“Hidup mahasiswa! Hidup Buruh!” kalimat tersebut nyaring diteriakkan oleh lebih dari enam ribu massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB). Mereka melakukan aksi bertajuk Jogja Memanggil pada Kamis (08-10). Massa gabungan terdiri atas mahasiswa UGM, UNY, ISI Yogyakarta, UMY, dan UPN Veteran Yogyakarta. Selain itu, massa juga berasal dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Social Movement Institute, dan organisasi lainnya. Massa aksi mulai memadati Bundaran UGM sejak pukul 09.30 WIB.
Latar belakang diadakannya aksi ini adalah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) oleh DPR pada Senin (05-10). Sulthan Farras, Ketua BEM KM UGM, mengatakan aksi ini dilakukan sebagai perlawanan rakyat. Menurutnya, kemarahan rakyat timbul karena tidak dilibatkannya rakyat dalam pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). “Ini cara terakhir kami untuk melawan,” jelasnya.
Pada pukul 10.50 WIB, mobil komando mulai bergerak meninggalkan Bundaran UGM menuju Gedung DPRD DI Yogyakarta. Revo, humas ARB, mengatakan mereka bersepakat memilih jalur yang lebih panjang dari aksi-aksi sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menyebarkan pesan horizontal yang lebih luas kepada masyarakat sehingga tergugah untuk mengikuti gerakan ini. Sesuai dengan tuntutan mereka, Revo menjelaskan bahwa Gedung DPRD adalah sasaran dari aksi Jogja Memanggil. “Gedung DPRD adalah simbol dari negara,” katanya.
Massa aksi berjalan sambil meneriakkan yel-yel “Cabut Omnibus Sekarang!” dan “Revolusi!” mengikuti arahan mobil komando. Sepanjang perjalanan, massa aksi terus menyahuti teriakan orator. “Kita tidak akan mundur sampai UU Ciptaker dicabut!” seru Adi dalam orasinya. Sementara itu, ia juga menghimbau massa aksi agar tetap waspada dan menjaga keamanan jalannya aksi.
Sesampainya di Tugu Pal Putih, massa aksi berhenti sejenak untuk beristirahat dan menggelar konferensi pers. Dalam konferensi pers, Lusi selaku humas ARB menjelaskan tidak ada tuntutan secara spesifik pada aksi kali ini. Ia mengatakan bahwa tujuan dari aksi ini adalah mendorong masyarakat untuk mendukung gerakan dalam rangka menyeret turun rezim Jokowi-Ma’ruf Amin. Menurutnya, rezim yang berkuasa saat ini adalah rezim otoriter. “Hal ini dibuktikan dengan sahnya UU Ciptaker, ketika rakyat sedang kesusahan karena pandemi,” tandasnya.
Tak lama, massa aksi kembali melanjutkan perjalanan menuju gedung DPRD DIY. Diiringi lagu Darah Juang, pada pukul 13.00 WIB, massa aksi tiba di depan gedung DPRD DIY. Kedatangan massa aksi dari Bundaran UGM ini disambut oleh massa aksi yang sebelumnya telah berkumpul di depan gedung DPRD. Serikat buruh tersebut terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, dan – Dewan Pimpinan Daerah, Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi.
Menurut Siswanto, seorang partisipan aksi dari Serikat Buruh PT. Pioneer Beton Industri Kasbi, UU Ciptaker harus dibatalkan. Menurutnya hal ini dikarenakan UU tersebut merupakan penindasan terhadap buruh. “Sebelumnya saja sudah ditindas, apalagi setelah adanya UU ini,” tandasnya.
Menanggapi aksi tersebut, Lubis, seorang pedagang di pelataran Jalan Malioboro, mengaku bahwa aksi berdampak pada penjualannya hari ini. Namun, ia tetap mendukung aksi yang menolak UU Ciptaker ini. “Saya menolak adanya UU yang merugikan rakyat kecil ini,” tegasnya.
Reporter: Jessica Syafaki M, Isabella, Megantara Massie, Muh. Fadhilah, Haris Setyawan, Muhammad Hasbul Wafi, Veronica Ayu Pangestika
Penulis: Maghvira Arzaq Karima
Penyunting: Anggriani Mahdianingsih
Fotografer: Fata Nur Fauzi