“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, tanah air satu, tanah air tanpa penindasan. Bangsa yang mengutamakan keadilan. Berbahasa satu, bahasa tanpa penindasan!”. Kalimat tersebut terdengar dengan lantang di tengah massa aksi pada Senin (23-09). Lebih dari lima ribu mahasiswa melakukan longmars menuju Pertigaan Gejayan yang terletak di Jalan Affandi, Yogyakarta. Sejumlah massa tersebut berangkat dari tiga titik kumpul yaitu Bundaran UGM, gerbang utama Kampus Sanata Dharma, dan Pertigaan UIN yang terletak di Jalan Laksda Adisucipto. Para peserta aksi berasal dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta.
Demonstrasi dilakukan dalam rangka menanggapi sejumlah undang-undang yang dianggap bermasalah seperti RKUHP, RUU KPK, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Pertanahan. Massa aksi turut mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Selain mengenai undang-undang, massa aksi juga menuntut penanganan kebakaran hutan dan lahan yang tengah terjadi di Riau, Sumatera, dan Kalimantan. Tidak hanya itu, mereka juga menolak kriminalisasi terhadap aktivis. “Semua permasalahan ini mencapai titik nadirnya dalam beberapa bulan terakhir, maka ini saatnya bagi kami untuk mengajukan kembali klaim terhadap demokrasi melalui penguatan masyarakat sipil,” tulis massa aksi yang mengasosiasikan diri dalam Aliansi Rakyat Bergerak pada Rilis Sikap dan Kajian.
Ribuan Massa di Bundaran UGM
“Tolak, tolak, tolak RUU, tolak RUU sekarang juga,” teriak ribuan massa aksi yang berkumpul dari titik kumpul Bundaran UGM. Poster-poster bertuliskan “Negara Mengawasi Ranjangmu dan Rahimmu. Lawan”, “Dewan Penindas Rakyat”, “Save Akal Sehat”, “Revolusi atau mati” dan kalimat lainnya pun turut meramaikan aksi. Pimpinan Manajemen Opini Publik Dema Fisipol, Rully dan Acha Harits, turut menyerukan bahwa demonstrasi tersebut adalah aksi damai yang anti terhadap kekerasan.
Pada pukul 12.00 siang, lima ribu massa aksi yang berkumpul di Bundaran UGM mulai melakukan longmars menuju Pertigaan Gejayan. Mereka berjalan, membawa poster atau pengeras suara, sambil meneriakkan yel-yel “Berantas, berantas, berantas korupsi, berantas korupsi sekarang juga”. Saat longmars, kondisi jalanan di sepanjang Jalan Colombo relatif terkendali dan tidak terjadi kericuhan. Tampak beberapa polisi berjaga sekaligus mengatur arus lalu lintas jalanan yang mulai macet.
Dalam barisan massa aksi, selain mahasiswa ada pula beberapa dosen yang turut serta. Salah satunya adalah Longgina Novadona Bayo, Dosen Departemen Politik Pemerintahan Fisipol UGM. “Setiap gerakan mahasiswa yang mengkritisi pemerintahan, kekuasaan, memang harus didukung,” ujarnya.
Poros Utara Sanata Dharma
Sementara itu, massa aksi yang berangkat dari Kampus Sanata Dharma berkumpul di depan gerbang utama yang terletak di Jalan Affandi. Beberapa di antara mereka telah membawa poster yang berisi tuntutan.
Merespon aksi ini, pihak keamanan dari Sanata Dharma menurunkan 23 personel dari kampus 1, 2, dan 3 dipusatkan di titik kumpul. Selain itu, pihak kepolisian dari Polsek Depok Barat juga menurunkan 50 personel dari beberapa polsek sekitar. “Kami mendapat pemberitahuan dari kampus untuk menjaga ketertiban, mulai dari titik kumpul maupun di lokasi aksi,” kata Sapardi, Kepala Polsek Depok Timur.
“Secara khusus, mahasiswa Sanata Dharma menuntut pemerintah untuk menarik militer dari Papua, menghentikan kriminalisasi aktivis, dan membuka ruang demokrasi seluas-luasnya bagi masyarakat Papua,” kata Vincentius Dandy, perwakilan dari Aliansi Rakyat Bergerak.
Sekitar pukul 12.30, para mahasiswa yang berkumpul di Gerbang Utama Sanata Dharma menuju ke Pertigaan Gejayan di sisi selatan. “Hidup rakyat yang tertindas”, “Hidup aktivis Papua yang ditangkap” teriak salah satu peserta aksi dengan pengeras suara yang kemudian dijawab dengan “Hidup!” selama perjalanan.
Berangkat Dari Kampus UIN Sunan Kalijaga
Tatkala itu, sekitar 1500 peserta aksi berkumpul di halaman Gedung Abdullah, UIN Sunan Kalijaga. Sekitar pukul 13.00, mereka bersiap untuk berjalan ke Pertigaan Gejayan. Selama perjalanan menuju Pertigaan Gejayan, para massa aksi meneriakkan yel-yel yang berisi tuntutan mereka seperti “Hari-hari esok adalah milik kita!”. Warga yang menyaksikan hal tersebut turut mempekikkan “Revolusi! Revolusi! Revolusi!” di sepanjang jalan.
Aksi longmars dari UIN sempat terhenti di lampu merah. Hal tersebut terjadi lantaran Amir, Kapolsek Depok Barat, menuturkan bahwa ada sekitar 90 personil ditugaskan untuk menjaga ketertiban aksi. “Kami telah meminta koordinator lapangan untuk mengenali pesertanya, sebab tidak semua peserta aksi menggunakan atribut universitasnya masing-masing,” tuturnya.
Pada pukul 13.40, peserta aksi yang berangkat dari UIN sampai di Pertigaan Gejayan. “Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan!” Pekikan yang berasal dari seorang penunggang pick up tersebut mengawali panggung orasi di pertigaan Kolombo. Di saat yang bersamaan, sebuah keranda bertuliskan “telah meninggal akal sehat para wakil rakyat” pun diangkat.
Menanggapi aksi bertajuk #GejayanMemanggil ini, beberapa perguruan tinggi telah menyatakan sikapnya melalui surat pernyataan resmi. Beberapa perguruan tinggi tersebut adalah UGM, Universitas Sanata Dharma, Universitas Atma Jaya, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Universitas Kristen Duta Wacana, dan UIN Sunan Kalijaga. Dalam surat pernyataan tersebut seluruh kampus menyatakan tidak terlibat secara institusional dan partisipasi terhadap aksi merupakan tanggung jawab pribadi.
Reporter: Afal Ranggajati, Anis Nurul, Muhammad Fadhilah, Muhammad Rizqi Akbar, Nadia Intan Fajarlie, Deatry Kharisma, Zarah Lyntang
Penulis: Citra MaudyÂ
Penyunting: Cintya Faliana