Selasa (20-10), puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UGM berkumpul di boulevard UGM untuk melaksanakan kemah. Aksi kemah ini dilakukan sebagai bentuk protes atas pernyataan sikap UGM terhadap pengesahan UU Cipta Kerja dan imbauan untuk tidak melakukan aksi turun ke jalan. Di bawah guyuran hujan, massa aksi terlihat mulai membangun tenda sejak pukul 20.13 WIB. Sembari mendirikan tenda, massa aksi berdatangan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Massa aksi berhasil mendirikan dua tenda yang didirikan sejajar pada pukul 21.15 WIB.
Sulthan Farras, Ketua BEM KM UGM, menyatakan bahwa imbauan yang dikeluarkan UGM untuk tidak turun ke jalan sangat mengekang kebebasan dalam berdemokrasi, berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat yang dilindungi oleh konstitusi. “Akumulasi kekecewaan kami tumpahkan dalam metode populer dan juga sebagai bentuk kritik kepada pimpinan kampus,” terangnya.
Senada dengan Sulthan, Panji Dafa Artmajaya, Menteri Koordinator Pergerakan BEM KM UGM, menerangkan bahwa aksi kemah ini merupakan manifestasi kekecewaan berupa satire kepada Rektorat UGM karena menyatakan dukungannya terhadap pengesahan UU Cipta Kerja. “Kemah ini adalah medium mahasiswa UGM untuk bersatu menolak Omnibus Law,” cetusnya.
Menurut Panji, kampus merupakan ruang publik sebagai basis strategis untuk medis, menyusun strategi, dan pengondisian massa. Panji mengungkapkan bahwa aksi kemah ini dipilih untuk mengokupasi kampus demi mengamankan ruang publik tersebut. “Yang perlu digarisbawahi adalah massa aksi harus mengokupasi kampusnya dulu,” tuturnya.
Selanjutnya, Panji menuturkan bahwa aksi serupa juga pernah dilakukan oleh mahasiswa UGM pada masa Orde Baru dan pada tahun 2008. Namun, Panji menegaskan bahwa aksi kemah kali ini tidak bisa disebut sebagai romantisisasi atas gerakan mahasiswa, sebab aksi ini hanya mengadopsi metode aksi terdahulu tanpa mendramatisasinya. “Kita ingin mengambil contoh, sisi positif dari kemah yang lalu,” cetusnya.
Sulthan menjelaskan bahwa kemah ini juga sebagai wadah untuk berdiskusi mengenai kondisi kampus saat ini. Hal ini dilakukan supaya mahasiswa UGM mengetahui bahwa kampus sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, UGM merupakan kampus yang memiliki prinsip kerakyatan, tetapi Aliansi Mahasiswa UGM mengkhawatirkan jika sampai prinsip kerakyatan akan berakhir sebagai slogan. “Dengan cara ini aliansi ingin mengajak mahasiswa lain untuk menghidupkan kembali prinsip kerakyatan UGM dan menjaganya,” terangnya.
Jika aksi ini tidak digubris, Aliansi Mahasiswa UGM masih akan terus mencari metode baru dalam menyampaikan kekecewaan dan keresahan atas kondisi kampus dan negara. Aji Wibowo, Menteri Aksi dan Propaganda BEM KM UGM, menjelaskan bahwa aliansi akan terus melakukan konsolidasi baik itu berupa aksi langsung, teatrikal, maupun kemah sampai batas waktu yang tidak ditentukan. “Jika suara kita tetap tidak didengar, maka tetap hanya ada satu kata, lawan,” tegasnya.
Penulis: Mochammad Ezra Syah Resha, Kristian Anugrah, Nabila Hendra Nur Afifah (Magang)
Penyunting: Han Revanda Putra
Fotografer: Nabila Hendra Nur Afifah (Magang)