Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Upaya Pelestarian Tenun Lurik melalui Generasi Muda

Februari 28, 2018

@Istimewa

Djarum Hall Pertamina Tower Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) dipenuh oleh peserta seminar, Sabtu (24/2). Seminar bertajuk “Lurik Woven Fabric : Its History, Present, and Future” ini digagas oleh Indonesia International Contribution Project Hiroshima University of Economics (IICP HUE). Kegiatan yang menjadi salah satu rangkaian acara IICP HUE ini, merupakan  kerjasama antara FEB UGM dengan Hiroshima University of Economics.

Acara yang bertujuan untuk mengenalkan tenun lurik kepada mahasiswa ini mengundang tiga pembicara yaitu Safira Larasati, Penyelia Lurik Larasati; Afrian Irfani, Manajer Kurnia Lurik dan Yoenanto Sinung Nugroho S. T., M.S.E, Kepala Divisi Industri dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten. Ega, salah satu panitia penyelenggara kegiatan mengemukakan bahwa generasi muda saat ini cenderung memilih hal-hal modern dan malu untuk menggunakan produk tenun lurik. “Oleh sebab itu, seminar diadakan supaya mereka lebih peduli,” tambahnya.

Larasati memaparkan mengenai sejarah awal tenun lurik. Dulunya, tenun lurik hanya dipakai di lingkungan keraton, sehingga motif dan desainnya dibuat oleh kalangan petinggi keraton. Selain itu untuk memperjelas kedudukan, penggunaan tenun lurik antara abdi dalem dan petinggi dibedakan berdasarkan warna dan motif. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, perkembangan lurik hanya berada di kalangan menengah ke bawah. “Batik lebih sering digunakan kalangan keraton, jadi tenun lurik dikembangkan di lingkungan biasa,” tuturnya.

“Selain itu, tenun lurik mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri,” tutur Kyousuke Miyaoka, Project Leader IICP HUE dari pihak Jepang. Meskipun motif tenun lurik sederhana, terdapat makna filosofis yang membuat kain ini tak kalah saing dengan produk lain. Kyousuke juga memaparkan bahwa tenun lurik mempunyai peluang usaha untuk dikembangkan. Selain itu, timnya juga melakukan penjuaIan produk tenun lurik di negara asalnya, Jepang.

Melihat daya tarik tenun lurik sebagaimana dijelaskan oleh Kyousuke, Yoenanto mendorong masyarakat untuk melestarikan kain tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan penghasilan pelaku usaha tenun lurik yang jumlahnya cukup banyak. Ia juga menjelaskan bahwa tenun lurik merupakan bahan adibusana yang sarat akan makna dan budaya. Menurutnya, jika dibandingkan dengan batik, tenun lurik mempuyai ciri khas dalam desain dan motifnya. “Sedikit saja warnanya diubah, sudah mempunyai arti lain,” tambahnya.

Meski memiliki keunikan dan sejarah yang menarik, saat ini minat generasi muda terhadap tenun lurik masih kurang. Rian, Manajer Kurnia Lurik, menambahkan bahwa pengrajin tenun lurik sebagian besar merupakan generasi tua. Sedikitnya jumlah pengrajin generasi muda dikarenakan kebanyakan dari mereka hanya tertarik untuk melihat proses produksinya saja. “Kita dulu pernah mengadakan workshop dengan Universitas Negeri Semarang, dari sepuluh orang, yang nyantol cuma satu, itu pun tak bertahan lama,” paparnya.

Ditemui seusai acara, Nisa mahasiswa FEB UGM, yang menjadi salah satu peserta seminar mengatakan bahwa setelah mengikuti kegiatan ini, ia menjadi tahu jenis tenun lurik. Ia juga menambahkan, dengan adanya berbagai macam variasi, tenun lurik tidak terkesan monoton dan kuno. “Semoga setelah ini tenun lurik lebih dikenal lagi,” tambahnya.

Penulis: Litalia Putri
Editor: Rosalina 

batikseminartenun lurik
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM