
©el.bal
Siapa yang tak kenal Yogyakarta? Kota dengan berbagai julukan ini telah banyak merebut hati siapa pun yang menapakkan kakinya disini. Sapaan akrab ‘Jogja’ seakan sudah melekat di hati masyarakat dan menjadi daya tarik tersendiri. Kota Gudeg, Kota Pelajar, Kota Kesenian, Kota Sepeda, begitulah orang-orang menyebut Yogyakarta. Segala keunikan yang ada di Yogyakarta menjadikannya pantas menyandang predikat sebagai Daerah Istimewa. Maka tak heran jika kini Yogyakarta ramai dikunjungi oleh banyaknya wisatawan lokal maupun mancanegara.
Kota Gudeg, julukan ini lebih spesifik mengarah ke kuliner. Gudeg adalah makanan tradisional khas dari Yogyakarta. Kita akan dengan mudah menemui warung makan yang menyediakan menu gudeg di sepanjang jalan. Makanan manis ini berbahan dasar nangka muda yang dimasak dengan campuran santan. Biasanya disajikan bersama nasi, kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur ayam bacem, tahu bacem, dan sambal goreng krecek. Proses masak yang cukup lama menjadikan makanan ini terasa istimewa seperti halnya Yogyakarta.
Yogyakarta juga merupakan potret keberagaman yang hidup dalam keselarasan. Hal ini dibuktikan dengan adanya para pelajar atau mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia menetap di Yogyakarta. Tak ayal apabila kota Yogyakarta disebut sebagai kota pelajar. Pertemuan antar suku dan budaya ini tak lantas menjadikan Yogyakarta kehilangan jati dirinya. Semua keberagaman itu justru semakin memperkaya tubuh kota ini.
Atmosfer lingkungan Yogyakarta yang ramah dengan segala ciri khasnya, juga menjadikan kota ini sebagai daerah yang nyaman untuk ditinggali. Pernah suatu ketika seorang teman berkata, “Yogyakarta itu paling nyaman sebagai tempat tinggal.” Bagaimana tidak? Setiap hari kita bisa menikmati nuansa seni yang kental di kota ini. Kepenatan yang mengepung akibat aktivitas yang padat, seolah-olah akan hilang dengan menyaksikan atraksi seni pertunjukan yang disuguhkan di berbagai tempat. Hampir setiap hari kita bisa menikmati acara-acara kesenian khas Yogyakarta. Seakan kesenian di Yogyakarta tak pernah mati, tumbuh subur seiring melejitnya kemahsyuran kota ini.
Satu lagi yang menarik dari kota Yogyakarta yang tak bisa dilewatkan, yaitu sepeda. Pada tahun 1950, kota Yogyakarta terkenal sebagai kota sepeda dan menjadi barometer sepeda di Indonesia. Meskipun predikat kota sepeda mulai pudar, namun gairah bersepeda di kota Yogyakarta mulai dibangkitkan lagi dengan deklarasi Yogyakarta Bersepeda pada 1 September 2006 silam. Yogyakarta masih dianggap pantas menyandang predikat sebagai Kota Sepeda. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya banyaknya sepeda yang berlalu-lalang di jalanan, serta komunitas sepeda yang kian menjamur. Mereka menggunakan sepeda untuk bekerja, sekolah, kuliah, dan berwisata.
Di sisi lain, makin padatnya Yogyakarta mulai menimbulkan dampak yang tidak sehat. Pasalnya, besarnya potensi Yogyakarta memicu para investor untuk melakukan pembangunan hotel berbintang dan bangunan-bangunan lainnya yang pada akhirnya mengakibatkan berkurangnya lahan produktif untuk masyarakat asli kota Yogyakarta, baik untuk lahan tinggal maupun lahan pertanian.
Masih dalam permasalahan yang sama, muncul lagi polemik yang tidak bisa dihindarkan akibat makin banyaknya objek mati (gedung) dan objek hidup (manusia) di kota ini yang menimbulkan kemacetan. Tata ruang kota Yogyakarta sudah tak selega dulu. Kini, di setiap ruas jalan akan sering kita jumpai deretan panjang kendaraan-kendaraan bermotor yang menyebabkan lambatnya arus transportasi. Alhasil, macet pun tak terhindarkan. Meski demikian, Yogyakarta tetap istimewa dengan segala romansa hiruk-pikuk yang ada.
Ainalia Khusni Anjani,
Mahasiswa Jurusan Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya UGM 2012