Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILASREDAKSI

Manufakturisasi Kurikulum Melemahkan Gerakan Mahasiswa

Maret 5, 2021

©Fadhil/Bal

Perkembangan kurikulum dinilai semakin berorientasi pada pasar yang berujung pada pelemahan gerakan mahasiswa. Keresahan ini kemudian menjadi penghantar Social Movement Institute (SMI) bersama MAP Corner-Klub MKP UGM, LDP UNY, BPPM Balairung, dan LPPM Kognisia untuk mengadakan seri diskusi kolektif #2 Coreng Hitam Pendidikan bertajuk “Manufakturisasi Kurikulum dan Depolitisasi Gerakan Mahasiswa” pada Selasa (02-03). Diskusi ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom dengan menghadirkan dua pemantik, yakni Agung Wardana, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM); dan Eko Prasetyo, pendiri SMI.

Agung menggambarkan manufakturisasi kurikulum sebagai dominasi kepentingan kapital pada layanan jasa pendidikan. Kondisi ini, menurut Agung, memicu terjadinya pengikisan esensi dari edukasi sebagai sarana pencipta generasi berpikir kritis. “Lewat manufakturisasi kurikulum, kampus dijadikan sebatas penyedia tenaga kerja bagi pelaku pasar,” ujarnya.

Agung juga menambahkan bahwa manufakturisasi kurikulum juga terlihat pada dominasi negara dalam memastikan segala sisi pendidikan di kampus berjalan sesuai orientasi pasar. Dengan demikian, segala proses pendidikan yang tidak sejalan dengan pasar akan ditekan, termasuk mengenai kebebasan akademik berkenaan dengan penyampaian pendapat. “Fenomena pembatasan kebebasan akademik makin meningkat belakangan ini karena dianggap tidak sesuai dengan esensi pasar,” jelas Agung. 

Terkait kebebasan akademik, Eko menyambung dengan menyatakan bahwa dewasa ini telah terjadi perubahan signifikan dalam tata kelola kampus, terutama dalam hal politik dan birokrasi. Kampus, lanjutnya, secara implisit berusaha membatasi kebebasan akademik melalui berbagai kebijakan yang mengatur kehidupan mahasiswa agar sesuai dengan prinsip pasar. Salah satu aspek yang diatur yakni tradisi berpikir kritis ataupun perlawanan dari gerakan mahasiswa. ”Pengekangan akan kebebasan akademik merupakan contoh atas penerapan manufakturisasi kurikulum,” tuturnya. 

Sebagai wujud pengekangan akademik, Eko berpendapat bahwa tak jarang kampus kerap kali melakukan pembubaran diskusi dan pembredelan pers. Bahkan beberapa kali kampus kedapatan memberi sanksi pengeluaran bagi aktivis di kalangan mahasiswa karena dianggap bertentangan dengan kurikulum yang berorientasi pasar. Seperti yang terjadi pada 2019 ketika aksi #ReformasiDikorupsi digaungkan, sebanyak 37 kampus mengeluarkan surat edaran berupa larangan ikut aksi hingga ancaman dikeluarkan (drop out) bagi yang melanggar. 

Lebih lanjut, Eko menjelaskan, salah satu produk manufakturisasi kurikulum lainnya yakni keberadaan pakta integritas. Lewat pakta integritas inilah, paparnya, kampus berusaha menakut-nakuti sekaligus melabel buruk gerakan mahasiswa dengan tindakan indisipliner. “Kondisi tersebut menunjukkan kampus telah mengontrol penuh kehidupan mahasiswa hingga ke ranah pola pikir dan preferensi kegiatan ,” ujarnya. 

Senada dengan Eko, Asrofa Wahyu, salah satu peserta diskusi turut menyampaikan pengalamannya di lembaga eksekutif mahasiswa. Asrofa menuturkan, kampus melihat adanya lembaga eksekutif mahasiswa hanya sebagai ‘pembantu kampus’ yang melaksanakan dan mendukung program prestasi yang dibuat oleh kampus. Menurut Asrofa, program ini tidak memasukkan isu pergerakkan mahasiswa sebagai salah satu agenda program tersebut. “Ini menandakan bahwa kampus secara terang-terangan berusaha mengikis pergerakan mahasiswa,” ungkap Asrofa.

Sebelum mengakhiri acara, Eko menyampaikan mengenai pentingnya untuk memelihara tradisi mengkritik kampus dengan memperkuat peran gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa harus tetap konsisten dengan membawa nilai utama, yakni aktif dan provokatif. Aktif dalam mengadvokasi isu yang ada dan tersebar luas di masyarakat dan provokatif dalam menyampaikan pemikiran kritis. Dua poin ini, bagi Eko perlu ada sebagai bentuk tradisi berpikir kritis mahasiswa yang terpelihara secara bebas. “Kampus harus mengakomodasi gerakan mahasiswa dalam menanggapi polemik yang makin kompleks,” pungkasnya. 

Penulis: Naomy A. Nugraheni, Nabila Hendra Nur Afifah, dan Valentino Yovengky A.
Penyunting: Ardhias Nauvaly Azzuhry

gerakan mahasiswamanufakturasasi kurikulum
4
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM