Balairungpress
  • REDAKSI
    • LAPORAN UTAMA
    • KILAS
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
    • BERITA JOGJA
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • BUKU
    • FILM
    • SASTRA
    • OPINI
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
Pos Teratas
Kebangkitan Orde Baru di Tengah Pandemi
2020: Tahun Suram Kebebasan Pers Pasca-Reformasi
Menyoal Pekerjaan Rumah Calon Kapolri Baru
Kerentanan Tatanan Perekonomian Indonesia di Masa Pandemi
Strategi Gerakan Mahasiswa Pasca Gagalnya Audiensi Rektorat
Pemerintah Abaikan Penanganan COVID-19 di Panti Sosial
Pandemi Tak Mampu Hentikan Perampasan Tanah Rakyat
Ketaksaan Hukuman Kebiri Kimia, Abaikan Hak-Hak Korban Kekerasan...
Ramai-ramai Tolak Kantor Gereja Klasis: Dari Tokoh Masyarakat...
Gerbang Ditutup, Konsolidasi Dilarang, Demokrasi Mati di Kampus

Balairungpress

  • REDAKSI
    • LAPORAN UTAMA
    • KILAS
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
    • BERITA JOGJA
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • BUKU
    • FILM
    • SASTRA
    • OPINI
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
KABARKILAS

Obrolan Salesa Suarakan Masa Depan Pangan

22 March 2014
©Naufi.bal

©Naufi.bal

“Untuk memperjuangkan pangan perlu waktu bertahun-tahun. Kalau setahun atau dua tahun itu tidak akan mungkin,” ujar Hanafi Biyatna membuka Obrolan Salesa yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan, Kamis (20/3). Acara ini merupakan serial perdana dari diskusi dua mingguan yang dihelat di Salesa Fakultas Peternakan yang biasa digunakan sebagai tempat diskusi. Tema yang diangkat kali ini adalah “Pangan: Sejarah, Kebijakan, dan Masa Depan Pangan” dan dihadiri sejumlah mahasiswa baik dari Fakultas Peternakan maupun fakultas lain di UGM.

Dalam diskusi tersebut, Ketua Dema Fakultas Pertanian 2013 itu mengungkapkan bahwa yang menjadi pokok permasalahan pangan di Indonesia adalah pengolahan lahan. Indonesia memiliki lahan yang luas tetapi hal itu belum terlalu dirasa manfaatnya oleh petani karena dikuasai investor asing. Program-program yang dibuat pemerintah juga tidak menguntungkan petani lokal. Salah satunya adalah Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang rencananya untuk membentuk suatu kota khusus untuk ketahanan pangan dan energi. Namun akhirnya program ini malah menuai konflik karena hanya digunakan untuk lahan investasi pihak asing. “Sehingga kemudian muncul istilah green capitalism setelah gagalnya program MIFEE,” imbuhnya.

Selain lahan, air dan energi pula menjadi masalah pangan di Indonesia. Air merupakan komponen penting dalam sektor pertanian. “Di Indonesia pengairan menjadi tanggungan petani sendiri, berbeda dengan di Vietnam dimana pengairan menjadi tanggung jawab pemerintah,” ujar Hanafi. Hal ini tentu sangat memberatkan petani karena biaya produksi semakin bertambah sehingga pendapatan petani menjadi berkurang. Masalah pengairan ini diperparah dengan diubahnya bahan pangan menjadi sumber energi, contohnya pada pembuatan bioetanol. Akibatnya hasil pertanian tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan di Indonesia. “Dengan permasalahan seperti ini, saya rasa untuk mencapai kedaulatan pangan adalah hal yang sulit,” tegasnya.

Pendapat berbeda diutarakan Fahry Aidulsyah, pegiat Gerakan Indonesia Berdaulat yang juga hadir sebagai pemantik diskusi. Ia menyatakan bahwa Indonesia pasti mampu melakukan kedaulatan pangan. “Jika kita menengok sejarah, pada tahun 1984 Indonesia pernah melakukan swasembada beras,” ujarnya membuka pembicaraan.

Menurut Fahry, kedaulatan pangan merupakan tanggung jawab generasi muda. Berdasarkan data statistik, Indonesia tengah mengalami bonus demografi dimana penduduk usia mudanya mempunyai persentase paling tinggi. “Kondisi ini sangat strategis karena seperti kita ketahui, dari dulu perubahan itu kebanyakan diawali oleh generasi muda,” tambahnya. Menurut Fahry, ada beberapa hal yang bisa dilakukan generasi muda sebagai upaya menuju kedaulatan pangan. Salah satunya adalah melakukan kajian terkait kebijakan pangan di Indonesia. Selain itu, diperlukan kesadaran individu akan pangan dengan cara mengupayakan seminggu sekali mengonsumsi pangan lokal. “Percuma pula kita melakukan kajian jika tanpa praktik,” pungkasnya. [Ervina Lutfikasari, Joko Budi Santoso]

bemdiskusiMIFEEPANGANpeternakanSalesa
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Kebangkitan Orde Baru di Tengah Pandemi

2020: Tahun Suram Kebebasan Pers Pasca-Reformasi

Menyoal Pekerjaan Rumah Calon Kapolri Baru

Kerentanan Tatanan Perekonomian Indonesia di Masa Pandemi

Strategi Gerakan Mahasiswa Pasca Gagalnya Audiensi Rektorat

Pemerintah Abaikan Penanganan COVID-19 di Panti Sosial

Berikan Komentar Batal Membalas

Pos Terbaru

  • Kebangkitan Orde Baru di Tengah Pandemi

    16 January 2021
  • 2020: Tahun Suram Kebebasan Pers Pasca-Reformasi

    15 January 2021
  • Menyoal Pekerjaan Rumah Calon Kapolri Baru

    14 January 2021
  • Kerentanan Tatanan Perekonomian Indonesia di Masa Pandemi

    14 January 2021
  • Strategi Gerakan Mahasiswa Pasca Gagalnya Audiensi Rektorat

    10 January 2021

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest
Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • MASTHEAD
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2019 BPPM BALAIRUNG UGM