Kota-kota di dunia mengalami tantangan yang kurang lebih sama, peningkatan pertumbuhan penduduk yang pesat harus dibarengi dengan perencanaan yang tepat. Apalagi, jika kota menjadi sasaran urbanisasi, seperti Yogyakarta. Tantangan tersebut dapat diatasi dengan konsep penataan kota “ Smart City”. Konsep Smart City merupakan konsep penataan kota dengan peningkatkan peran infrastruktur publik serta pembangunan yang tidak ego sektoral. Pembangunan ego sektoral merupakan pembanguan yang cenderung tidak memperhatikan dampak terhadap lingkungan sekitar. Smart city memiliki beberapa indikator, diantaranya smart culture dan smart transport management”. ungkap Prof Dr. Achmad Djunaedi, guru besar Arsitektur dan Perencanan UGM, dalam diskusi publik ‘Tantangan Smart City untuk Yogyakarta Berbudaya’, Sabtu (2/5).
Penerapan smart culture menurut Adjun, sapaan Prof. Dr. Achmad Djunaedi, dapat dilakukan dengan memperkuat nilai budaya pada infrastruktur perkotaan. Nilai budaya dapat diterapkan seperti bus Trans Jogja yang diberi hiasan motif batik. Hal ini dapat membuat kota mempunyai identitas yang akan menarik wisatawan dan menambah pendapatan daerah.
Lebih lanjut, Adjun menambahkan dalam mewujudkan kota cerdas perlu transportasi yang waktu dan rutenya saling terintegrasi. Hal inilah yang disebut smart transport management. Menurutnya, pemerintah saat ini dirasa kurang maksimal dalam mengurangi kemacetan. Himbauan penggunaan transportasi publik tidak diimbangi dengan peningkatan layanan. Sebagai contoh, masyarakat masih menyambung moda transportasi dari bus ke angkutan untuk menjangkau rumahnya. “Oleh karena itu, jumlah kendaraan pribadi semakin bertambah dari tahun ke tahun” tutur Adjun.
Berbeda dengan Adjun yang menekankan tanggung jawab smart city pada pemerintah. M Aditya Arief Nugroho, Presiden Gamatechno Indonesia, menjelaskan untuk mewujudkan smart city merupakan tanggung jawab semua, tidak harus bergantung pada pemerintah. “Contohnya, komunitas dimana pengendara mobil dapat memberi tumpangan ke orang lain yang memiliki tujuan sama lewat sebuah group twitter, Nebenger’s,”. Komunitas ini mampu mengurangi kemacetan perkotaan, salah satunya yang diterapkan di Jakarta.
Menurut Adjun, berbagai permasalahan terkait pembangunan yang terjadi di Yogyakarta salah satunya dikarenakan karena kota ini belum menerapkan konsep smart city. Seperti pembangunan hotel di Yogyakarta yang menyebabkan keringnya sumur warga. “Pembangunan infrastruktur harus efisien dan membuat masyarakat nyaman, itu kuncinya kota cerdas” tutur Adjun.
Ni Made Dwipanti, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) DIY, menuturkan bahwa implementasi Smart City harus dilakukan bertahap. Hal ini dikarenakan dana yang dibutuhkan besar dan perlu dukungan dari masyarakat. Namun, dukungan tersebut terkadang terkendala pemahaman yang kurang. Untuk itu, kedepannya Bappeda akan mengusulkan pendirian Urban Planning Exhibition. Pendirian ini dimaksudkan untuk mengedukasi serta sebagai sarana aspirasi masyarakat tentang tata ruang, khususnya Smart City. [Ardianto]