Pada Senin (4-2), pihak UGM menggelar konferensi pers terkait penyelesaian kasus dugaan kekerasan seksual oleh HS kepada Agni. Dalam acara tersebut, Panut Mulyono selaku Rektor UGM mengatakan, kasus ini sudah diselesaikan dengan menempuh jalur non-litigasi atau diluar penyelesaian proses hukum. Menurutnya, pihak-pihak terkait dengan kesungguhan hati ikhlas, lapang dada, dan bersepakat memilih penyelesaian secara internal. Panut mengatakan, keputusan ini sudah diambil secara sadar oleh kedua belah pihak. Nota kesepakatan sudah ditandatangani baik oleh pihak HS, Agni, dan universitas. “HS menyesal, mengaku bersalah dan memohon maaf atas perkara yang terjadi pada bulan Juni 2017 lalu,” katanya.
Erwan Agus Purwanto selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM yang menaungi Agni menambahkan, kesepakatan damai ini secara sadar diambil Agni tanpa dikte oleh pihak manapun. Pihak universitas selalu mendukung setiap keputusan yang diambil oleh Agni. Sementara Nizam, Dekan Fakultas Teknik UGM juga sepakat bahwa keputusan ini adalah keputusan terbaik untuk semuanya. “Semoga semuanya khusnul khotimah,” harapnya.
Menanggapi konferensi pers yang diadakan UGM, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) DIY, Irjen Pol Ahmad Dofiri merasa berterima kasih dengan kesepakatan perdamaian yang telah dibuat kedua belah pihak. Kesepakatan ini menjadi penyumbang informasi ke kepolisian bahwa kedua pihak tidak mempermasalahkan peristiwa yang terjadi. Walaupun begitu, kondisi tersebut tidak akan membuat penyidikan terhadap kasus ini berakhir. “Saya akan tetap membuktikan pemerkosaan itu terjadi atau tidak,” tegasnya.
Dalam perkembangannya, kepolisian mengaku telah menemukan indikasi bahwa tidak terjadi tindakan pemerkosaan dan pencabulan. Indikasi ini muncul dari alat bukti yang dikumpulkan. Walaupun begitu, indikasi tersebut belum menjadi keputusan akhir dari proses penyidikan. “Masih ada satu tahap proses gelar perkara untuk membuktikan hal ini,” tegasnya.
Sebagai respons pada konferensi pers UGM di atas, pihak kuasa hukum Agni memilih penyelesaian perkara non-litigasi untuk memulihkan hak-hak Agni sebagai penyintas. Perkembangan kasus yang semakin tidak jelas justru berpotensi menekan psikis Agni. Mulai dari permintaan polisi untuk melakukan visum et repertum, hingga pernyataan Kapolda yang menyatakan tidak ada perkosaan dan pelecehan. “Padahal, hasil dari Tim Investigasi Rektorat UGM menyimpulkan bahwa terjadi pelecehan seksual,” kata Sukiratnasari, salah satu anggota tim kuasa hukum Agni.
Kuasa hukum yang akrab disapa Kiki ini menjelaskan, kesepakatan lewat jalur non-litigasi yang terbentuk diharap bisa menjamin hak-hak Agni sebagai penyintas. Beberapa hasil yang dapat dicapai antara lain adalah permintaan maaf dari HS, kewajiban HS untuk menjalani mandatory counselling hingga penundaan kelulusan HS sampai dinyatakan tuntas menjalani konseling. Untuk Agni, pihak universitas menjamin hak-haknya sebagai penyintas, memberikan dukungan dana setara beasiswa Bidikmisi, biaya hidup serta memastikan adanya mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Namun, Kiki beserta tim kuasa hukum Agni menyatakan keberatan dan menolak penggunaan diksi ‘damai’ yang digunakan oleh Kapolda, Dekan FISIPOL, dan media massa. Suharti, Direktur Rifka Anisa dan salah satu pendamping Agni menegaskan bahwa diksi tersebut menganggap usaha Agni selama satu setengah tahun seolah tidak membuahkan hasil. Padahal, selama rentang waktu tersebut, Agni melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan haknya. Perjuangannya berupa usaha untuk mengubah nilai KKN yang dia dapatkan dari C menjadi A/B dan mengupayakan kasus ini ditangani oleh Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat UGM. “Oleh karena itu, kami sangat keberatan, menolak, dan terganggu dengan penggunaan diksi ‘damai’ karena memicu anggapan Agni menyerah dengan perjuangannya,” tegas Suharti.
Selain itu, pihak Agni juga khawatir dengan semakin besarnya kemungkinan kasus ini diberhentikan proses hukumnya. Hal ini memunculkan tendensi kriminalisasi untuk Agni maupun BPPM Balairung. “Bertambah besarnya kemungkinan SP3 dan tendensi kriminalisasi dirasa semakin jauh dari rasa keadilan Agni,” jelas Kiki.
Oleh karena itu, dengan ditempuhnya jalur non-litigasi ini, tim kuasa hukum Agni mengharapkan semua pihak untuk tidak menyederhanakan seluruh proses dan pencapaian perjuangan Agni dalam diksi damai. “Kami masih membutuhkan dukungan semuanya untuk memastikan, mengawal dan memantau agar setiap poin kesepakatan dapat terlaksana dengan baik,” harap Kiki.