
©M. Rangga Efrizal
Rabu (5/12) mahasiswa Sekolah Vokasi (SV) kembali menggelar aksi demonstrasi di Balairung. Aksi ini merupakan lanjutan dari demonstrasi yang dilakukan mahasiswa SV tepat setahun yang lalu. Saat itu, mahasiswa SV menuntut untuk adanya alih jalur atau ekstensi dari Diploma 3 (D3) ke Strata 1 (S1), juga pembukaan Diploma 4 (D4) untuk semua prodi di Sekolah Vokasi. Pihak Rektorat menjawab dengan Keputusan Rektor (Keprek) nomor 151/P/SK/HT/2012 dan nomor 152/P/SK/HT/2012. Keprek ini berisi tentang pengusulan program studi D4 dapat dilakukan bila prodi tersebut sudah terakreditasi A serta tersedia minimal enam dosen tetap. Namun kenyataannya keprek tersebut tidak memberikan pengaruh kepada mahasiswa. Tahun ini mereka menuntut pihak UGM untuk memoratorium beberapa prodi di SV karena tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar dan tidak mempunyai prospek yang jelas. Tranparansi pengelolaan dana pun tak luput dari perhatian mahasiswa SV yang menggelar aksi tersebut. “Kami merasa dianaktirikan dan hanya dijadikan sapi perah oleh UGM,” ujar M. Ridwan Siregar, mahasiswa SV Prodi Hukum angkatan 2011.
Moratorium yang diinisiasi oleh mahasiswa dilakukan agar SV UGM berbenah diri, dengan harapan akan tercipta prodi dengan prospek yang jelas dan menghasilkan alumni yang dapat diserap pasar. “Selama ini UGM mengabaikan tuntutan mahasiswa ini dengan tetap membuat banyak prodi yang main-main dan menjadikan SV hanya sebagai proyek mencari untung semata,” ungkap Neil Aiwoy, MenteriAdvokasi BEM KM UGM. Jika tidak ada tanggapan yang jelas dari Rektorat, mahasiswa SV yang menggelar aksi di Balairung berencana akan mengadvokasi masalah ini kepihak Dikti dan Gubernur DIY hingga keinginan mereka tercapai.
Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D selaku Wakil Rektor I bidang Akademik dan Kemahasiswaan menyanggah bahwa tidak adayang dipaksakan, semua prodi yang ada di SV telah dipertimbangkan prospeknya, hanya saja mahasiswa ternyata menganggap proses belajar di SV tidak sesuai dengan yang mereka inginkan.“Ini terjadi karena mahasiswa yang masuk ke SV mempunyai pandangan berbeda tentang cara belajar yang vokasional,” kata Iwan. Untuk menjawab tuntutan mahasiswa terkait masalah moratorium beberapa prodi di SV, pihak rektorat akan melakukan workshop dengan mahasiswa dan kajian ilmiah dengan pihak Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk menimbang prospek dan kebutuhan pasar terhadap prodi tersebut.
Senada dengan hal itu, pihak direktur SV juga akan mengakomodasi keinginan mahasiswa untuk memperbaiki kualitas SV, baik dari segi tenaga pendidik, kurikulum dan infrastruktur. Walau begitu, Ir. Hotma Prawoto Sulistiyadi, MT, Direktur SV, berpendapat bahwa SV sebenarnyatidak kekurangan tenaga pendidik. SV mempunyai 20 doktor untuk tiga prodi, yaitu teknik sipil, teknik elektro dan teknik mesin bahkan mempunyai 65 dosen tetap. Direktur vokasi juga menekankan bahwa pengelolaan dana di sekolah vokasi sudah diberdayakan, terlihat dari fasilitas yang cukup memadai di tiap kelasnya. Sedangkan untuk masalah ekstensi dan alih jalur, Hotma berpendapat otoritas SV untuk membuka program D4 atau alih jalur ke S1 sangat terbatas. “Untuk membuka program D4 atau alih jalur ke S1diusulkan sendiri melalui fakultasnya ke pihak Dikti, sehingga SV tidak bisa berbuat apa-apa selama prodi tersebut masih dibawah otoritas fakultasnya,” jelas Hotma.
Di akhir demonstrasi mahasiswa SV memberikan surat kesepakatan yang berisi lima poin. Hal tersebut merupakan harapan mahasiswa agar SV UGM dapat menyediakan tenaga kerja terapan yang memenuhi permintaan pasar dan berprospek baik. “Indonesia seharusnya dapat meniru Jepang yang memiliki pendidikan vokasi lebih baik. Ini dikarenakan mereka dapat memberdayakan lulusan SV sehingga dapat diserap oleh pasar.”, tutur M. Ilham, Plt BEM SekolahVokasi. [Dany Bilkis S. A, Krisnia Rahmadany, Sosiawan Permadi, Desy Widya Astuti]