Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan
Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...
Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan
Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...
Proyek Kapitalisasi Kegilaan
Kelakar UGM, KKN Tak Boleh Kelar

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILASMagang

Menilik Eksistensi Perempuan dalam Andil Ekstremisme

Oktober 24, 2020

©Vito/Bal

Rabu (21-10), forum Science Day Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) mengadakan diskusi daring berjudul “Perempuan dalam Jaringan Ekstremisme Kekerasan.” Diskusi tersebut mengundang Dyah Ayu Kartika selaku analis dari Institute of Policy Analysis of Conflict (IPAC) sebagai narasumber. Jalannya diskusi dipandu oleh Yuni Nurhamida selaku moderator dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Laboratorium Psikologi Politik UI. 

Topik utama yang dibahas pada diskusi ini adalah perubahan posisi perempuan dalam isu ekstremisme kekerasan dan faktor yang menarik perempuan untuk masuk dalam kegiatan ekstremisme. Selain itu, diskusi juga membahas mengenai peran perempuan dalam isu ekstremis dan intervensi dengan pendekatan personal terhadap perempuan yang terlibat dalam aksi ekstremisme kekerasan. Pada awal diskusi, narasumber yang kerap disapa Katy memaparkan data grafik yang menampilkan perkembangan penangkapan perempuan ekstremis dalam periode per lima tahun dari rentang tahun 2000 hingga 2020. Data ini kemudian dibandingkan  dengan data penangkapan ekstremis laki-laki. “Kalau kita lihat perbandingannya, memang terkesan perempuan itu tidak seaktif laki-laki dalam melakukan aksi-aksi terorisme,” jelas Katy.

Katy juga menerangkan bahwasanya terdapat peningkatan signifikan yang membuat kedudukan perempuan dalam isu ekstremisme kekerasan ini patut diperhitungkan. Alasannya ialah karena adanya peningkatan terhadap penangkapan perempuan yang terlibat dalam ekstremisme kekerasan pada 2014 hingga 2016. Katy menambahkan bahwa peningkatan tersebut terjadi karena adanya keterlibatan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) di Suriah. Disahkannya UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme juga membuat penangkapan oknum gerakan ekstremis bisa dilakukan secara lebih persisten.

Berdasarkan grafik yang disajikan, Katy berkata bahwa perempuan sebenarnya sudah terlibat dalam jaringan ekstrem sejak tahun 1980-an, sedari adanya Darul Islam. Lalu, peran perempuan semakin terlihat pada masa kejayaan Jamaah Islamiyah (JI). Beberapa nama seperti Munfiatun dan Putri Munawaroh merupakan perempuan-perempuan Jamaah Islamiyah yang tertangkap karena tergabung dalam jaringan ekstremisme. Mereka ditangkap karena mengikuti suami mereka dalam merencanakan aksi teror. 

Berdasarkan keterangan Munfiatun dan Munawaroh, Katy menarik argumen bahwa perempuan-perempuan ini justru menyukai apa yang mereka lakukan dan mereka ingin berpartisipasi secara sukarela. Namun, lain kisah dengan Deny Carmelita, istri Pepi Fernando, ia mengetahui rencana ekstremisme yang dilakukan suaminya sehingga membuat dirinya ditangkap dan diadili akibat tidak melaporkan perbuatan suaminya.

Berlanjut ke arah pembahasan faktor yang mendorong dan menarik perempuan untuk terjun ke dalam kegiatan ekstremis. Katy menjelaskan berdasarkan perspektif ISIS bahwa hadirnya perempuan dapat memicu keaktifan laki-laki. Katy berargumen bahwa laki-laki akan merasa maskulinitasnya akan tertekan akibat hadirnya perempuan dalam gerakan ekstremisme sehingga mereka akan merasa dikalahkan. “Secara natural perempuan dianggap damai, asumsinya perempuan tidak suka kekerasan dan lebih cenderung menghindari konflik,” tambah Katy.

Di akhir diskusi, Katy lantas memaparkan mengenai pendekatan personal yang perlu dilakukan terhadap perempuan yang terlibat dalam aksi ekstremisme kekerasan guna menyadarkan perempuan yang terlibat dalam kegiatan tersebut untuk tidak kembali terlibat dalam jaringan ekstremisme. “Pendekatan ke perempuan harus lebih personal yang lebih mengandalkan rasa percaya satu sama lain,” tutur Katy. Ekstremis perempuan yang sudah tertangkap dan berada di lembaga pemasyarakatan perlu diberikan pendekatan psikologis  yang lebih intensif, sehingga diharapkan mereka tidak kembali terlibat dalam jaringan ekstremisme kekerasan tersebut setelah bebas dari hukuman nanti.

Penulis: Annisa Shafa Regia, Lisa Rahim, Sofiana Martha Rini (Magang)
Editor: Isabella
Fotografer: Vito Darian Putra Purnama (Magang)

ekstremismeInstitute of Policy Analysis of Conflictperempuan
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan

Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

    Mei 4, 2025
  • Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau

    Mei 4, 2025
  • Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender dalam Sejarah Indonesia

    Mei 3, 2025
  • Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

    April 30, 2025
  • SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

    April 28, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM