Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) resmi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada 23 September 2021. Pemberlakuan kebijakan ini didasari oleh beberapa aspek yang harus terpenuhi, salah satunya adalah diberlakukannya PPKM minimal level 3 pada daerah yang hendak menyelenggarakan sistem tatap muka. Dilansir dari press release resmi Kemendikbud, sebanyak 91% persen dari 540.000 institusi pendidikan telah diperbolehkan melakukan PTM terbatas. Untuk dapat menggelar PTM terbatas, institusi pendidikan harus memenuhi variabel yang menjadi persyaratan, yakni vaksinasi massal yang sudah mencapai 40% pada dosis utama.
Namun, hadirnya kebijakan ini juga banyak menimbulkan kontra, terutama pada murid sekolah dasar, mengingat vaksinasi belum dapat dilakukan pada anak di bawah usia 12 tahun. Di sisi lain, ketertinggalan kompetensi pada peserta didik turut menjadi perhatian lebih. Sistem pembelajaran konvensional dinilai lebih efektif terutama pada murid SD dan SMP.
Berangkat dari urgensi penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka tersebut, BALAIRUNG berkesempatan mewawancarai Dicky Budiman, seorang Pakar Epidemiologi Griffith University, tentang pelaksanaan PTM di tengah PPKM Level 3.
Bagaimana pandangan/pendapat Anda terhadap kebijakan PPKM yang telah berlangsung selama 3 bulan? Seberapa efektif kebijakan tersebut?
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jelas terbukti efektif dalam mencegah skenario terburuk yaitu angka kasus infeksi kematian yang lebih besar. Walaupun pada saat itu kasus yang terdeteksi dan beban fasilitas kesehatan tetap tinggi karena pelaksanaan PPKM sebelumnya belum menyeluruh dan merata. Namun dengan penguatan aspek 3T (Testing, Tracing, Treatment), terutama aspek testing atau pengecekan kesehatan, adanya pembatasan kegiatan tersebut dapat mendukung pencegahan pemburukan situasi sebab virus ini dibawa oleh manusia. Berbeda dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang bersifat lokal, pelaksanaan PPKM yang serentak turut berkontribusi pada penurunan data kasus. Namun demikian, efektivitas ini belum sepenuhnya menyeluruh karena ada perbedaan titik acuan, ada daerah yang sudah konsisten menerapkan PPKM dan 3T dan ada pula daerah yang baru menerapkan setelah kasus meledak. Selain itu, pelaksanaan protokol 5M dan vaksinasi yang responnya belum merata juga berpengaruh pada efektivitas PPKM di tiap daerah.
Mengapa kebijakan PPKM dipublikasikan secara bertahap khususnya pada Jawa & Bali?
Secara umum penerapan strategi bergradasi ini memang perlu dievaluasi per satu kali masa inkubasi virus, yaitu 14 hari untuk melihat efektivitasnya. Evaluasi secara berkala tersebut kemudian menjadi dasar untuk meneruskan PPKM pada minggu berikutnya.
Bagaimana pendapat Anda mengenai Kebijakan PPKM Level 3 ini?
PPKM bertingkat ini semakin baik penerapannya meskipun sempat ada ketidakkonsistenan dalam pelonggaran peraturannya, yakni ketika tingkatannya tetap sama, tetapi justru terjadi pelonggaran peraturan. Hal tersebut tidak seharusnya terjadi.
Perlu ada konsistensi dalam menerapkan indikatornya, terutama pada tingkatan yang sama. Sebagai contoh, PPKM level 3 dengan peraturan kapasitas penyelenggaraan kegiatan sebesar 50% justru naik menjadi 75%. Penurunan bertingkat ini tidak bisa hanya berdasarkan indikator epidemiologi, tetapi harus dilihat juga bagaimana kesiapan masyarakat dan kepatuhannya. Jangan sampai ketika indikatornya sudah bagus, tetapi masyarakatnya belum siap.
Apakah kebijakan PTM sudah layak dilaksanakan?
Bicara tentang sekolah, harus dipahami bahwa tingkat Play Group hingga SMA adalah institusi yang penting. Dalam kesepakatan global tentang pandemi, sekolah merupakan institusi yang paling terakhir ditutup dan paling awal dibuka ketika pandemi selesai. Sebab sekolah berkaitan dengan generasi masa depan yaitu anak-anak. Oleh sebab itu, anak-anak perlu terus belajar dan bersekolah untuk merangsang ingatannya. Merupakan hal yang salah kaprah jika banyak orang bisa pergi ke cafe dan mall, tetapi anak-anak justru bersekolah di rumah. Namun, kita juga tidak boleh abai dan tetap membuat jaring pengaman. Penilaian keseriusan pemerintah pusat dan daerah dapat dilihat dengan strategi yang dipakai dalam menjalankan kebijakan ini (PTM). Misalnya, membuat jaring pengaman dan mitigasi risiko pada institusi pendidikan yang sudah siap menjalankan kebijakan tersebut.
Vaksinasi sudah mulai digencarkan di Jawa-Bali, apakah ini salah satu indikasi bahwa PTM akan segera dilaksanakan?
Memang pada PPKM level 3, institusi pendidikan boleh menerapkan PTM. Namun, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan. Saya menyarankan adanya uji coba dahulu di sekolah yang paling siap, karena vaksinasi itu hanya salah satu pengaman mengurangi risiko penularan virus. Bukan hanya vaksinasi guru atau siswa saja tapi kesiapan kurikulum, lintas sektor, sekolah, ventilasi dan sebagainya.
Selain dari faktor kesiapan yang bapak sebutkan tadi, apakah ada parameter dari segi kesehatan yang bisa dijadikan tolak ukur dalam menjalankan PTM?
Dari segi kesehatan, bisa dimulai dari pihak sekolahnya dahulu dalam artian kesiapan tempat, kelas dan ventilasi. Harus dipastikan ada jendela sehingga ada sirkulasi udara. Jika kurang, bisa memakai kipas angin atau bahkan melangsungkan pembelajaran di luar kelas. Pihak sekolah juga perlu memperhatikan kesiapan wastafel dan masker, mengingat mereka harus diganti dan dibersihkan secara berkala.
Tidak hanya dari segi kesehatan, kesiapan secara literasi juga diperlukan baik itu guru, murid hingga orang tua wali. Misalnya, sosialisasi penggunaan masker yang sesuai, salah satunya tidak tukar menukar masker pribadi dan urgensi vaksinasi pada peserta didik di atas umur 12 tahun. Dalam pelaksanaanya, program PTM juga harus dimonitor oleh tenaga kesehatan, bisa itu dokter, puskesmas hingga klinik daerah setempat.
Jika PTM nantinya jadi dilaksanakan, apakah nantinya dapat memicu gelombang susulan varian baru, mengingat varian delta dan MU sudah masuk ke Indonesia. Oleh karenanya, apakah kebijakan PTM ini dapat diterapkan untuk jangka panjang?
Maka dari itu, perlu adanya pengawasan dan kontrol secara berkala mengingat hal ini sangatlah dinamis. Jika dalam pelaksanaan PTM terdapat lebih dari dua kasus, pihak sekolah wajib tutup minimal 2 minggu untuk dilakukan pembersihan dan pelacakan kontak pada warga sekolah.
Namun dari dibukanya sekolah, secara global belum pernah ada data menunjukan adanya ledakan kasus Covid. Jika kita coba merujuk pada klaster penularan tingkat tinggi, dari sekitar 2000 kasus yang berkaitan dengan sektor pendidikan hanya berkisar 13 saja. Artinya, dengan persentase yang sangat kecil tersebut, PTM memungkinkan untuk dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Menyambung dengan paparan yang bapak baru saja sampaikan, apa yang membuat pemerintah enggan membuka sekolah dan justru melonggarkan tempat-tempat umum?
Ketidakpahaman pada strategi berbasis sains. Di Australia sendiri, walaupun ada kebijakan lockdown, banyak sekolah masih melangsungkan pembelajaran luring. Lain halnya jika situasi menghendaki untuk tutup total (kondisi gawat darurat). Maka dari itu, strategi berbasis sains wajib menjadi standar dalam suatu kebijakan apalagi yang menyangkut sektor krusial. Karena jika diabaikan, penutupan sekolah jangka panjang ini selain tidak bermanfaat secara epidemiologis, juga sangat sia-sia dan merugikan anak generasi sekarang maupun yang akan datang.
Menurut Bapak, apakah pandemi di Indonesia dapat segera berakhir mengingat kasus covid yang menurun dan pelaksanaan vaksinasi yang hampir menyeluruh?
Menurut saya pribadi, belum. Namun, jika berbicara mengenai level yang relatif normal mungkin akhir tahun depan ketika vaksinasi sudah mencapai 80%. Jika berbicara mengenai kondisi “Bebas” Covid, kita terus akan memantau kemunculan varian-varian baru dan efektivitas dari vaksin itu sendiri. Karena memang secara angka, vaksinasi terbukti menekan angka kasus harian, tetapi perlu diperhatikan juga apakah dalam jangka waktu panjang vaksin bisa mencegah orang terinfeksi? mencegah penularan pada orang yang sudah terinfeksi?
Maka bisa dikatakan perjuangan untuk bebas dari Covid masih panjang. Hal yang perlu diperhatikan sekarang adalah 3M Vaksinasi. Oleh karenanya, walaupun pandemi masih berlangsung, tetapi situasi tetap terkontrol dan berada pada PPKM level 1.
Penulis: Bhakti Adzani dan Zhafira
Penyunting: Afifah Fauziah
Ilustrator: Rona Iffah