Pendidikan mahal menjadi salah satu isu yang tidak ada habisnya di dalam tubuh gerakan mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh permasalahan pendidikan yang makin memburuk tiap tahunnya. Mulai dari nihilnya transparansi keuangan kampus sampai ketidakjelasan kebijakan biaya kuliah saat pandemi. Permasalahan pendidikan mahal yang seolah tidak ada ujungnya salah satunya disebabkan oleh adanya neoliberalisme. Hal itu mewujud melalui otonomi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang semakin luas dan bergantung kepada mekanisme pasar.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Balairung berkesempatan untuk mewawancarai Eko Prasetyo. Ia dikenal sebagai seorang penulis dan pendiri Social Movement Institute (SMI), sebuah organisasi yang mewadahi anak muda di dalam gerakan aktivisme. Salah satu karyanya, Orang Miskin Dilarang Sekolah, menyoroti isu pendidikan mahal sebagai permasalahan sehari-hari kaum menengah ke bawah. Dalam wawancara ini, Eko memberikan pandangannya terhadap strategi gerakan mahasiswa dalam mengawal isu pendidikan mahal serta permasalahan yang meliputinya.
Apa kendala yang dihadapi mahasiswa di dalam gerakan menuntut pendidikan murah?
Secara historis, ada tiga komponen yang menjadi permasalahan mendasar. Pertama, permasalahan struktural seperti kebijakan kampus yang tidak cukup mengakomodasi protes mengenai pendidikan mahal. Kedua, secara kultural, permasalahan muncul karena lemahnya pengorganisasian. Lemahnya pengorganisasian terjadi sebab dominasi kelas menengah ke atas di kampus yang tidak memiliki permasalahan biaya. Selain itu, gerakan mahasiswa juga belum mampu untuk mengajak pihak yang berkepentingan seperti orang tua mahasiswa dan dosen-dosen progresif. Ketiga, pada tingkatan kebijakan, baik di undang-undang maupun ketentuan perguruan tinggi, tidak ada perkataan secara eksplisit bahwa biaya pendidikan harus murah. Ketentuan tersebut hanya ada di preambule Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang masih harus ditafsirkan secara lebih jauh.
Dari ketiga permasalahan tersebut, bagaimana kira-kira solusi yang dapat digunakan oleh gerakan mahasiswa?
Pertama, Mahasiswa harus berani melakukan protes. Hal ini penting karena saat ini mahasiswa sering kali takut untuk melakukan protes akibat banyaknya sanksi yang diberikan oleh PTN. Apalagi dengan momentum pandemi, banyak orang melakukan protes terhadap beban biaya yang meningkat, tetapi sedikit yang mengorganisir. Protes-protes tersebut harus dikonsolidasikan sehingga kekuatannya berlipat ganda. Kedua, gerakan mahasiswa harus memiliki riset yang memadai tentang biaya pendidikan. Ada banyak skripsi tentang biaya pendidikan tinggi. Itu, menurut saya, penting untuk dianalisis satu demi satu sehingga dapat menjadi bahan yang memadai untuk mendorong kebijakan pendidikan yang murah. Ketiga, mahasiswa harus melihat dampak ideologis dengan adanya pendidikan mahal ini dan konsekuensinya. Dengan penelitian dan komparasi yang ada, gerakan mahasiswa dapat mempunyai basis yang memadai untuk melakukan perlawanan. Keempat, gerakan mahasiswa juga harus melibatkan pihak-pihak terkait. Misalnya mahasiswa dapat mendorong lahirnya transparansi proyek-proyek PTN yang berkolaborasi dengan lembaga donor. Keterbukaan informasi ini nantinya dapat membuktikan bahwa kampus sebenarnya dapat menanggung biaya.
Bagaimana pengaruh relasi kuasa di kampus terhadap proses advokasi dan riset terhadap pendidikan murah?
Permasalahan relasi kuasa di lingkungan kampus itu semakin hari semakin familiar menurut saya, yaitu patriarkis dan patronase. Mahasiswa sering kali diibaratkan sebagai seorang anak yang harus diasuh, diawasi, dan dikontrol. Hal ini berbahaya karena tuntutan progresif dapat ditaklukan oleh relasi ini. Struktur relasi yang buruk ini juga kemudian dipercaya oleh mahasiswa. Hal tersebut berdampak pada gerakan mahasiswa. Jika dulu pengorganisasian mahasiswa jelas seperti struktur pemerintahan, sekarang peta tubuh gerakan di kampus menjadi majemuk. Hal ini terjadi sebab kampus juga memobilisasi mahasiswa, misalnya mereka yang prestasinya tinggi. Ini membuat antar mahasiswa saling bertempur dan tuntutan-tuntutan struktural tidak memiliki pintu masuk. Mahasiswa harus mengonsolidasikan kekuatan-kekuatan yang ada baik dari kampus, mahasiswa, dosen progresif, dan kelompok yang berkutat dengan isu pendidikan murah. Dengan demikian, gerakan mahasiswa dapat menciptakan isu pendidikan mahal sebagai isu yang mendasar dan berjangka panjang.
