
©Fahrul/Bal
“Buat apa investasi di Jawa Tengah kalau hanya memiskinkan rakyat Jawa Tengah?” teriak salah satu orator membakar semangat massa aksi pada Kamis (31-03). Ratusan mahasiswa, buruh, dan Aliansi Solidaritas untuk Wadas yang tergabung dalam “Rakyat Jawa Tengah Menggugat” memboikot Kantor Gubernur Jawa Tengah. Pemboikotan tersebut merupakan bentuk mosi tidak percaya kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, akibat kegagalannya dalam merespons isu-isu yang berkembang di Jawa Tengah.
Mosi tidak percaya ini merupakan bentuk respons dari aksi pada 22 Maret 2022 lalu yang juga dihadiri Ganjar tetapi tidak membuahkan kesepakatan dengan peserta aksi. “Aksi hari ini merupakan keresahan rakyat yang terakumulasi,” tegas Aulia Hakim sebagai perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Jawa Tengah. Sebagai buntut dari permasalahan yang tak kunjung usai, masyarakat Jawa Tengah memutuskan untuk memboikot Kantor Gubernur Jawa Tengah.
Pada pukul 13.00 WIB, massa aksi berkumpul di Patung Diponegoro dan mulai beranjak memadati sepanjang Jalan Pahlawan yang berada di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Gerbang Kantor Gubernur Jawa Tengah, yang menjadi sasaran aksi, tampak hanya terbuka sedikit. Aparat kepolisian juga terlihat menjaga gerbang tersebut.
Kerumunan massa aksi pun memblokade jalan dari arah Kantor Gubernur Jawa Tengah menuju Simpang Lima Semarang. Sekitar pukul 13.30 WIB, massa aksi mulai berkumpul di satu titik untuk membacakan orasi. “Hidup perempuan yang melawan! Hidup mahasiswa! Hidup buruh! Hidup Wadas!” seru ratusan massa aksi di akhir setiap orasi.
Berbagai elemen yang hadir di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah satu per satu mulai membacakan orasi politik. Perwakilan elemen tersebut di antaranya warga Wadas, buruh, dan mahasiswa. Mereka menyerukan berbagai keresahan berkenaan dengan kebijakan pemerintah Jawa Tengah yang tidak berpihak pada rakyat. Massa aksi pun memaksa Ganjar untuk keluar menemui massa aksi. Tak hanya orasi, salah satu perwakilan Wadon Wadas juga membacakan puisi yang berjudul “Kemerdekaan yang Hilang”.
Pukul 16.35 WIB, massa aksi mulai merapat di depan Gerbang Kantor Gubernur Jawa Tengah untuk melakukan aksi simbolis, yakni penggembokan gerbang. “Kalau gedung ini tidak berpihak kepada rakyat Jawa Tengah, kita gembok saja!” teriak salah satu massa aksi. Pada pukul 17.15 WIB, massa aksi mulai membujuk aparat kepolisian untuk memperbolehkan massa aksi menggembok gerbang kantor gubernur.
Penolakan penggembokan yang datang dari aparat kepolisian sempat membuat massa aksi panas dan mulai ricuh. Namun, massa aksi lain dan Koordinator Lapangan mengingatkan agar massa aksi tidak terprovokasi. Tak lama setelah itu, massa aksi memutuskan untuk memasang spanduk di depan pagar Kantor Gubernur Jawa Tengah yang bertuliskan “Gedung ini disita oleh rakyat”.
Mempertanyakan komitmen Ganjar, Rahmatullah Yudha Welita selaku Koordinator Lapangan menegaskan bahwa masyarakat Jawa Tengah telah melakukan berbagai macam pendekatan mulai dari aksi hingga dialog langsung dengan Ganjar. Salah satunya melalui penyerahan nota kesepakatan kepada Ganjar dalam aksi yang dilakukan 22 Maret 2022 lalu.
Nota kesepakatan tersebut merupakan bentuk komitmen Ganjar dalam menyelesaikan berbagai isu di Jawa Tengah. Beberapa isu tersebut di antaranya adalah penambangan batuan andesit di Desa Wadas, isu Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan permasalahan UU Cipta Kerja. Namun, sampai saat ini, Rahmatullah menuding bahwa tidak ada respons yang serius dari Ganjar. “Bahkan nota kesepakatan tidak ditandatangani dan tidak dikembalikan ke massa aksi,” tegas Rahmatullah.
Mengafirmasi Rahmatullah, Affiq Malik Azhar dari Aliansi Suara Universitas Diponegoro, juga menegaskan bahwa di aksi sebelumnya massa aksi telah memberikan ultimatum dalam jangka waktu 2×24 jam kepada Ganjar untuk menandatangani nota kesepakatan. Ia sendiri mencurigai bahwa keputusan Ganjar untuk turun menemui massa aksi pada aksi sebelumnya merupakan usaha untuk meningkatkan elektabilitas di tahun 2024. Oleh karenanya, Affiq bernada pesimis ketika ditanya mengenai harapan setelah aksi. “Kalaupun ada tanggapan setelah ini dari Ganjar, menurutku hanya untuk meningkatkan elektabilitas,” ungkap Affiq.
Salah seorang warga Wadas, Azim Muhammad, juga mempertanyakan komitmen Ganjar dalam isu Wadas. Sebab, Ganjar telah berkali-kali menemui warga Wadas dan berjanji untuk tidak melakukan aktivitas pertambangan hingga Hari Lebaran. “Nyatanya, sampai saat ini aparat masih berdatangan ke Desa Wadas,” tutur Azim. Menurutnya, ada ketakutan dari masyarakat Wadas bahwa aktivitas pertambangan akan mengganggu berlangsungnya ibadah puasa. Azim menegaskan bahwa aksi pemboikotan merupakan bentuk masih adanya perlawanan dari masyarakat Wadas.
Menanggapi berbagai isu di Jawa Tengah, Giyanto, anggota Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, menyatakan Pemerintah Jawa Tengah hari ini gagal untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Giyanto berpendapat bahwa kebijakan pemerintah berdampak kepada banyak lapisan masyarakat. “Persoalan kelas tertindas bukan hanya mengenai buruh, melainkan juga persoalan petani, kaum miskin kota, dan lain sebagainya,” jelas Giyanto.
Senada dengan Giyanto, Aulia mengatakan bahwa pemboikotan Kantor Gubernur Jawa Tengah merupakan sebuah simbol ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah Jawa Tengah. Menurutnya, pemerintah saat ini terlalu berfokus pada investasi dan pertumbuhan ekonomi. Aulia menekankan bahwa hal tersebut menjadi bertolak belakang ketika investasi tidak bermanfaat bagi masyarakat. Ia mendorong pemerintah untuk melakukan investasi yang berkeadilan. “Ketika pemerintah memiliki gedung yang megah tetapi tidak ada manfaatnya untuk apa?” pungkas Aulia.
Reporter: Elvira Sundari, Fahrul Muharman, Ilham Maulana, Linda Prastica, Ryzal Catur Ananda Shandy Surya, dan Salma Shidqiyah
Penulis: Renova Zidane Aurelio
Penyunting: Bangkit Adhi Wiguna
Fotografer: Fahrul Muharman