Minggu (9/12), Gedung Kesenian Koesnadi Hardjosoemantri (Purna Budaya) UGM mendapat sentuhan dekorasi yang semarak. Lampion-lampion bergantungan di penjuru langit gedung. Di antara lampion-lampion itu terdapat bendera Indonesia dan Korea Selatan saling berdampingan. “Selama ini orang-orang tahunya hanya Jepang dan Cina yang punya lampion, tapi gak banyak yang tahu kalau Korea juga punya,” ucap Darynaufal Mulyaman Ketua Panitia Korean Day 2012. Sesuai dengan dekorasinya, tema Korean Day kali ini ialah “Lantern Festival”. Acara ini berlangsung dari 8 hingga 9 Desember.
Korean Day adalah festival yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Korea (HIMAKA) Vokasi dan Himpunan Mahasiswa Korea (HIMAHARA) S1. Kerjasama ini telah berhasil menyelenggarakan Korean Day untuk keempat kalinya. “Korean Day pertama kali diadakan tahun 2008. Ide ini berawal dari mahasiswa Jurusan Sastra Korea Vokasi. Tujuannya untuk memperkenalkan budaya Korea bagi masyarakat, khususnya masyarakat Yogya,” papar Mahasiswa Jurusan Sastra Korea 2011 ini.
Saat ditanyai apakah Korean Day bentuk dari demam K-pop, Darynaufal menanggapi dengan ringan. “Memang kita tidak menampik kalau K-pop itu lagi booming, tapi kita disini berusaha menampilkan sisi lain dari budaya Korea,” ujarnya. Menurutnya, acara ini bukan hanya sekedar untuk mengakomodir pecinta K-pop, tetapi juga berusaha untuk mengenalkan budaya Korea kepada masyarakat.
Upaya pengenalan budaya korea tampak dari stand-stand yang tersedia di dalam gedung. Ada stand Samulnori, Hanbok, Korean Traditional Dance, Korean Culture and Games, serta Korean Food and Snacks. Stand Samulnori misalnya, di sini kita akan diberi latihan singkat bagaimana menggunakan Samulnori, alat perkusi seperti gendang khas Korea. Ada juga stand Hanbok yang menyediakan layanan foto dengan berpakaian tradisional ala Korea (Hanbok).
Selain mengadakan stand, festival ini juga menyuguhkan hiburan yang mampu menginterpretasikan budaya Korea. Seperti tari Buchaechum, tari kipas yang merupakan tarian Korea terkenal di mancanegara. Tari ini menampilkan penari dengan Hanbok yang cerah berwarna dominan pink. Selain tari Buchaechum, ditampilkan juga Tari Pedang Korea yang lebih energik. Serta menampilkan Thalcum, yang merupakan pertunjukan topeng ala Korea.
Tetapi, bukan Korean Day jika tidak ada nuansa K-popnya. Festival ini pun mengadakan Korean Dance Competition (KDC) dan Korean Sing Competition (KSC) dimana semua pesertanya bersifat umum. Kriteria tarian dan lagu yang akan dilombakan bebas asalkan memiliki unsur Koreanya. Seperti lagu yang harus berbahasa korea dan tarian yang mencirikhaskan “Negeri Ginseng” ini. Untuk tarian, peserta membentuk kelompok (tim) yang menampilkan modern dance. Sebagian besar menampilkan modern dance dalam bentuk cover dance dari suatu music video boyband atau girlband Korea.
Selain menampilkan budaya tradisional dan K-pop, salah satu daya tarik acara ini adalah hadirnya mahasiswa exchange Korea. Untuk mengajak mahasiswa exchange dari Korea ternyata cukup sulit. Hal inilah yang menjadi kendala. “Untuk mendatangkan mereka kita sampai harus melakukan lobbying terus-menerus, karena orang Korea terkenal pemalu. Mereka merasa sungkan dan cenderung menutup diri,” jelasnya.
Korean Day ini tidak hanya berfokus pada hiburan. Acara ini juga menyelenggarakan seminar yang dilaksanakan di Gedung Auditorium Fakultas Ilmu Budaya (FIB), dengan tema “Mengembangkan Kesuksesan Diri Melalui Kepemimpinan ala Korea”. Seminar ini dilaksanakan saat hari pertama Korean Day berlangsung dari pukul 09.00 – 11.30 WIB. Sedangkan acara festival di gedung Purnabudaya berlangsung mulai pukul 13.00 – 21.00 WIB.
Peminat dari festival ini terbilang ramai. Terlihat kantung parkir Gedung Purnabudaya sesak dipenuhi kendaraan pengunjung. Menurut salah satu pengunjung, Myke Ananda Astria, Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang 2010, pengelolaan parkir masih kurang baik. Masih banyak kendaraan yang parkir tidak teratur dengan tidak adanya petugas jaga parkir yang cukup. Ia juga mengeluhkan panasnya ruangan dalam Gedung Purnabudaya karena stand-stand yang ada menutupi setiap sisi luar gedung yang terbuka. Akibatnya sirkulasi udara kurang lancar dan udara menjadi panas ditambah sesaknya pengunjung. “Tetapi secara keseluruhan, baik konsep acara maupun tema sangat menarik,” pungkasnya. [Agung Hidayat, Rizky Nabila F.]