Menurut Anda, bagaimana seharusnya mahasiswa memposisikan diri terhadap isu pendidikan murah jika dibandingkan isu-isu nasional?
Gerakan mahasiswa dibesarkan sebagai kekuatan oposisi kekuasaan. Pada masa orde baru, gerakan mahasiswa muncul karena kutub-kutub oposisi mati. Kondisinya berbeda dengan sekarang. Kekuatan jalanan mulai dari gerakan petani, buruh, dan masyarakat sipil lainnya sangat aktif dan majemuk. Oleh karena itu, gerakan mahasiswa saat ini penting untuk fokus kepada isu-isu kampus yang dekat dengan kehidupan mahasiswa. Belakangan ini, isu mahasiswa seperti kebebasan akademik, pembredelan pers, dan plagiasi oleh rektor menjadi isu nasional. Meskipun begitu, hal yang menarik adalah isu pendidikan mahal tidak menjadi isu nasional. Salah satu aspek kuncinya adalah gerakan mahasiswa belum melihat isu ini sebagai permasalahan mendasar. Oleh karenanya, mahasiswa harus menjadikan isu pendidikan mahal sebagai perlawanan sehari-hari.
Banyak tuntutan mahasiswa yang selalu berulang, seperti penurunan UKT dan transparansi. Sering kali membuahkan hasil yang sama, nihil. Menurut Anda, bagaimana seharusnya mahasiswa memformulasikan tuntutannya?
Menurut saya, tuntutan tidak harus teknokratis dan tidak harus sangat instrumental. Kemarin tuntutannya besar dan kita membuat bahasa itu menjadi bahasa yang sangat ilmiah, sampai-sampai membuat seperangkat angka tertentu. Nah, tuntutan ini harus dibuat sesederhana mungkin komunikasinya. Kita butuh bahasa yang lebih populer untuk mengajak semua orang agar paham. Masalahnya, mahasiswa saat ini inginnya aksi lalu berubah seketika. Padahal, ini harus bertahap menurut saya. Saat ini, tuntutannya lebih kepada proses penyadaran dan harus mengajak dulu orang-orang untuk mau terlibat di isu ini. Kalau ajakan tidak berisiko dan mahasiswa sudah berani, baru ditanamkan ideologinya dan sadarkan kondisinya.
Siapa saja pemangku kepentingan yang bisa dihimpun dukungannya?
Saya rasa ada banyak pemangku kepentingan kampus. Menurut saya, yang paling mendasar adalah orang tua mahasiswa. Pandemi kemarin sebenarnya merupakan kesempatan penting untuk mengajak orang tua. Mengapa tidak ada upaya mobilisasi surat yang ditandatangani oleh para orang tua. Kalau orang tua diajak, maka simbolnya kuat seperti melawan kampus dengan simbol kekeluargaan tadi kira-kira. Kemudian mahasiswa harus mengajak masyarakat yang lebih luas seperti sektor buruh dan sektor petani, yang selama ini dianggap mahasiswa sebagai sektor-sektor progresif.
Adakah hak yang dimiliki atau yang dapat mendukung mahasiswa untuk menuntut pendidikan murah?
Ada banyak ketentuan di undang-undang pendidikan. Undang-undang HAM juga menjamin adanya kebebasan menyatakan pendapat. Apalagi Tri Dharma Perguruan Tinggi salah satu isinya adalah pengabdian kepada masyarakat. Itu artinya keberpihakan perguruan tinggi ada di masyarakat. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah menempatkan mahasiswa sebagai kekuatan historis yang mendorong pendidikan tinggi harus berpihak kepada kepentingan rakyat. Di samping itu, mahasiswa juga bertugas untuk melakukan pembaharuan sosial dengan menyusun kembali cetak biru peran dan fungsi pendidikan tinggi.
Bagaimana peran media massa baik konvensional maupun digital di dalam menopang gerakan mahasiswa dalam menuntut pendidikan murah?
Menurut saya penting sekali. Sebab, perguruan tinggi saat ini sangat kompetitif, citra menjadi aspek penting. Citra tersebut ditentukan melalui pemberitaan. Tugas pers mahasiswa adalah mengangkat persoalan-persoalan kampus dan menuntut pihak-pihak yang ada untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Apa ada gerakan alternatif selain demonstrasi yang efektif dalam mengawal isu pendidikan murah, terutama di kala pandemi?
Dalam mengawal isu pendidikan mahal, kita dapat membuat hotline yang menerima keluhan dari orang tua mahasiswa. Lalu, gerakan mahasiswa juga harus melakukan kampanye. Misalnya, kampanye yang menyadarkan bahwa para pemimpin negara saat ini dapat berhasil karena biaya pendidikan dulu murah. Penyadaran merupakan hal penting yang dilakukan mahasiswa saat ini, baik dengan menciptakan narasi, membangun kisah, atau membuat pemberitaan.
Penulis: Renova Zidane Aurelio
Penyunting: Tariq Fitria Aziz
Ilustrator: Leo Reynaldo