Sejumlah permasalahan atas kehadiran Belajar Dari Rumah (BDR) sebagai ‘solusi’ atas jalannya pendidikan di masa pandemi perlu diperhatikan. Meski BDR digadangkan sebagai sistem paling tepat diterapkan, hal ini tidak serta merta membuat sistem tersebut bebas dari kendala, tak terkecuali di Universitas Gadjah Mada.
Kemunculan pandemi COVID-19 memaksa kegiatan belajar mengajar secara tatap muka dihentikan. Dalam usahanya untuk memutus persebaran virus COVID-19, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Disease pada Satuan Pendidikan pada 9 Maret 2020. Dalam surat tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengimbau seluruh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk bersama melawan virus COVID-19 yang secara resmi telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemi global. Seluruh pihak diharapkan untuk melakukan tindakan preventif guna mencegah penyebaran virus COVID-19 di lingkungan satuan pendidikan.
Dengan mempertimbangkan situasi pandemi terbaru, Kemendikbud menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat COVID-19 pada 24 Maret 2020 yang berisi tentang pelarangan penyelenggaraan segala bentuk ujian secara tatap muka untuk segala jenjang pendidikan. Menyusul kebijakan tersebut, Kemendikbud menerbitkan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah (BDR) Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19 pada 18 Mei 2020. Penerbitan surat ini dilakukan untuk memperkuat surat edaran sebelumnya yang belum menyinggung penyelenggaraan BDR.
Penyelenggaraan BDR sendiri diterapkan sebagai langkah konkret pemerintah dalam memutus rantai persebaran virus COVID-19 di lingkungan satuan pendidikan. Dalam surat ini disebutkan bahwa penyelenggaraan BDR bertujuan untuk memastikan pemenuhan hak peserta didik dalam memperoleh layanan pendidikan selama darurat COVID-19. Selain itu, penyelenggaraan BDR diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Hal ini diharapkan agar mereka mampu memperoleh kecakapan hidup dalam menghadapi pandemi tanpa terbebani capaian kurikulum.
Menanggapi surat edaran terbaru di atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi turut menetapkan penghentian sementara perkuliahan secara tatap muka. Oleh Dirjen Dikti, Perguruan Tinggi diimbau untuk segera membuat kebijakan baru terkait penyelenggaraan BDR. Perguruan Tinggi diharapkan mampu melaksanakan pembelajaran jarak jauh sebagai bentuk BDR secara fleksibel dengan otonomi pengelolaan keuangan yang dimilikinya. Perguruan Tinggi seharusnya mampu memanfaatkan hasil penghematan biaya operasional yang diperoleh selama pandemi dengan mengakomodir kebutuhan mahasiswa dalam menjalankan BDR.
Sebelum Kemendikbud mengeluarkan kebijakan pemberian subsidi kuota sebesar 50 gigabyte kepada mahasiswa dan dosen tiap bulannya, Perguruan Tinggi telah memberikan bantuan biaya komunikasi dalam bentuk subsidi pulsa dan kuota internet bagi mahasiswa dan dosen. Secara nasional, subsidi pulsa dan kuota internet yang diberikan oleh Perguruan Tinggi kepada mahasiswa dan dosen bergantung pada kartu prabayar yang digunakan, sehingga jumlah pulsa dan kuota yang diperoleh pun beragam. Beberapa Perguruan Tinggi juga telah menjalin kerja sama dengan beberapa operator seperti XL, Telkomsel, dan Indosat Ooredoo untuk menyediakan paket data yang akan digunakan mahasiswa. Selain itu, Perguruan Tinggi juga telah menciptakan kebijakan baru mengenai tugas akhir guna mempermudah penyusunan skripsi bagi mahasiswa tingkat lanjut.
Oleh Kemendikbud, peserta didik diharapkan untuk menjadi interaktif sehingga nantinya memperoleh hasil belajar yang lebih efektif dan baik daripada pembelajaran konvensional. Dengan demikian, pengalaman bermakna yang dimaksud oleh Kemendikbud dapat tercapai sebagai hasil dari keefektifan sistem pembelajaran. Bahkan, apabila peserta didik mampu memanfaatkan momentum ini dengan baik, pembelajaran daring sebagai sistem belajar dari rumah akan menjadi awal yang baik untuk mereka agar dapat menjadi pembelajar mandiri di masa mendatang.
Sistem daring sebagai metode pembelajaran dari rumah merupakan lompatan besar dalam sistem pendidikan di Indonesia. Selama ini kegiatan belajar mengajar seperti pemaparan materi, diskusi, bimbingan, dan tanya-jawab dilakukan melalui metode konvensional atau tatap muka. Namun, dengan merebaknya virus COVID-19 hingga kini, pembelajaran melalui metode konvensional terpaksa ditinggalkan dan diganti dengan sistem daring. Sehingga, peristiwa ini seolah-olah menjadi era baru dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Hal serupa juga disampaikan oleh Guru besar University of Applied Science and Arts, Hannover, Germany and Senior Experten Services (SES) Germany, Prof. Dr. Gerhad Fortwengel, yang menyatakan bahwa pandemi COVID-19 ini adalah katalis hebat yang mampu mendorong lebih banyak pemanfaatan teknologi informasi di dunia pendidikan. Namun, pada praktiknya proses belajar dari rumah terganjal permasalahan yang berkaitan dengan infrastruktur. Idealnya, pemerintah sebagai pelaksana pendidikan perlu memastikan adanya layanan dan fasilitas yang memadai dan merata.
Selain itu, sivitas akademika belum terbiasa menggunakan sistem pembelajaran yang bersifat campuran dan sepenuhnya daring. Di sisi lain, mayoritas dosen tidak siap karena silabusnya hanya disusun untuk perkuliahan dan kegiatan praktikum tatap muka. Bahkan, banyak dosen yang telah lanjut usia tidak tersosialisasi dengan baik dalam pemakaian platform digital. Sehingga, diperlukan pendampingan guna meningkatkan kompetensi mereka, khususnya dalam hal belajar mengajar dalam pelaksanaan transformasi digital agar mampu menggunakan peralatan teknologi komunikasi.
Menapaki era baru dalam pendidikan, UGM mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1683/UN1.P/HKL/TR/2020 tentang Pembatasan Maksimal Kegiatan di Kampus Universitas Gadjah Mada pada 20 Maret 2020. Dengan mempertimbangkan situasi Yogyakarta mengenai virus COVID-19, maka aktivitas di kampus dibatasi secara maksimal mulai tanggal 23 Maret 2020. Sebagai implikasi dari salah satu peraturan yang tertulis dalam surat tersebut, UGM menerapkan dua sistem pembelajaran daring. Pertama, yaitu sinkronus dengan mengadakan pertemuan tatap muka melalui Zoom, Google Meet, Cisco Webex, dan lainnya. Kedua, yaitu asinkronus dengan melakukan pembelajaran mandiri oleh mahasiswa melalui eLok, Elisa, dan Simaster dengan memperhatikan etiket pembelajaran daring.
Melalui sistem ini, sebenarnya tetap akan menyulitkan mahasiswa tingkat lanjut yang memerlukan kegiatan praktikum untuk menunjang penelitiannya di laboratorium. Untuk itu, UGM melonggarkan pembatasan kampus pada 15 Juli 2020 untuk kegiatan penelitian. Tiap departemen telah mengondisikan dan menyusun jadwal penelitian dan praktikum sesuai panduan universitas. Melalui sosialisasi daring, pengurus laboratorium dan mahasiswa akan memperoleh informasi mengenai persiapan apa saja yang harus dijalani sebelum melakukan penelitian. Mereka diharuskan mengajukan izin dan mengurus surat keterangan bebas COVID-19 bagi mahasiswa yang berasal dari luar DIY. Tak lupa, setelah memperoleh izin, mereka juga harus mengikuti prosedur protokol kesehatan selama melakukan penelitian.
Dengan demikian, mahasiswa tingkat lanjut yang berkepentingan dalam penelitian diizinkan untuk memasuki kampus. Guna menunjang kesehatan sivitas akademika yang terlibat, tiap laboratorium UGM juga telah menyediakan hand sanitizer, APD seperti sarung tangan, face shield, dan masker. Sementara itu, pihak laboratorium juga telah menyepakati jumlah maksimal mahasiswa sesuai dengan kapasitas laboratorium dalam sehari sehingga protokol pembatasan fisik dapat dilakukan. Laboratorium Biokimia di Fakultas Biologi misalnya, dalam sehari hanya memperbolehkan empat mahasiswa saja. Selain itu, disinfeksi pada alat-alat laboratorium juga rutin dilakukan. Bahkan, sebelum memasuki laboratorium, mahasiswa juga harus melakukan pengecekan suhu badan.
Beberapa departemen juga menerapkan praktikum secara daring. Dosen memberikan sejumlah tautan yang berisi video untuk dilihat oleh mahasiswanya. Video tersebut meliputi video pelaksanaan praktikum dari awal hingga akhir proses praktikum serta panduan untuk melaksanakannya. Mahasiswa dapat mengakses video dan dilanjutkan dengan membuat laporan hasil praktikum tersebut. Hasil laporan praktikum dikumpulkan melalui aplikasi eLok, Elisa, atau surel dosen mata kuliah terkait.
Praktik lapangan sementara waktu akan ditiadakan/disesuaikan atau dilaksanakan secara virtual. Jika terpaksa dilaksanakan, mahasiswa diimbau untuk membawa surat sehat dan surat tugas, serta menerapkan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh wilayah penelitian. Jumlah massa dalam penelitian pun dibatasi, yaitu tidak boleh lebih dari 10 orang. Meskipun demikian, bimbingan tugas akhir, administrasi, dan interaksi lainnya tetap dilakukan secara daring.
Proses pembelajaran pada masa pandemi melewati dinamika yang memunculkan berbagai implikasi. Aktivitas BDR memberikan ruang kemudahan bagi mahasiswa, antara lain adalah pengalaman baru, efisien dari segi waktu dan biaya, serta lebih berani dalam melakukan diskusi dan mengajukan pertanyaan. Mahasiswa tidak perlu melakukan persiapan untuk menuju ke kampus, materi telah terdokumentasi, dan dapat dipelajari kembali. Manfaat tersebut sejalan dengan SN-Dikti pasal 14 disebutkan beberapa metode pembelajaran, yang intinya adalah berpusat pada mahasiswa, yaitu diskusi kelompok, simulasi, studi kasus, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, atau metode pembelajaran lain, yang dapat secara efektif memfasilitasi pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.
Beberapa mahasiswa juga tidak luput dari berbagai kesulitan yang mengiringi saat melakukan praktikum dan praktik lapangan secara daring. Mahasiswa merasa pada saat melaksanakan pembelajaran konsentrasi menjadi menurun, beban tugas menjadi berlebih, serta dosen yang kurang interaktif dan komunikatif. Praktik lapangan saat pandemi juga dirasa menjadi lebih kompleks karena pengumpulan data melalui wawancara harus melalui telekonferensi dan sosial media lainnya. Sejak kurikulum dalam program merdeka belajar diimplementasikan, baik mahasiswa maupun dosen sebagai pelaksana pendidikan masih merasa kebingungan dengan konsep dan metode di dalamnya. Di luar itu, jaringan internet yang tidak stabil, sering diganti menjadi tugas daring mandiri, dan pergantian jadwal yang mendadak turut menjadi kelemahan yang tidak dapat diabaikan.
Dengan berbagai persoalan dan kendala yang dihadapi oleh mahasiswa dan dosen saat melaksanakan BDR, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran jarak jauh di Indonesia, tak terkecuali di Universitas Gadjah Mada belum dijalankan secara efektif. Ketidakefektifan tersebut semakin tampak terutama saat menjalankan proses praktikum. Dalam esensinya sebagai pusat pengajaran serta pembelajaran bagi sivitas akademika, keberadaan praktikum khususnya di laboratorium penting untuk menerapkan konsep teoretis ke dalam praktik fisik supaya benar-benar dapat dipahami oleh mahasiswa.
Idealnya, ada beberapa pendekatan yang dapat diambil saat beralih ke metode praktikum jarak jauh. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memberikan data kepada mahasiswa untuk dianalisis. Lalu, melakukan simulasi kegiatan laboratorium. Kemudian, meminta mahasiswa untuk menonton video instruktur laboratorium dan menyelesaikan percobaan dengan peralatan yang ada di rumah atau peralatan yang dikirim oleh pihak instruktur. Dan yang terakhir dan menjadi elemen utama dalam praktikum jarak jauh adalah mendiskusikan hasil rangkaian praktikum yang sudah dilaksanakan.
Pembelajaran daring BDR tetap merupakan keputusan yang perlu segera diambil meskipun masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam aplikasinya. Menurut survei kesiapan kuliah daring yang dilakukan oleh Pusat Inovasi dan Kajian Akademik (PIKA), persentase mahasiswa UGM yang memiliki jaringan tidak stabil sebanyak 41.6%, koneksi internet lemah sebanyak 4.4%, dan koneksi internet tidak memungkinkan sebanyak 0.3%. Berdasarkan hal tersebut, maka hasil serta dampak dari belajar dari rumah (BDR) memungkinkan untuk ditelusuri lebih lanjut karena sejauh ini hanya sebagian saja yang cukup layak untuk menerapkan pembelajaran daring sepenuhnya. Pada faktanya, tidak semua mahasiswa memiliki fasilitas yang sama yang mendukung proses pembelajaran daring.
Menanggapi hal tersebut, UGM telah berupaya untuk memaksimalkan performanya dalam melaksanakan BDR. Sejak pandemi COVID-19 berjalan, pihak UGM melakukan sistem pembelajaran daring dengan mengambil keputusan membagi ke dalam tiga kegiatan, berupa kegiatan proses mengajar dengan estimasi waktu 50 menit, penugasan terstruktur 60 menit, dan kegiatan mandiri selama 60 menit. Penugasan dan kegiatan mandiri ini dilakukan agar mahasiswa tidak perlu menghabiskan kuota lebih banyak untuk berada dalam kelas daring.
Mahasiswa tidak perlu terikat ruang dan waktu dalam melakukan praktikum dan praktik lapangan beserta tugasnya karena dosen memberi perpanjangan waktu yang memungkinkan mahasiswanya untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Pembelajaran lantas diharapkan berjalan dengan fleksibel, efisien, dan nyaman. Fleksibel berarti kegiatan mengajar dapat dilakukan tidak terbatas ruang dan waktu. Efisien artinya baik dosen maupun mahasiswa tidak perlu menuju ke tempat mengajar atau pembelajaran. Kenyamanan didapatkan dengan tidak perlu terburu-buru untuk menuju ke tempat mengajar.
Dosen juga memiliki sejumlah ekspektasi yang diharapkan dilakukan oleh mahasiswanya sebelum memasuki kelas daring agar lebih siap serta kondusif saat eksekusinya. Mahasiswa dituntut untuk perlu membaca materi terlebih dahulu, mempersiapkan perangkat yang dibutuhkan dengan baik, menunjukkan perhatian dan keaktifan, dan mengetahui segala etiket kuliah daring. Ekspektasi ini muncul karena sebanyak 58,8% dosen merasa interaksi mahasiswa kurang dan 38,4% mengalami kesulitan dalam melakukan asesmen dan evaluasi. Dosen merasa kebingungan apakah mahasiswanya menangkap pembelajaran yang diberikan karena pasifnya mahasiswa saat berada dalam telekonferensi. Asesmen dan evaluasi juga menjadi sulit karena dosen perlu menyiapkan berbagai metode evaluasi untuk dapat mengoptimalisasi penilaian.
Seluruh pelaku pembelajaran menghadapi tantangan dalam belajar dari rumah (BDR) selama pandemi belum berakhir. Tantangan terbesar datang dari dosen dan mahasiswa sebagai pelaku utama BDR. Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan 90 persen mahasiswa lebih memilih kuliah secara luring atau tatap muka di kelas. Hal itu diketahui berdasarkan survei tentang evaluasi pembelajaran jarak jauh bagi mahasiswa yang digelar Ditjen Dikti Kemendikbud. Akan tetapi, di tengah pandemi COVID-19 yang menghentikan segala aktivitas kuliah untuk sementara waktu, seluruh pelaku pembelajaran harus tetap menelan realitas yang ada. Dalam rangka optimalisasi proses pembelajaran saat pandemi, pemangku kebijakan UGM dapat memperhatikan langkah-langkah yang dapat mengoptimalkan kegiatan BDR, meliputi peningkatan terhadap aspek infrastruktur, aspek persiapan proses kuliah daring, serta aspek sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif, keaktifan dan peran seluruh elemen pembelajaran perlu dapat memanfaatkan teknologi sebaik mungkin sebagai perantara pembelajaran daring.
Referensi
Michael F. J. Fox, A. W. (2020). Teaching labs during a pandemic: Lessons from Spring 2020 and an outlook for the future. Research Gate, 9-13.
Penulis: Diana Mayasari, Rania Salsabila (Magang)
Penyunting: Megantara Massie
Ilustrator: David Regiasmara Putrawan (Magang)