Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Perayaan dan Perlawanan Perempuan Mahardika di Panggung Merdeka...
Kampus Kelabu bagi Perempuan
Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran...
Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia
Warga Pesisir Semarang dalam Getir Tata Kelola Air
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Perempuan dalam Belenggu Patriarki

Desember 9, 2019

Dhyta Caturani, aktivis perempuan menyampaikan materi terkait kekerasan terhadap perempuan dalam Workshop Konsolidasi Jaringan Mahasiswa (©Istimewa)

“Setidaknya terdapat 1011 kasus pelecehan seksual di enam belas perguruan tinggi Islam di seluruh Indonesia,” ungkap Masruchah, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Data tersebut didapatkan melalui riset pendek yang dilakukan oleh dosen-dosen dengan difasilitasi Komnas Perempuan. Dengan adanya temuan tersebut, pada Rabu (04-12) Komnas Perempuan melaksanakan kegiatan “Workshop Konsolidasi Jaringan Mahasiswa.” Kegiatan yang bertempat di Hotel Cemara, Menteng, Jakarta itu, diikuti oleh sejumlah perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa dan organisasi ekstra kampus seluruh Indonesia. Diungkapkan oleh Masruchah, kegiatan ini bertujuan untuk membangun dukungan penghapusan kekerasan seksual khususnya terhadap korban.

Asfinawati, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, menuturkan bahwa fakta kekerasan terhadap perempuan tidak dapat dipisahkan dengan budaya patriarki yang masih ada di masyarakat. “Kekerasan dalam rumah tangga itukan karena perempuan dianggap lemah oleh laki-laki,” imbuhnya. Selain itu, muncul juga asumsi bahwa kodrat laki-laki yang harus melindungi perempuan secara tidak langsung memberikan stigma bahwa perempuan lebih lemah.

Menjawab persoalan tersebut, Imam Nahe’i, salah satu Komisioner Komnas Perempuan, menjelaskan mengenai konsep kodrat dan gender. Bahwa pada dasarnya laki-laki dan perempuan berada di posisi yang sama secara kemanusiaan maupun di hadapan Tuhan. “Jadi, definisi kodrat perempuan lemah itu adalah definisi yang diciptakan oleh manusia itu sendiri,” jelasnya.

Mendukung pernyataan Imam, Magdalena Sitorus, Komisioner Komnas Perempuan, menambahkan bahwa kodrat adalah pemberian dari Tuhan. Ia mencontohkan kodrat dapat berupa menstruasi atau hamil pada perempuan. Sehingga kodrat tidak dapat didefinisikan sebagai kelemahan perempuan. “Jadi kalau tempat duduk khusus untuk perempuan hamil, secara kodrati bukan berarti perempuan lemah,” imbuhnya.

Maria mengungkapkan, tidak dapat dipungkiri pemahaman terhadap kesetaraan gender cenderung diimplementasikan pada sesuatu yang menguntungkan. Contohnya ketika perempuan menuntut besaran upah yang sama dengan laki-laki, tetapi masih menginginkan adanya kursi khusus dalam trasportasi umum. Sehingga, dalam pengimplementasian kesetaraan gender, perempuan terkadang masih menerima keuntungan dari budaya patriarki itu sendiri. Menanggapi fenomena itu, Maria menyampaikan bahwa keuntungan tersebut tidak seharusnya diterima oleh perempuan. “Kecuali kita disabilitas atau ibu hamil, itu bukan keuntungan, tetapi kebutuhan khusus,” ungkapnya. Sehingga menurut Maria, jangan sampai perempuan menyalahgunakan keuntungan untuk kepentingan individu itu sendiri.

Selain memahami pengimplementasian kesetaraan gender, menurut Dhyta Caturani, penggagas One Billion Rising Indonesia, penting untuk mendorong sesama perempuan agar berani dan dapat menempati posisi-posisi kepemimpinan. Hal tersebut bertujuan agar suara perempuan dapat diakomodir oleh pemangku kebijakan. Akan tetapi, Dhyta juga mengingatkan agar dorongan tersebut tidak sampai pada pemaksaan. “Kalau tidak, nanti akan terjadi seperti kuota 30% perempuan dalam parlemen,” jelasnya. Dhyta berpendapat bahwa adanya kuota tersebut bagus untuk afirmasi agar perempuan mau menjadi pemimpin. Akan tetapi, tujuan partai politik untuk mendorong dan mendidik perempuan menjadi pemimpin tidak terlaksana. Justru, perempuan akhirnya menjadi alat politik yang tidak mampu berbicara soal kepentingan perempuan di dalam parlemen.

Oleh karena itu, menurut Dhyta perempuan perlu mendobrak budaya patriarki yang secara tidak langsung membuat kepentingan perempuan diabaikan. Padahal, laki-laki dan perempuan sebenarnya memiliki kesempatan yang sama dalam menyampaikan suaranya. “Kalau perempuan menginginkan kesetaraan, maka perempuan harus mau bersuara,” tutupnya.

Penulis: Anis Nurul Ngadzimah
Penyunting: Cintya Faliana

budaya patriarkikesetaraan genderkomnas perempuanpenghapusan kekerasan seksual
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Perayaan dan Perlawanan Perempuan Mahardika di Panggung Merdeka...

Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran...

Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Perayaan dan Perlawanan Perempuan Mahardika di Panggung Merdeka 100%

    Agustus 18, 2025
  • Kampus Kelabu bagi Perempuan

    Agustus 9, 2025
  • Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran Masyarakat

    Juli 21, 2025
  • Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia

    Juli 20, 2025
  • Warga Pesisir Semarang dalam Getir Tata Kelola Air

    Juni 30, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM