Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
ALMAMATER

Keberagaman dalam Tawur Agung Kesanga

Maret 10, 2016
DSC_0490

©Istimewa

Upacara keagamaan tidak lagi eksklusif milik satu umat saja. Itulah yang tergambar dari Upacara Tawur Agung Kesanga tahun 1938 Saka di pelataran Candi Prambanan, Selasa (8/3) pagi. Meskipun sejatinya merupakan upacara umat Hindu, Tawur Agung turut diramaikan oleh pengunjung non-Hindu. Upacara ini hanya diadakan setahun sekali untuk menyambut tahun baru Saka. Selama prosesinya, Tawur Agung juga mempertontonkan berbagai macam kesenian seperti Ogoh-Ogoh dan Tari Kecak.

 Dengan hadirnya banyak pengunjung dari berbagai agama, toleransi beragama dapat dirasakan selama prosesi Tawur Agung. Sejak awal, pengunjung terlihat dapat membaur dengan umat Hindu.  Hal tersebut merupakan sasaran panitia yang mengangkat tema “Keberagaman Perekat Persatuan” dalam upacara tersebut.

 Menurut I Nyoman Gede, salah seorang jemaat yang ikut beribadah, baru tiga tahun terakhir ini upacara Tawur Agung didatangi banyak wisatawan. Nyoman mengatakan bahwa ia tidak merasa terganggu, justru ia merasa senang dengan hadirnya wisatawan-wisatawan tersebut. “Ini artinya mereka tidak terlalu fanatik dengan agamanya sendiri. Kita (baca: Indonesia) kan negara dengan beraneka agama, ini tandanya mereka dapat bertoleransi,” tuturnya. Nyoman, yang datang bersama istrinya, merasa para pengunjung juga sudah cukup menunjukkan sikap toleransi kepada umat Hindu yang sedang beribadah.

Meskipun demikian, Suhadi, pengunjung Tawur Agung yang juga seorang dosen di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, melihat fenomena banyaknya wisatawan ini dari perspektif lain. Menurutnya, dalam upacara tersebut terdapat perebutan antara komersialisasi pariwisata dengan kesucian dari agama itu sendiri. “Bagi pemerintah, itu adalah objek wisata. Namun bagi umat Hindu, itu adalah sesuatu yang suci,” simpulnya.

 Akan tetapi, Suhadi juga merasa kehadiran wisatawan dapat menjadi sesuatu yang cukup baik. “Selama wisatawan dapat mengapresiasi umat yang sedang beribadah, saya kira itu oke,” tambahnya.

Sementara itu, Sahnaz, salah seorang pengunjung non-Hindu yang menghadiri Tawur Agung, mengaku mendapat banyak pelajaran dari upacara ini. Ia berpendapat bahwa penting bagi masyarakat untuk memahami berbagai agama. Sahnaz yang baru pertama kali menghadiri upacara tersebut mengatakan, pengalaman ini membuatnya dapat memahami agama dari sudut pandang lain. “Dengan hadir di sini, saya dapat belajar kepada umat Hindu,” ucapnya memberi kesimpulan.[Sultan Abdurrahman]

agamadamaihindukeberagamanNyepiPrambanansaka 1938tawur kesangatoleransiupacara
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Kicau Riuh Kampus Hijau UGM

SSPU Tetap Jalan, Aksi Tolak Uang Pangkal Hasilkan...

Habis SSPI, Terbitlah SSPU dalam Dialog Panas Mahasiswa...

Bebani Mahasiswa dengan Biaya Mahal, UGM Bersembunyi di...

Penerapan Uang Pangkal, Neoliberalisasi Berkedok Solusi

Pedagang Kaki Lima Stasiun Wates Digusur Tanpa Dasar...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM