Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • APRESIASI
    • LAPORAN UTAMA
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Pos Teratas
Polisi Terduga Pelaku Penyiksaan Terdakwa Kasus Salah Tangkap...
Rancangan Belum Matang, Rektorat Klaim Sistem UKT Baru...
Sekat Gender dalam Perburuhan Sawit di Kalimantan
Cita-Cita Karima
SSPU Tetap Jalan, Aksi Tolak Uang Pangkal Hasilkan...
Habis SSPI, Terbitlah SSPU dalam Dialog Panas Mahasiswa...
Peringati Hari Perempuan Internasional, Massa Aksi Kecam Diskriminasi...
Aksi IWD Yogyakarta Suarakan Perjuangan Melawan Patriarki
Demotivasi: Alat Menyingkap Motivasi yang Manipulatif
Dampak Neoliberalisasi, Mahasiswa Tak Lagi Berfokus pada Gerakan...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • APRESIASI
    • LAPORAN UTAMA
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • KAJIAN
    • WAWASAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARLAPORAN UTAMA

Pujale Menuai Keluhan

Januari 21, 2012
Istimewa

Istimewa

“Telah dibuka, Pusat Jajan Lembah UGM”, begitu bunyi tulisan di spanduk yang tergantung di depan parkiran lembah UGM. Sejak 2 Januari 2012 lalu, pedagang usaha kecil (PUK) yang tadinya berjualan di pinggiran jalan kawasan Lembah Bawah (depan Fakultas Peternakan) dan kawasan Lembah Atas (depan Fakultas Hukum) dilarang berjualan di tempat biasanya. Mereka diberi tempat berjualan baru di Pusat Jajan Lembah (Pujale) yang berlokasi di timur parkiran lembah UGM.

Pujale dikelola oleh Koperasi Keluarga Gadjah Mada (Kokelgam). Pusat jajan ini didirikan sebagai bagian dari program besar UGM, yaitu peningkatan kualitas layanan jasa boga di lingkungan kampus. Dr. Jamhari, S.P., M.P., ketua Kokelgam, menyatakan bahwa pemindahan pedagang dilakukan untuk menata jalan-jalan di UGM agar ramah pejalan kaki dan pesepeda. Pemindahan juga dimaksudkan agar pedagang menjadi lebih bersih dan teratur. “Beda dengan universitas lain yang menggusur para PUK. Kita kan universitas kerakyatan, jadi kita hanya memindahkannya ke tempat yang seharusnya,” tambah Jamhari.

Jamhari menjelaskan pula, los di Pujale diperuntukkan hanya untuk eks pedagang di Lembah Bawah dan Lembah Atas. Untuk tiga bulan pertama los masih gratis. Setelah lewat tiga bulan, pedagang hanya akan diwajibkan membayar sewa los Rp 5.000,00/ hari apabila omset hariannya sudah mencapai diatas Rp 600.000,00.

Sosialisasi mengenai pemindahan sudah dilakukan sejak setahun lalu. Berdasarkan sosialisasi tersebut, UGM menjanjikan adanya fasilitas berupa gerobak gratis yang akan diterima setiap pedagang. Warna dan jenis gerobak tersebut diseragamkan bagi tiap-tiap PUK. Selain itu, direncanakan pula ada pelatihan-pelatihan untuk pedagang. “Nantinya juga ada tes lab untuk mengecek apakah makanan sehat atau tidak,” lanjut Jamhari.

Sayangnya, hingga seminggu setelah dipindah, belum semua fasilitas yang dijanjikan diterima oleh pedagang. Bu Saijo, salah seorang pedagang, hingga sekarang masih belum mendapatkan gerobak. “Sampai sekarang belum dapat gerobak, mas. Ini saja saya kepaksa bikin sendiri biar bisa tetep jualan,” keluhnya. Ia menambahkan, UGM kurang serius mempromosikan Pujale kepada masyarakat. Hal ini berdampak pada menurunnya omset. Di tempat berjualan semula ia mampu mengantongi sekitar  Rp 1,5 juta/ hari. Sedangkan di Pujale, sehari ia hanya mampu mengais uang antara Rp 300-600 ribu/ hari.

Penurunan omset dialami juga oleh Riono, pedagang es tebu. Ia menuturkan sejak pindah ke Pujale maksimal ia hanya mendapat Rp 50 ribu. Bahkan terkadang pula ia harus rela pulang dengan tangan kosong. “Ya kadang impas antara dapat uang dan kulak tebunya,” ujarnya. Keluhan senada disampaikan oleh Yadi. Ia yang berjualan rokok dan minuman berujar, jumlah pembelinya menurun sejak ia pindah ke Pujale. “Orang malas kalau ke Pujale cuma beli rokok atau minum,” ujarnya.

Selain itu, fasilitas di Pujale tampak belum lengkap. Tenda, meja, dan kursi untuk pembeli masih bersifat non-permanen. Los yang disediakan untuk para pedagang pun hanya 1,5 meter/ pedagang. Jauh lebih sedikit daripada los di Foodcourt UGM yang seluas 2 meter/ pedagang. Keran cuci piring juga hanya ada satu untuk enam los. Sebagai perbandingan, di Foodcourt UGM tersedia satu keran cuci piring untuk dua pedagang. Selain itu, papan nama permanen yang menunjukkan adanya Pujale juga belum ada. Sampai kini, hanya ada spanduk berukuran sedang yang menjadi tanda keberadaan Pujale. Hal ini membuat banyak orang belum mengetahui tentang Pujale meski letaknya strategis. “Saya harus membuat sendiri spanduk biar pelanggan tahu saya pindah kesini,” ucap Bu Saijo seraya menunjukkan dua spanduk yang dipasangnya.

Menanggapi keluhan pedagang, Jamhari selaku Ketua Kokelgam mengatakan semua fasilitas yang dijanjikan akan dipenuhi secara bertahap. Ditambah lagi, tiga bulan pertama memang dimaksudkan sebagai evaluasi. Diharapkan pada bulan Maret, semua masalah terkait fasilitas dan promosi sudah beres.

Upaya UGM untuk mengajak pedagang bersabar tampaknya tidak sepenuhnya tepat. Menurut Bu Saijo, belum semua pedagang dapat kembali berdagang karena ketiadaan gerobak. Padahal, gerobak adalah sarana terpenting bagi pedagang. “Teman-teman saya ya banyak yang nganggur karena belum ada gerobak,” pungkasnya. [M. Ageng Yudhapratama, Khairul Arifin, M. Reksa Pasha]

 

balairungBPPM Balairungpers mahasiswapersmaPKLPujaleugm
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Bebani Mahasiswa dengan Biaya Mahal, UGM Bersembunyi di...

Dosen Tersikat Tanpa Serikat

Konsisten Melawan Represi, Warga Wadas Dirikan Tugu Perlawanan

Setahun Relokasi, Pemerintah Yogyakarta Masih Mengabaikan Nasib PKL...

Buntut Polemik Uang Pangkal, Mahasiswa UGM Gaungkan Tagar...

Pintu Ajaib “Pemecah Masalah Mahasiswa” Itu Bernama Crisis...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Polisi Terduga Pelaku Penyiksaan Terdakwa Kasus Salah Tangkap Klitih Gedongkuning Jalani Sidang Etik

    Maret 31, 2023
  • Rancangan Belum Matang, Rektorat Klaim Sistem UKT Baru Lebih Adil

    Maret 27, 2023
  • Sekat Gender dalam Perburuhan Sawit di Kalimantan

    Maret 22, 2023
  • Cita-Cita Karima

    Maret 19, 2023
  • SSPU Tetap Jalan, Aksi Tolak Uang Pangkal Hasilkan Pelibatan Mahasiswa dalam Kebijakan dan Penerapan

    Maret 16, 2023

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Spesies Invasif

Polisi Virtual

Fasilitas Mahasiswa Penyandang Disabilitas di UGM Belum Maksimal

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • MASTHEAD
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM