Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua...
Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam...
Kota Batik yang Tenggelam
Titah AW: Jurnalisme Bisa Jadi Kanal Pengetahuan Lokal
Membumikan Ilmu Bumi
Kuasa Kolonial Atas Pangan Lokal
Anis Farikhatin: Guru Kesehatan Reproduksi Butuh Dukungan, Bukan...
Tangan Tak Terlihat di Balik Gerakan Rakyat
Tantangan Konservasi dan Pelestarian Lingkungan dalam Diskusi Ekspedisi...
LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILAS

Olah Singkong, Solusi Ketahanan Pangan

Oktober 18, 2012
©Yoga.bal

©Yoga.bal

 

“Sudah saatnya masyarakat Indonesia tidak tergantung dengan beras!” Demikian kata ­­­­Ir. Asikin Chalifah, kepala Badan Pertahanan Pangan (BPP) DIY. Hal itu ia ungkapkan dalam diskusi terbatas bertajuk “Pangan Kita untuk Pangan Dunia” di Toko Cokro Tela Jl. HOS Cokroaminoto Yogyakarta pada Selasa (16/10). Acara ini dilaksanakan oleh para pelaku usaha berbahan baku pangan lokal Yogyakarta untuk memperingati Hari Pangan Sedunia ke-32.

Sebagai pembicara, Asikin mengungkapkan bahwa pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras tergolong masih tinggi. Berdasar data BPP, rata-rata konsumsi masyarakat mencapai 139,5 Kg/orang/hari. Jumlah tersebut tidak cukup dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang sebagian besar hanya berasal dari Pulau Jawa saja. Apalagi produksi beras Indonesia akhir-akhir ini mengalami penurunan karena perubahan iklim yang tidak jelas dan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan. “Pemerintah masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia lemah dari sisi ketahanan pangan,” ujar Asikin.

Berdasar realitas tersebut, pemerintah melalui BPP mengupayakan ketahanan pangan dengan mengintensifkan pengembangan komoditas pangan lokal yang ada. Masyarakat Indonesia mulai diarahkan untuk mengkonsumsi makanan yang menjadi komoditas daerah setempat. Misalnya di Gunung Kidul, jumlah produksi singkong di Kecamatan Paliyan mencapai 80.000 ton setahun. BPP membimbing masyarakat setempat untuk mengolah singkong menjadi Mocaf (Modified Cassava Flour), yaitu modifikasi singkong menjadi tepung yang mampu mensubstitusi terigu hingga 20%-100%. “Kedepannya, saya berharap Mocaf dapat mengganti tepung terigu yang produksinya tidak dapat dipenuhi di dalam negeri,” ungkap Asikin.

Senada dengan Asikin, Bonny Tello, pemilik Merica Singkong Resto sekaligus pembicara selanjutnya mengungkapkan perlunya peningkatan derajat pangan lokal di Indonesia. “Saat ini singkong masih dianggap sebagai makanan rendahan. Jauh lebih rendah dibandingkan terigu yang komoditasnya tidak berasal dari Indonesia,” ujar Bonny. Selama ini singkong-singkong di Indonesia hanya dijual tanpa diolah terlebih dahulu. “Padahal jika dieksplorasi dengan cara apapun, singkong rasanya sudah sangat enak,” ungkap Bonny.

Hingga saat ini, produk olahan yang berasal dari singkong sangat beragam. Sebut saja Cokro Tela, toko yang menyediakan oleh-oleh singkong yang diolah menjadi kue, camilan, hingga roti. Selain itu, ada Kraton Tela dengan produk utama brownies yang menjamin 100% bahannya berasal dari singkong. Juga Tela Krezz yang mengemas singkong menjadi makanan ringan beraneka rasa. “Produk-produk olahan tersebut tidak lagi terlihat sebagai telo yang rendahan,” kata Bonny.

Di akhir acara, Bonny dan pelaku usaha lain berharap pangan lokal kelak menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia.“Prinsip kami, witing mulyo jalaran soko telo –datangnya kemuliaan berawal dari singkong,” ujar Bonny. [Khairul Arifin]

KEDAULATAN PANGANLOKALPANGANpers mahasiswa balairung
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua...

Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam...

Tantangan Konservasi dan Pelestarian Lingkungan dalam Diskusi Ekspedisi...

LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di...

Diskusi dan Perilisan Zine Maba Sangaji Basuara, Tilik...

Diskusi Buku dan Budaya, Soroti Peran Sastra Melawan...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua Bukan Tanah Kosong

    November 24, 2025
  • Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam Sikapi Diskriminasi

    November 24, 2025
  • Kota Batik yang Tenggelam

    November 21, 2025
  • Titah AW: Jurnalisme Bisa Jadi Kanal Pengetahuan Lokal

    November 21, 2025
  • Membumikan Ilmu Bumi

    November 21, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM