Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua...
Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam...
Kota Batik yang Tenggelam
Titah AW: Jurnalisme Bisa Jadi Kanal Pengetahuan Lokal
Membumikan Ilmu Bumi
Kuasa Kolonial Atas Pangan Lokal
Anis Farikhatin: Guru Kesehatan Reproduksi Butuh Dukungan, Bukan...
Tangan Tak Terlihat di Balik Gerakan Rakyat
Tantangan Konservasi dan Pelestarian Lingkungan dalam Diskusi Ekspedisi...
LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILAS

RElevansi Pemikiran Soekarno di Abad XXI

Juni 11, 2011

 

Reformasi yang berjalan selama 13 tahun, ternyata belum mampu memberikan penyelesaian bagi segala permasalahan yang dialami bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan cara-cara lain untuk membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Pemikiran Soekarno dapat dijadikan solusi dalam mengatasi persoalan bangsa tersebut.

Wacana itu mengemuka dalam seminar dan diskusi bertajuk “Soekarnoisme di  abad XXI” di Ruang Seminar  Timur Fisipol, Jumat (10/6). Seminar ini menghadirkan Prof. dr. Soetaryo dan pembicara utama Dr. Max Lane, seorang Indonesianis asal Australia. Seminar ini diselenggarakan oleh LPPM Sintesa Fisipol bekerja sama dengan Pusat studi Pancasila UGM, Parikesit Institut, dan Perpustakaan Literati.

Menurut Dr. Lane, banyaknya permasalahan yang dialami Indonesia sekarang adalah warisan dari zaman Orde Baru pimpinan Soeharto. “Kegagalan pemerintahan di masa reformasi sekarang ini adalah kegagalan melakukan reformasi keadaan yang ditinggalkan oleh rezim Orde Baru,” ungkapnya. Oleh karena itu, bila Soeharto dianggap bertanggung jawab atas permasalahan bangsa ini, bisa jadi orang yang bertolak belakang pemikiran dengan Soeharto, yakni Soekarno, memiliki jawaban untuk mengatasi segala masalah yang dialami Indonesia. Maka,  kembali kepada pemikiran Soekarno sangat relevan dengan kondisi Indonesia di abad XXI.

Dalam hal ini, Prof. dr. Soetaryo memiliki pandangan yang sejalan dengan Dr. Lane. Menurutnya, ajaran Soekarno relevan di abad XXI ini karena: pertama, NKRI adalah negara besar, dan kedua, Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada “VOC wajah baru”, yakni neoliberalisme dan fundamentalisme pasar. Ajaran Soekarno pun ia pahami bukan hanya sebagai ajaran yang tanpa dasar, melainkan merupakan ajaran yang ilmiah karena memiliki dimensi  ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

Dr. Lane juga menyoroti kurangnya perhatian bangsa pada sejarah sehingga saat ini bangsa Indonesia kehilangan nuansa sejarah dan ideologi. Menurutnya, sistem demokrasi Indonesia sekarang adalah demokrasi minus. Hak-hak formal ada, tetapi masih ada kontrol dalam berpikir, beragama, dan berideologi. “Kalau mau maju, buang demokrasi liberal. Kombinasikan hak-hak dasar yang sudah ada dengan demokrasi yang dibangun melalui perjuangan di masa revolusi,” imbuhnya. Di samping itu, bangsa Indonesia harus mau menjiwai kembali internasionalisme yang selalu diagungkan Soekarno agar Indonesia mampu “berbicara” banyak di pentas dunia.

Prof. dr. Soetaryo juga menyayangkan kurangnya kesadaran nasional dan pemahaman akan nilai-nilai Pancasila. Ini karena kurangnya pendidikan nilai-nilai Pancasila, baik dalam pendidikan formal maupun nonformal. “Sejarah berulang, sekarang pendidikan di Indonesia menjadi pendidikan kuli. Kalau dulu menjadi kuli bangsa Barat, sekarang (menjadi–red) kuli pasar,” ungkapnya.

Kepada para pemuda Indonesia, Dr. Lane berpesan agar mereka mau banyak membaca dan memahami pemikiran Soekarno. Namun, itu juga harus disertai dengan sikap yang kritis agar pemuda dapat mengambil kebaikan pemikiran Soekarno dan membuang yang buruk.  Dengan itu, diharapkan pengawalan national dan character building Indonesia dapat dilanjutkan.[Nicko Rizqi Azhari/Deni Cahyono]

0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua...

Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam...

Tantangan Konservasi dan Pelestarian Lingkungan dalam Diskusi Ekspedisi...

LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di...

Diskusi dan Perilisan Zine Maba Sangaji Basuara, Tilik...

Diskusi Buku dan Budaya, Soroti Peran Sastra Melawan...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua Bukan Tanah Kosong

    November 24, 2025
  • Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam Sikapi Diskriminasi

    November 24, 2025
  • Kota Batik yang Tenggelam

    November 21, 2025
  • Titah AW: Jurnalisme Bisa Jadi Kanal Pengetahuan Lokal

    November 21, 2025
  • Membumikan Ilmu Bumi

    November 21, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM