Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan
Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...
Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan
Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...
Proyek Kapitalisasi Kegilaan
Kelakar UGM, KKN Tak Boleh Kelar

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILAS

Seruan Mahasiswa Bersatu Tuntut Pencabutan UU Cipta Kerja

Oktober 8, 2020

©Nadia/Bal

“Ketika RUU Cipta Kerja sudah disahkan, maka sudah tidak ada ruang lagi bagi rakyat Indonesia untuk mencapai kata sejahtera kawan-kawan!” teriak seorang orator aksi di tengah pertigaan UIN Sunan Kalijaga, Jalan Adisutjipto, Sleman, DIY, Rabu (7-10). Sekitar seratus orang masa aksi yang tergabung dalam aliansi Seruan Mahasiswa Bersatu, melancarkan aksi untuk mendorong pemerintah mencabut Undang-Undang Cipta Kerja  (UU Ciptaker). Aksi bertajuk “Mosi Tidak Percaya kepada Rezim Jokowi-Ma’ruf: Cabut Omnibus Law!” ini digelar menyusul keputusan DPR RI yang mengesahkan UU Ciptaker pada Senin (5-10).

“Kami akan mendesak DPR untuk segera mencabut UU Cilaka ini,” tegas Ramtaba, koordinator umum aksi. Ia menjelaskan, aliansi masyarakat yang melakukan aksi di Pertigaan UIN Sunan Kalijaga ini menolak untuk melakukan negosiasi politik dengan pemerintah. Menurut Ramtaba, sejumlah poin di dalam UU Ciptaker memperparah kondisi buruh, misalnya terkait penghapusan cuti haid. Selain itu, menurutnya, UU tersebut juga menggerogoti hak petani dan berpotensi merusak alam Indonesia karena eksploitasi pertambangan. Ramtaba menambahkan bahwa pemerintah telah menipu rakyat dengan memaksakan pengesahan UU Ciptaker di tengah kondisi pandemi COVID-19.

Satu peserta aksi yang merupakan mahasiswi UIN Sunan Kalijaga, Isla, mengaku resah dengan disahkannya UU Ciptaker oleh DPR RI. Menurutnya, UU ini juga akan mempengaruhi masa depan mahasiswa yang nantinya memilih untuk menjadi pekerja. Ia menyatakan akan terus mengawal aksi massa hingga UU ini dibatalkan. 

Senada dengan Isla, Reza, salah satu massa aksi yang merupakan buruh cuci sepatu di daerah Umbulharjo, Kota Yogyakarta, menyatakan penolakannya atas disahkannya UU Ciptaker . Ia merasa poin terkait pencabutan pesangon serta perubahan pengaturan jam kerja akan sangat menindas buruh. “Buruh dan rakyat kecil akan semakin tertindas jika UU ini terus dijalankan,” tuturnya.

“Mereka mau menyuarakan pendapat mereka tidak apa-apa, asalkan tidak rusuh,” ujar salah satu warga Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yuni Tri. Warga yang tinggal di dekat pertigaan UIN Sunan Kalijaga ini khawatir aksi demonstrasi di masa pandemi saat ini justru menimbulkan klaster penularan virus baru. 

Yuni menilai keputusan pemerintah untuk mengesahkan UU Ciptaker di masa pandemi kurang tepat. Menurutnya, lebih baik pemerintah menggencarkan tes massal untuk menangani pandemi COVID-19. Sebagai karyawan swasta, Yuni juga menyoroti poin pada UU Ciptaker yang menyebabkan karyawan akan terus menjadi pekerja kontrak.

Sekitar pukul 18.00 WIB massa aksi membacakan pernyataan sikapnya. Pertama, menuntut pemerintah mencabut UU Ciptaker. Kedua, menolak politik upah murah dan menuntut jaminan kesejahteraan buruh. Ketiga, mendorong pemerintah melaksanakan landreform yang termaktub dalam UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Keempat, menuntut pemerintah mewujudkan pendidikan ilmiah, gratis, dan bervisi kerakyatan. Terakhir, meminta pemerintah menghentikan kriminalisasi terhadap buruh, petani, dan mahasiswa.

Penulis: Nadia Intan Fajarlie
Penyunting: Fahmi Sirma Pelu

Mosi Tidak percayaomnibus lawSeruan Mahasiswa BersatuUU Ciptaker
1
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan

Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

    Mei 4, 2025
  • Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau

    Mei 4, 2025
  • Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender dalam Sejarah Indonesia

    Mei 3, 2025
  • Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

    April 30, 2025
  • SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

    April 28, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM