Selasa (26-04), himne Gadjah Mada berkumandang mengiringi pembukaan “Penjaringan Aspirasi Bakal Calon Rektor UGM 2022-2027”. Ratusan warga akademik UGM dari mahasiswa sampai tenaga pendidik memadati gedung pertemuan Grha Sabha Pramana untuk menyaksikan keenam calon rektor memaparkan program kerja. Adapun, enam bakal calon rektor tersebut ialah Sigit Riyanto dari Fakultas Hukum; Ova Emilia dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan; Ali Agus dari Fakultas Peternakan; Teguh Budipitojo dari Fakultas Kedokteran Hewan; serta Deendarlianto dan Bambang Agus dari Fakultas Teknik.
Selain pemaparan program kerja, aspirasi pemangku kepentingan juga diajukan dan mahasiswa menjadi salah satu di antaranya. Setelah kertas berisi pertanyaan diambil secara acak, mahasiswa mengajukan satu perkara kepada enam Bakal Calon Rektor. Mereka mempertanyakan strategi para calon rektor dalam menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Menurut Pandu Wisesa, Ketua Forum Advokasi UGM 2021, ada tiga poin utama yang mendasari pentingnya pertanyaan penanganan kekerasan seksual diajukan kepada Bakal Calon Rektor. Pertama, hadirnya Permendikbudristek No. 30 tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual (TPPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual No. 2022 yang membuat relevansi Peraturan Rektor No 1 tahun 2020 dipertanyakan. Kedua, maraknya fenomena “gunung es” kekerasan seksual di kampus-kampus se-Indonesia. Ketiga, isu kekerasan seksual merupakan isu yang harus dikawal terus menerus sehingga keberlanjutannya harus selalu dikawal. “Sudah saatnya warga akademik UGM tidak hanya tahu tentang peraturan-peraturan itu, melainkan menjalankan amanahnya,” tegas Pandu.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ova berencana menciptakan kehidupan yang sehat di lingkungan kampus. Ia juga berjanji akan melibatkan berbagai seluruh warga akademik UGM dalam pelaksanaan kebijakan secara bersama-sama. “Sudah ada peraturan dari universitas mengenai kekerasan seksual, kita hanya membutuhkan komunikasi untuk memunculkan program dan aktivitas yang mengembangkan kehidupan sehat di kampus,” papar Ova. Pernyataan Ova ini senada dengan empat Bakal Calon Rektor lainnya.
Berbeda dengan lima Bakal Calon Rekor lainnya, Sigit menekankan bahwa kampus harus bersikap lebih represif terhadap kasus kekerasan seksual. Ia menyebutkan ada tiga cara yang dapat diterapkan dalam menangani kekerasan seksual. Pertama, mahasiswa diberi edukasi terkait kekerasan seksual sejak dini sebagai tindakan pencegahan. Kedua, pihak kampus wajib memberikan sanksi tegas bagi pelaku tanpa terkecuali. Ketiga, UGM akan terus berpihak kepada korban. “Tidak diperlukan lagi langkah menutup-nutupi perkara kekerasan seksual. Kita harus memihak korban dan memberikan pendampingan sampai mereka dapat kembali ke kehidupan normalnya,” tutur Sigit.
Ignatius Loyola, Wakil Direktur Lokal HopeHelps UGM, melontarkan pendapatnya mengenai wacana-wacana yang diajukan sejumlah calon rektor. Bagi Ignatius, sikap penanganan kasus kekerasan seksual sesuai yang dipaparkan Sigit sudah sepatutnya diterapkan. Namun, Ignatius menganggap permasalahannya terletak pada ada atau tidaknya keinginan universitas untuk mewujudkan hal tersebut. “Seharusnya kekerasan seksual memang ditindak secara tegas dan tidak ditutup-tutupi demi menjaga nama baik,” tuturnya.
Namun, Ignatius menganggap penerapannya terletak pada ada atau tidaknya kemauan Rektorat, Fakultas, Departemen dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mewujudkan hal tersebut. “[M]emang seharusnya kekerasan seksual ditindak secara tegas dan tidak ditutup-tutupi demi menjaga nama baik,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ignatius menuntut bakal calon rektor yang kelak terpilih untuk sungguh-sungguh mewujudkan janji yang telah diungkapkan. Ignatius juga menginginkan pihak kampus turut melibatkan mahasiswa dalam pembentukan Satuan Tugas yang menangani kekerasan seksual, sesuai dengan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 TPPKS. “Kami berharap akan ada sikap tegas dari rektorat terhadap segenap lembaga di UGM untuk segera menerapkan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang baik,” ujarnya.
Penulis : Fahrul Muharman dan Sidney Alvionita Saputra
Penyunting : Alfredo Putrawidjoyo
Fotografer : Winda Hapsari