Sekolah Khusus Tunarungu Karnnamanohara terlihat penuh sesak Jumat (5/6) siang itu. Deretan lukisan di atas kanvas berjejer rapi di jendela. Benang gelasan menyatukan rangkaian gambar-gambar khas anak-anak dan lembaran kertas puisi. Anak-anak berpakaian oranye cerah juga mendominasi ruangan. Mereka terlihat antusias menunggu dimulainya acara Pentas Seni Write Your Heart yang diselenggarakan kelompok Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) pengabdian masyarakat UGM.
Pentas Seni Write Your Heart siang itu merupakan klimaks dari rangkaian program PKM berjudul sama. Sejak beberapa bulan sebelumnya, program yang digagas oleh lima mahasiswa UGM ini rutin melakukan pengabdian dengan mengajari anak-anak di Karnnamanohara. Kegiatan ini berlangsung setiap hari Jumat dalam beberapa bulan terakhir. Sejak awal, kelima mahasiswa ini berinisiatif untuk menggelar pentas seni dimana para siswa bisa bebas berekspresi. Acara-acara yang ditampilkan pada pentas seni ini disesuaikan dengan minat dan potensi para siswa, seperti seni drama, tari dan deklamasi puisi.
Dalam pentas seni ini, lima siswa SD Karnnamanohara dengan apik membawakan drama pendek yang mengundang decak kagum dan gelak tawa penonton. Drama ini mengisahkan lima siswa yang memiliki cita-cita berbeda, yakni menjadi penulis, koki, fotografer, dosen dan polisi. Drama ini sederhana, hanya menceritakan bahwa rajin pergi ke sekolah dan belajar adalah kunci meraih cita-cita. Pun demikian, ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan oleh para punggawa Write Your Heart. Gunisya Kartika Sari, ketua PKM ini, bercerita bahwa cita-cita anak-anak di Karnnamanohara adalah menjadi supir truk maupun penjual kerudung. Hal ini karena mereka asing dengan berbagai cita-cita lain yang sebenarnya bisa mereka kejar. “Kami ingin menunjukkan bahwa mereka sebenarnya juga bisa menjadi fotografer, pelukis, penulis atau yang lainnya,” tambah mahasiswi yang akrab disapa Tika ini.
Kelompok siswa Karnnmanohara yang tampil berikutnya adalah empat orang gadis kecil yang membawakan Tari Piring. Para penari berpakaian merah dan hijau ini dengan lihai menari di panggung dengan iringan musik tradisional. Penampilan terakhir adalah deklamasi puisi bertajuk “Ibu” yang dibawakan oleh enam orang siswa. Puisi ini merupakan hasil karya asli para siswa yang sebelumnya bahkan tidak pandai menulis puisi. “Ini adalah salah satu hasil dari proses belajar selama beberapa bulan ini,” tutur Tika yang terlihat berkeliling ruangan dan mengarahkan anak-anak sepanjang acara. Ia menambahkan bahwa tim PKM juga meminta anak-anak difabel untuk menulis buku harian agar lebih lihai menulis. Keenam siswa yang berdeklamasi dengan iringan lagu “Bunda” versi instrumental ini mendapat tepuk tangan dari penonton yang memadati Karnnamanohara.
Selama menjalankan rangkaian program Write Your Heart ini, Tika melihat bahwa ada kecenderungan anak difabel untuk bergaul dengan sesama difabel. Hal ini membuat anak difabel kurang berinteraksi dengan masyarakat. Tika berharap bahwa pentas seni ini bisa meningkatkan interaksi antara anak difabel dengan masyarakat. Selain itu, ia juga ingin agar masyarakat bisa melihat bahwa anak difabel juga punya potensi seperti halnya anak lain. “Kami ingin menunjukkan pada masyarakat bahwa anak-anak difabel juga punya kemampuan,” jelas Tika.
Upaya menjembatani masyarakat dengan anak-anak difabel ini cukup berhasil. Hal ini terlihat dari banyaknya penonton yang hadir dan kesediaan sebagian dari mereka untuk berinteraksi secara verbal dengan anak-anak difabel. Selain itu, acara-acara yang ditampilkan tidak hanya mendapat tepuk tangan penonton, tapi juga bisa mengundang empati penonton. “Melihat mereka, kadang saya jadi malu pada diri sendiri,” aku Widyashri Dian Maharani, salah seorang penonton yang hadir siang itu.
Acara yang berdurasi selama hampir dua jam ini ditutup pada pukul tiga sore. Para siswa yang telah unjuk kemampuan, berjejer rapi di panggung. Masing-masing dari mereka diberi setangkai mawar oleh tim PKM Write Your Heart. Setelah itu, anak-anak lain yang telah terlibat dalam program ini juga naik ke panggung untuk menerima buannga mawar. Di penghujung acara, anak-anak ini mempersembahkan setangkai mawar tersebut kepada orang tua mereka sambil diiringi nyanyian lagu “Bunda”. [Anggita Triastiwi]