Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILAS

Aksi saat Pandemi, Massa Aksi di Jakarta Dihadang Polisi

Oktober 9, 2020

©Rizky/Bal

“Istana siapa yang punya, istana siapa yang punya, istana siapa yang punya, yang punya kita semua!”, dinyanyikan oleh ribuan massa aksi yang berkumpul di depan Patung Kuda, Jakarta, pukul 12.55, Kamis (8-10). Massa aksi yang memadati persimpangan Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka ini terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil, di antaranya buruh, mahasiswa, dan pelajar. Massa aksi ini berkumpul menuntut pencabutan UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan oleh DPR pada Senin, 5 Oktober 2020.

Kiki, massa aksi dari Universitas Mercu Buana mengatakan bahwa tujuan aksi mereka adalah ke Istana Merdeka. “Tapi karena sudah diblokade, kami berhenti di Patung Kuda,” katanya. Di sebelah utara Patung Kuda, terlihat polisi memblokade jalan dengan menggunakan kawat berduri, diikuti dengan tameng, dan mobil water cannon. Saat ditanya bagaimana tanggapannya terhadap aksi di tengah pandemi, Kiki justru membalik fokusnya pada DPR yang melakukan sidang pengesahan UU Ciptaker di saat pandemi. “Justru mereka sendiri yang setelah sidang malah dinyatakan positif.”

Farcad, seorang mahasiswa, juga mengalami hal yang sama dengan Kiki. Dia mengaku bahwa jalan yang ia lewati bersama teman-temannya dari arah Kebayoran Baru ditutup oleh polisi. “Kami tadi putar balik, ujung-ujungnya blokade, jadi kami terabas saja,” terangnya. Saat ditanya lebih lanjut mengenai blokade yang dilakukan polisi, ia mengaku tidak mengetahui alasannya.

Aksi penolakan UU Ciptaker di Jakarta tidak hanya berlangsung di Patung Kuda saja. Massa aksi terpecah di beberapa titik, di antaranya Patung Kuda, Tugu Tani, Pasar Senen, Harmoni, dan Bundaran Hotel Indonesia. Hal ini disebabkan karena berbagai akses menuju lokasi utama aksi, yakni Istana Merdeka telah diblokade oleh polisi.

Pandemi dan masa PSBB DKI Jakarta yang belum selesai sampai tanggal 11 Oktober 2020 tidak membuat jumlah massa aksi menjadi sedikit. Setelah pukul 13.30, massa aksi terus berdatangan memadati Patung Kuda hingga ke arah timur hingga Tugu Tani, dan ke selatan hingga Tugu Jam M. H. Thamrin. Rifki, koordinator lapangan massa aksi Institut Pembina Rohani Islam Jakarta, STIE Insan Pembangunan, Universitas Az-Zahra, dan Aliansi Pelajar Tangerang, mengatakan ada 200-an massa aksi yang ikut bersamanya. Ia menjelaskan bahwa semangat berjuang bersama buruh membuat mereka bergerak meskipun pandemi, “Kami juga sudah bersepakat bahwa massa aksi harus memakai masker,” ucapnya.

Massa aksi yang tertahan di depan blokade di utara Patung Kuda terlihat mulai mengembangkan baliho bertuliskan “Ngumpul bareng rakyat pas kampanye doang” sambil berteriak, “DPR tukang curi”. Beberapa massa aksi juga meneriakkan, “Bubarkan negara, bangun dewan rakyat!”. Fathia, koordinator aksi Kontras, mengatakan bahwa rezim hari ini sudah tidak baik-baik saja dan sudah seharusnya diturunkan. “Kita sudah tahu bahwa judicial review belum tentu akan membuahkan hasil yang baik. Sudah saatnya untuk pembangkangan sipil,” tegasnya.

Gozali, massa aksi dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Litigasi, datang untuk beraspirasi bersama buruh, tani, dan mahasiswa. Gozali menyatakan bahwa UU Ciptaker ini lebih berbahaya daripada pandemi COVID-19. “UU ini sangat membahayakan masa depan kita, karena itu harus kita tolak,” tuturnya. Ibrahim, mahasiswa Universitas Brawijaya, menyatakan bahwa aksi massa saat pandemi adalah pertunjukkan hati nurani rakyat. Ia juga menegaskan kalau ia dan teman-temannya sudah paham akan risiko yang mungkin terjadi, apalagi aksi dilakukan di masa pandemi.

Selain oleh mahasiswa, aksi ini juga diikuti oleh pelajar dari berbagai sekolah. Sofyan, massa aksi dari STM se-Jabodetabek berbicara mengenai alasannya mengikuti aksi hari ini. “Anak STM juga rakyat. Kalau bukan kita yang muda-muda ini, siapa lagi?” ucapnya. Tyas, pelajar STM dari Bekasi mengatakan bahwa yang telah dilakukan DPR dan pemerintah adalah pengkhianatan terhadap rakyat. Menurutnya, pengesahan UU Ciptaker harus segera direspons dengan aksi massa, meskipun sedang dalam kondisi pandemi. “Yang penting tetap mengikuti protokol kesehatan saja, seperti memakai masker,” katanya.

Rombongan Serikat Pekerja Front Pembela Islam terlihat berjalan menuju Patung Kuda dari arah selatan untuk meramaikan aksi massa. Senada dengan mahasiswa dan pelajar, Ikhwan, selaku ketua umum menyatakan penolakkannya terhadap UU Ciptaker. “Kami menuntut Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Ciptaker,” tegasnya. Ikhwan merasa rezim ini berkonspirasi memanfaatkan masa pandemi untuk mengesahkan UU Ciptaker.

Tidak hanya diikuti oleh massa aksi yang tergabung dalam organisasi atau aliansi tertentu, terdapat beberapa massa aksi yang hadir secara otonom. Salah satunya Gilang, seorang pekerja serabutan asal Cempaka Putih. Gilang mengatakan bahwa ia tergerak mengikuti aksi untuk menegakkan keadilan. “Walaupun pandemi, saya tetap ikut aksi karena saya sayang pada negara,” katanya. 

Jumlah massa aksi di Patung Kuda terus bertambah. Di tengah barisan, terlihat beberapa massa aksi menyanyikan lagu dan terus berorasi. Sementara itu, di barisan terdepan massa aksi meneriakkan yel-yel sambil berusaha maju dan menembus blokade polisi agar bisa sampai ke Istana Merdeka. Sekitar pukul 14.20 WIB, blar! Polisi mulai menembakkan gas air mata.

Reporter: Alfredo Putrawidjoyo dan Alysia Noorma Dani
Penulis: Rizal Zulfiqri
Penyunting: Harits Naufal Arrazie
Fotografer: Rizky Ramadhika

Aksi Cabut UU Cipta Kerjamassa aksiUU Cipta Kerja
1
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM