©Axel/Bal
Amsal Ken Angrok
pelesat anak panah
menikam dada
getah
di mulutnya
dari Kakawin
Ken Endok
betis perut padi
diperkosa
Dewa Brahma
oh aku tak tahu Ken Endok
melahirkan anak
yang kasar tangan
di kaki belalangnya
mengalir air ketuban
pecah rahimnya
oh Ken Endok
apakah kau ingin menangis?
aku saja ingin menggunting
tali pusar anakmu
yang tak lepas itu
ia Ken Angrok
Ken Angrok cucu Adam
gelinang sabar
kau peram
tapi kau tinggalkan
bersama semak belukar
Ken Endok
sebenarnya kaulah
anak panah itu
melesat, menikam
dadamu sendiri
kesalahan itu tertanam
di jantungmu
dari dadamu
kau cabut anak panah
sobek daging
tak izinkan
kau mati
Ken Endok
dagingmu tumbuh kembali
darah tak berpejam
Ken Angrok
melolosi umur
menyimpan
lingkar lubang
di bawah pusarmu
Yogyakarta, 2018
Amsal Putri Hijau
kudengar tembakan
selengkung telinga ini
amarah adik
desing peluru
meniup angin
dalam hijau bulan
kecantikanku
menggetarkan
dada Sultan
tapi, cintanya
menuliskan
peperangan
seekor naga
dan buntung
meriam
kuturuti mau kakak
agar harga diri istana
selalu sentosa
ketika kapal
di ujung Jambo Aye
kumohon Sultan
adakan upacara
kupinta peti
berkarung beras
beribu telur
Sultan,
kupersilakan kau
memasukkanku
permaisuri
ke dalam peti
tetapi, ribut angin
menggusarkan
lamunan
ganas gelombang
saudara-saudaraku
yang menentang
kakak, tolonglah aku!
seekor ular besar
menenggelamkan
hijau bulan
Sultan,
panjang nafsumu
takkan masuk
ke basah guaku
seluruh genggam
takkan memetik
buah dadaku
kau tahu,
ular itu telah berpesan
ke Meriam Buntung
yang menjaga istana
tak masalah
membawaku
karena lain bulan
kan menghijaukan
rumah-rumah
Yogyakarta, 2018
Pernikahan Hujan
di tanah Karo ini
Biring Manggis
semerdu kenangan
melagukan
siul burung
bagi rimbun
pohon
di kaki Gunung Sinabung
kau pernah memelukku
panjang ingatan
hutan-hutan
menerbangkan
apapun
aku tahu ibumu
pemetik buah
markisa
aku tahu ayahmu
mengguit ladang
dan sawah
sedang kau
tak pernah pulang
dari jauh rantau
dalam mendung cuaca
masam mukaku
ditabur
tepung bedak
hari ini,
aku akan
bersumpah hati
bersumpah janji
menjadi satu suci
bersih putih tudung
kasih dan
perasaan
pernikahan
sebuah prosesi
syariat Islam
dan wangi tradisi
suku Karo
tapi sebuah surat
menggetarkan bibir
kau berlayar
tak akan datang
lalu
seseorang tiba
membagi kabar
ada kapal tenggelam
di laut dalam
maka langit
menggerimiskan
pernikahan
menjadi hujan
Yogyakarta, 2018
Andre Wijaya
Lahir di Binjai, Sumatra Utara, 26 Oktober 1997. Senang menulis puisi dan sedang menempuh Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Gadjah Mada.