terdapat pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). “Sepanjang 2018-2021, terdapat banyak kasus KBB, seperti pemotongan salib, pencabutan izin mendirikan bangunan gereja Immanuel Sedayu, hingga penolakan upacara odalan di Dusun Mangir Lor,” papar Heron. Ia menambahkan, aktor dari pelanggaran KBB dilakukan oleh negara dan nonnegara. Lebih lanjut, menurut Heron, negara melakukan pelanggaran berupa pembiaran pelanggaran KBB, pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), hingga pembatasan aktivitas keagamaan. Sementara itu, bentuk pelanggaran oleh aktor nonnegara, menurut Heron, berupa pembatasan aktivitas keagamaan, pengusiran, hingga serangan fisik.

Senada dengan Heron, Mathius dari Gereja Al Masih (GIA) menyatakan bahwa pelanggaran KBB di Yogyakarta merupakan suatu hal yang nyata dan serius. Ia kemudian menceritakan pengalamannya dalam mengikuti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang dinilai sangat buruk. Ia menyebutkan bahwa dirinya dan GIA disuruh berjuang sendiri untuk menerbitkan IMB. Menurutnya, FKUB seharusnya membantu umat beragama dalam pembuatan IMB dan sosialisasinya.

Terkait FKUB, Kharisma dari LBH Yogyakarta mengatakan bahwa FKUB di Yogyakarta tidak berfungsi dengan baik karena bernuansa politis. Ia menganggap bahwa FKUB tidak melakukan fungsinya sebagai wadah kerukunan umat beragama. Ia mencontohkan bahwa peran yang ditekankan pada FKUB hanyalah urusan administratif saja, seperti pemberian izin untuk mendirikan tempat ibadat. Selain itu, menurutnya, FKUB hanya diisi oleh perwakilan-perwakilan dari agama mayoritas yang tidak mewakili suara-suara kelompok minoritas. “Kurangnya keterlibatan organisasi-organisasi keagamaan minoritas menyebabkan keberagamannya dan peran untuk mewadahi kerukunan umat itu sangat kurang,” cetusnya.

Lebih lanjut, Kharisma juga menjabarkan beberapa kasus perizinan tempat ibadat minoritas. Pertama, permasalahan di GIA yang berkonflik sejak sejak tahun 2012, tetapi IMB baru diterbitkan pada tahun 2020. Kedua, konflik dengan GKJ Klasis mengenai pendirian Kantor Klasis yang baru dikeluarkan IMBnya setelah tahun 2017 bahkan sudah incrush sampai di Pengadilan Tinggi tata Usaha Negara, tetapi baru diterbitkan tahun 2020. Ketiga, konflik dengan DPDI Immanuel Sedayu sejak tahun 2019 dan baru di akhir 2020 diterbitkan IMB di tempat baru.

Pada akhir diskusi, Matius berpendapat bahwa dengan mengintensifkan ruang-ruang dialog baik internal maupun antar umat beragama akan sangat membantu mengatasi konflik KBB. Matius bercerita mengenai pengalaman membuka ruang dialog dengan masyarakat ketika pembangunan gereja. Sejak Juli 2014; pihak gereja, jemaat, dan masyarakat sekitar sudah tidak ada komunikasi dan terjadi intimidasi sehingga pembangunan suatu dialog cukup sulit. Menurutnya, memang awalnya tidak nyaman seperti didiamkan saja, tetapi setelah satu bulan kemudian masyarakat sekitar mulai terbuka, mulai berdialog. “Masyarakat sebenarnya tidak masalah dengan kehadiran gereja, tetapi provokasi-provokasi dari aktor-aktor lokal menyebabkan terjadi permasalahan yang terjadi di tahun 2014 itu”.

Penulis: Catharina Maida M, Denok Widyaningsih, Averina Odelia
Penyunting: Akbar Bagus Nugroho

0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Membedah Metode Jakarta, Strategi Amerika Membantai Kaum Progresif

Mahasiswa UGM Peringati September Hitam atas Sejarah yang...

DPRD Kota Yogyakarta Menjamin PKL Malioboro Terlibat dalam...

Audiensi Tak Memberikan Solusi bagi PKL Malioboro

Pekerja Fisipol UGM Resmi Membentuk Serikat

Riset Hak Pekerja Fisipol Temukan Upah Tak Layak

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Tidak Ada “Perempuan” dalam Kongres Perempuan Nasional

    September 30, 2023
  • Membedah Metode Jakarta, Strategi Amerika Membantai Kaum Progresif

    September 30, 2023
  • Mahasiswa UGM Peringati September Hitam atas Sejarah yang Kelam

    September 28, 2023
  • Katakan Saja Kebijakan Agraria, Bukan Reforma Agraria

    September 24, 2023
  • DPRD Kota Yogyakarta Menjamin PKL Malioboro Terlibat dalam Validasi Data

    September 22, 2023

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Spesies Invasif

Polisi Virtual

Fasilitas Mahasiswa Penyandang Disabilitas di UGM Belum Maksimal

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM