“Saya berharap kami dilibatkan untuk validasi data bahkan kontraktual terkait relokasi ulang,” ungkap Romi, Ketua Paguyuban Tridharma PKL (pedagang kaki lima) Teras Malioboro 2. Hal tersebut ia ungkapkan sewaktu audiensi antara PKL dengan Pemerintah Kota Yogyakarta di Ruang Rapat DPRD Kota Yogyakarta pada Jumat (08-09). Audiensi ini mempertemukan antara PKL Teras Malioboro 2, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya selaku pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kawasan Jalan Malioboro, dan anggota DPRD Kota Yogyakarta. Romi menerangkan bahwa audiensi ini diadakan sebagai akibat dari tidak adanya titik temu antara PKL Teras Malioboro 2 dengan UPT Kawasan Cagar Budaya terkait keterbukaan data dan proses pendataan dalam hal relokasi ulang.
Para PKL yang tergabung dalam Paguyuban Tridharma menganggap bahwa pendataan PKL oleh pihak UPT terkesan ditutup-tutupi dan diskriminatif. Muhammad Rakha Ramadhan, pendamping hukum PKL Teras Malioboro 2, membenarkan hal tersebut. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa partisipasi para PKL sangat minim dalam proses pembuatan rencana kontraktual relokasi ulang. “Seharusnya pemerintah mengadakan [proses pembuatan-red] kontraktual dan validasi data secara terbuka dengan melibatkan semua teman-teman PKL,” tegas Rakha.
Kehadiran dari banyaknya lapak-lapak siluman turut menjadi aduan dari para PKL. Menurut keterangan Rakha, lapak siluman dipahami sebagai lapak milik pedagang yang sebelumnya tidak berdagang di sepanjang Jalan Malioboro. “Dugaan lapak siluman merupakan temuan dari hasil pengamatan lapangan para PKL setelah terimbas relokasi pada Februari 2022,” terang Rakha.
Dengan menanggapi aduan dan tuntutan yang dilontarkan para PKL, Ekwanto selaku kepala UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya, memilih untuk menyerahkan semua aduan kepada atasannya, Yetti Martanti selaku kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Ekwanto beranggapan bahwa itu bukan haknya dan ia tak bisa melampaui batas kewenangannya. “Apa yang jadi aspirasi silakan dibicarakan semua, nanti akan kami laporkan. Kebijakannya ada pada beliau,” ungkapnya.
Ungkapan Ekwanto tersebut lantas memicu para PKL yang hadir di ruang rapat bersorak muak karena lagi-lagi harus menunggu kejelasan yang tak kunjung datang. Tak puas akan jawaban yang datang dari mulut Ekwanto, salah seorang pengurus paguyuban mengajukan protes. “Kalau jawabannya seperti itu untuk apa? Kita pengen kejelasan!” seru salah seorang pengurus paguyuban.
Fokki Ardiyanto, ketua Panitia Khusus Pengawasan Relokasi PKL Malioboro, menyampaikan bahwa masih terdapat para PKL yang dahulu berjualan di sepanjang Jalan Malioboro dan belum mendapatkan lapak meskipun mereka sudah terdata. Selain itu, ia juga merekomendasikan agar pemerintah melakukan proses-proses hukum terhadap kemunculan lapak-lapak siluman.
Fokki juga menegaskan bahwa rekomendasi tersebut merupakan hasil dari rapat paripurna DPRD Kota Yogyakarta. “Kalau pemerintah tidak melaksanakan rekomendasi tersebut, maka DPRD Kota Yogyakarta meminta agar para PKL dikembalikan lagi ke selasar-selasar Jalan Malioboro,” terangnya diikuti riuh sorak gembira para PKL.
Karena dirasa tak kunjung menemui titik terang, Danang Rudyatmoko, ketua DPRD Kota Yogyakarta, memberikan suatu solusi berupa audiensi lanjutan. Audiensi tersebut akan dilakukan untuk membahas masalah pelibatan pendataan dan validasi data antara PKL Teras Malioboro 2 yang terdiri atas empat paguyuban dan UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya. “Kita ambil solusinya untuk bertemu semua paguyuban dalam arti kalau harus dilaksanakan pendataan validasi secara faktual, itu harus semua paguyuban mengetahui,” terang Danang.
Selepas audiensi, BALAIRUNG mewawancarai Romi untuk meminta tanggapan atas audiensi yang telah berjalan. Ia mengaku bahwa dirinya dan teman-teman PKL Teras Malioboro 2 tak puas akan jawaban yang diberikan oleh kepala UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya. “Kami merasa tidak puas karena pihak UPT tidak memberikan jawaban yang kita inginkan,” pungkas Romi.
Penulis: Reyhan Maulana Adityawan
Penyunting: Cahya Saputra
Fotografer: Cahya Saputra