Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah berkembang begitu pesat di berbagai sektor, termasuk di sektor kesehatan. Salah satu pengaplikasiannya adalah rekam medis terkomputerisasi atau rekam kesehatan elektronik. Kegiatannya mencakup komputerisasi isi rekam kesehatan dan proses yang berhubungan dengannya.
RKE mempunyai banyak manfaat, di antaranya memudahkan penelusuran dan pengiriman informasi dan membuat penyimpanan lebih ringkas. Dengan demikian, data dapat ditampilkan dengan cepat sesuai kebutuhan. Pencatatan rekaman medis secara digital harus diketahui cara sistem pencatatnnya dan perlu dikembangkan demi memajukan pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien sehingga dapat menurunkan angka kesalahan kerja medis. Peningkatan keselamatan pasien (patient safety) adalah manfaat utama yang hendak dicapai rumah sakit bila mereka mengadopsi RKE. Hampir semua responden menganggap peningkatan keselamatan pasien bisa direalisasikan.
RKE dapat menyimpan data dengan kapasitas yang besar, sehingga dokter dan staf medis mengetahui rekam jejak dari kondisi pasien berupa riwayat kesehatan sebelumnya, tekanan darah, obat yang telah diminum dan tindakan sebelumnya sehingga tindakan lanjutan dapat dilakukan dengan tepat dan berpotensi menghindari medical error. Namun, yang menjadi masalah, mengapa proses adopsi inovasi RKE di Indonesia berjalan lambat? Selain itu, bagaimana mempercepatnya?
Beberapa rumah sakit di dunia telah berhasil mengimplementasikan RKE pada area penelusuran pasien, staf medis, peralatan medis dan area aplikasi lainnya. Di Amerika Serikat dan Eropa, alasan utama dari pengadopsian teknologi RKE adalah untuk meningkatkan daya saing bisnis dengan melakukan peningkatan keselamatan pasien dan menurunkan medical error. Dua rumah sakit di Singapura dan diikuti oleh lima buah rumah sakit di Taiwan juga telah mengimplementasikan RKE.
Akan tetapi, pemicu dari penerapan RKE di negara tersebut adalah untuk mereduksi gejolak sosial di masyarakat akibat pandemi SARS pada tahun 2003. Setelah pandemi SARS dapat dieliminasi, dalam perkembangannya, ternyata sebagian rumah sakit tersebut mengembangkan RKE untuk mendapatkan manfaat yang bersifat tangible. Contohnya, untuk mereduksi biaya dan waktu operasi maupun yang bersifat intangible seperti meningkatkan kualitas pelayanan medis dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi (mulai dari penuh sampai parsial) (Wang etal., 2005 dan Tzeng et al., 2008).
Kontras dengan kondisi di Indonesia, penggunaan RKE belum diadopsi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Padahal penyebaran yang cepat dan dramatis dari penyakit telah meningkat beberapa tahun terakhir ini. AIDS/HIV, demam berdarah, flu burung (SARS) dan pandemi lainnya telah mempengaruhi Indonesia diikuti dengan banyaknya penderita yang meninggal.
Joseph Domenech (2008) dari FAO chief veterinary officer menyatakan bahwa ârata-rata tingkat kematian dari flu burung di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia dan akan lebih menyebar lagi pada manusia jika mereka tidak berfokus pada kandungan penyakit dari sumber hewan dan pencegahannyaâ (FAOnewsroom, 2008). Beberapa rumah sakit di Indonesia telah berusaha mencegah kemungkinan penyebaran tanpa bantuan teknologi seperti RKE. Ini menunjukkan bahwa terjadi hambatan dalam pengadopsian RKE di rumah sakit Indonesia.
Alasan mengapa RKE tidak berkembang cepat adalah tidak adanya hukum yang jelas. Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana perlindungan rumah sakit jika terjadi tuntutan dari pasien. Bagaimana keabsahan dokumen elektronik? Jika terjadi kesalahan dalam penulisan data medis pasien, apakah perangkat elektronik memiliki fasilitas log untuk tetap dapat mencatat data yang telah dimasukkan sebelumnya sehingga tetap bisa dikenali siapa yang memasukkan data tersebut serta jenis data yang akan diganti?
Aspek regulasi dan legal memang tidak dapat menandingi kecepatan kemajuan teknologi informasi. Depkes memublikasikan Permenkes no 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis sebagai pengganti Permenkes 749a/Menkes/Per/XII/1989. Namun, peraturan ini tidak memberikan penjabaran secara rinci tentang rekam medis elektronik. Hanya disebutkan bahwa penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri (Pasal 2 ayat 2). Di sisi lain, masyarakat banyak berharap dengan UU ITE yang baru saja disahkan oleh DPR. UU tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan hukum terhadap transaksi elektronik. Namun, tentulah, mengharapkan UU ITE sebagai dasar pelaksanaan rekam medis elektronik saja tidak mencukupi.
Untuk mendorong minat dan adopsi RKE, manfaat dan potensinya harus terus menerus disosialisasikan. Sebagai contoh, dengan jalan menunjukkan kelebihan RKE dalam menyimpan data medis multimedia yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja, kendati pun belum ada RKE yang benar-benar sempurna. Sosialisasi RKE harus dilakukan secara terus menerus dan memerlukan inisiatif tingkat nasional. Jika pemerintah serius menjadikan RKE sebagai kunci untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
Ahadia Dini Yunisar
Mahasiswa Fakultas MIPA Vokasi Prodi Rekam Medis 2012
2 komentar
Assalamu’alaykum đ
Mbak saya mau bertanya,,
Apakah di dalam UU ITE sudah ada penjelasan terkait RKE ??
Terima Kasih
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai komponen elektronika. Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai ilmu elektronika yang bisa anda kunjungi di http://www.elektronika.gunadarma.ac.id