Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, ResmiĀ Didirikan
Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...
Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan
Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...
Proyek Kapitalisasi Kegilaan
Kelakar UGM, KKN Tak Boleh Kelar

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
OPINI

Sebermulanya Adalah Politik

Januari 7, 2016

Balpress_Ilus Opini

Sungguh sulit dipercaya, di tengah proyek modernisasi besar-besaran yang disponsori negara dan korporasi, orang-orang modern masih terjebak pada tradisi kolot yang tanpa disadari menggiring peradaban ke ujung tanduk; Di tengah tuntutan akan sesuatu yang selalu baru, yang sebenarnya juga semacam tradisi, mereka melanggengkan tradisi yang hanya logis jika didasari atas satu alasan: ahistorisitas. Wahai para penyadur laporan praktikum; pembaca salinan presentasi dosen; penadah recehan proyek dosen; pengutip daftar pustaka karya sebelumnya yang mana juga hasil salinan karya sebelumnya dan seterusnya, pernahkah kalian bertanya, tatanan macam apa yang kalian tuju? Atau setidaknya, memikirkan lamunan macam apa yang akan terbayang di masa tua kalian?

Sementara itu, para elit partai kampus yang juga tidak kalah kolot memajang senyum menyeringai di pinggir-pinggir jalan mengemis minta diperhatikan menjelang Pemilihan Raya Mahasiswa (Pemira) yang entah kehendak siapa. Perhelatan tahunan ini seakan ada begitu saja dan mahasiswa dipaksa mengamini pentingnya acara paling tidak penting ini. Comot isu UKT sedikit, pemaksaan cuti sedikit, Relokasi PKL sedikit, jadilah legitimasi untuk mendorong mahasiswa ikut serta memilih salah satu calon. Mahasiswa dibuai dengan lamunan penyelesaian persoalan mereka; diminta mengurusi ketua UKM yang sama sekali tidak punya posisi apa-apa dalam menentukan kebijakan; lalu menunggu dalam ketidakpastian.

Tidak adil juga sebenarnya menghakimi sikap pragmatis mahasiswa untuk mendapatkan nilai terbaik sebagai sesuatu yang salah. Sebab, mereka hanya orang-orang yang terjebak dalam sistem feodal pendidikan tinggi. Di tengah ketidakpastian masa depan yang ternyata tidak seindah bualan mimpi acara televisi, sikap semacam ini adalah sebentuk keputusasaan. Sudah tunduk patuh pada yang mulia dosen pun, tidak ada jaminan bakal mendapatkan penghidupan yang layak. Mereka masih harus mengantri dengan baju berkerah necis untuk memasukkan surat lamaran, menjadi buruh rendah yang dibuai pula mimpi bertengger di puncak karir yang hanya bakal didapatkan oleh segelintir orang yang mau menjilat pantat atasan sampai mengkilat.

Para elit partai kampus yang menjalin patronase dengan bapak-bapak mereka di parpol juga tidak bisa dihakimi begitu saja. Mereka butuh ajang untuk menampilkan diri bahwa mereka anak yang layak menjadi korban ambisi sang bapak mengikuti jejaknya. Tidak sedikit pula yang kemudian memutuskan untuk kembali menjadi mahasiswa taat, walaupun agak telat, dan ikut menjadi barisan pemuda terancam menganggur. Segelintir kader partai kampus yang lain, yang berhasil menokohkan dirinya setidaknya di kalangan mereka sendiri, melenggang ke parpol yang masih memiliki alur kaderisasi ke kampus.

Beruntung bagi mereka yang masih bisa menterjemah gerak daun yang tergantung di ranting yang letih, seperti kata Subagio Sastrowardoyo dalam puisinya Nada Awal. Jalan apa pun yang kemudian dipilih adalah sebentuk kesadaran diantara keterlenaan manusia-manusia modern akan bualan konstruksi korporasi. Dua dikotomi yang telah tersaji di atas hanya menggambarkan betapa kita tidak banyak berkutik selain hanya merawat kesadaran. Seperti kata tokoh fiktif Paman Doblang yang diciptakan WS Rendra, ā€œKesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi cakerawala. Dan perjuangan adalah perlaksanaan kata-kata.ā€

Demikianlah kesadaran berpolitik itu bermula. Politik bukan konotasi hina yang dibentuk politikus, bukan juga korporat, yang kemudian disebut juga politik-praktis. Politik adalah mengecek linimasa facebook begitu terbangun di pagi hari; juga ketidaktahuan muasal tiap butir nasi yang dijejalkan ke mulut; zat devolutif emisi gas karbon dari bahan bakar fosil yang memenuhi langit-langit kota. Beruntunglah bagi mereka yang masih tidak lupa caranya tertawa dalam merawat sikap politiknya untuk tidak begitu saja putus asa; menghidupi ruang-ruang alternatif; mendialogkan ide-ide progresif; dan menghindari hingar-bingar saling memuji para pemuja ketenaran.

Ahmad Syarifudin

Mahasiswa Sastra Indonesia FIB UGM

pemirapolitikpolitik kampuspolitik mahasiswa
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Karut-Marut Sistem KIP-Kuliah

Narasi Abal-Abal Hari Besar Nasional

Menjaga Nyala Pers Mahasiswa

Jangan Takut Referendum KM UGM

Memeriksa Dua Sisi: Perlunya Keterlibatan Konsumen dalam Penyejahteraan...

Bahaya Narsisme Intelektual dan Kaitannya dengan Media Sosial

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

    Mei 4, 2025
  • Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau

    Mei 4, 2025
  • Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender dalam Sejarah Indonesia

    Mei 3, 2025
  • Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

    April 30, 2025
  • SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, ResmiĀ Didirikan

    April 28, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM