Praktik penggandaan buku merupakan wujud nyata pelanggaran hak cipta di perpustakaan UGM yang tidak disadari mahasiswa.
Universitas sebagai wadah pengembangan diri mahasiswa menyediakan berbagai macam hal untuk mendukung upaya pengembangan ilmu pengetahuan, salah satunya perpustakaan. Di Universitas Gadjah Mada (UGM) terdapat perpustakaan yang berada di tingkat fakultas maupun universitas. Perpustakaan menjadi rujukan mahasiswa untuk mendapatkan buku – buku referensi yang berasal dari berbagai penerbit baik luar maupun dalam negeri.
Sebagai perpustakaan terbesar, Perpustakaan Pusat merupakan tempat mahasiswa dari berbagai fakultas untuk mengakses ilmu pengetahuan. Pada tahun 2015, kunjungan mahasiswa UGM secara fisik ke Perpustakaan Pusat mencapai 192.331 kunjungan selama setahun. Sedangkan, kunjungan mahasiswa secara virtual dalam website perpustakaan pusat UGM (http://lib.ugm.ac.id) menembus angka 1.008.006 kunjungan dalam setahun. Adapun produk pengetahuan yang terdapat di dalam Perpustakaan Pusat, antara lain: buku diktat, e-book, e-journal, laporan penelitian, serta buku – buku khusus yang dipajang di etalase.
Ada dua sumber dana pengadaan buku di Perpustakaan Pusat, yaitu hibah dan dana universitas. Pada tahun 2016, UGM memperoleh hibah sebanyak 2.000 judul buku dari Perpustakaan Nasional. Namun, sebagian besar koleksi di Perpustakaan Pusat berasal dari dana universitas. Dalam satu tahun, Perpustakaan Pusat rata–rata mengalokasikan dana berkisar 50 juta rupiah untuk membeli sekitar 200 buku-buku khusus.
Alokasi dana selanjutnya adalah untuk membeli e-book dan e-journal. UGM menggelontorkan dana sebesar 12 milyar rupiah untuk membeli e-book dan e-journal pada tahun 2016. Berdasarkan informasi dari Perpustakaan Pusat pada tahun 2016, UGM memiliki sekitar 2 milyar e-book dan akan terus bertambah. Sedangkan untuk e-journal, UGM telah berlangganan jurnal di 60 penerbit, seperti: Elsevier, Wiley, Oxford University Press, CABI, Mendeley IE, dan lain-lain.
Alokasi dana untuk e-book dan e-journal yang besar ini merupakan rencana UGM untuk mengurangi ketergantungan terhadap buku fisik dan menghindari kegiatan pelanggaran hak cipta. Dalam pengadaan e-book dan e-journal UGM telah melakukan perjanjian dengan pihak penerbit, sehingga apabila e-book tersebut digandakan bukan sebuah pelanggaran hak cipta.
Sejalan dengan Perpustakaan Pusat, ada Perpustakaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) dan Perpustakaan Sekolah Vokasi (SV) yang juga tidak melanggar hak cipta . Meskipun tidak menyediakan e-book serta e-journal layaknya Perpustakaan Pusat, Perpustakaan FEB mengalokasikan dana sekitar 100 juta rupiah untuk membeli buku – buku asli. Sedangkan Perpustakaan Sekolah Vokasi yang baru dibangun tahun 2015 lalu juga melakukan hal serupa dengan FEB. Jumlah buku koleksi di perpustakaan ini sebanyak 241 judul buku. Perpustakaan SV menganggarkan dana sekitar 200 juta rupiah untuk membeli buku – buku asli.
Di sisi lain masih ada perpustakaan fakultas yang melakukan tindakan pelanggaran hak cipta di lingkungan UGM. Salah satu perpustakaan tersebut adalah Perpustakaan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP). Permintaan mahasiswa terhadap buku, perbedaan harga buku, kurangnya anggaran penyediaan buku, serta sosialisasi undang – undang hak cipta terbaru yang kurang optimum merupakan faktor – faktor yang membuat perpustakaan fakultas masih melakukan penggandaan buku secara ilegal. Dalam satu tahun, alokasi dana perpustakaan FTP untuk membeli buku – buku referensi hanya berkisar 80 juta rupiah padahal harga buku – buku referensi yang dibutuhkan berada di skala 2-4 juta rupiah untuk satu buku. Bahkan ada juga yang harganya mencapai 14 juta rupiah untuk satu set buku.
Permasalahan seputar penggandaan buku secara ilegal ini merupakan hal yang menarik karena dilakukan oleh pihak perpustakaan. Tindakan ini merupakan tindakan pelanggaran hak cipta yang seharusnya tidak terjadi dalam lingkup akademisi. Terbatasnya anggaran yang diberikan universitas membuat fakultas harus mencari akal untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menggandakan buku.
Mahasiswa yang menjadi konsumen buku referensi tidak sadar akan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh perpustakaan. Perpustakaan fakultas selalu dipadati oleh mahasiswa pada siang hari. Kenyataan ini tidak membuat mahasiswa sadar akan adanya pelanggaran hak cipta yang terjadi di lingkungan kampus.
Buku asli dan buku salinan memiliki perbedaan yang jelas. Walaupun begitu mahasiswa tidak menyadari adanya buku salinan di perpustakaan. Bisa jadi karena mahirnya pihak perpustakaan atau tingkat kesadaran dan kepedulian mahasiswa yang rendah.
Berangkat dari keadaan diatas, divisi riset BPPM Balairung UGM melakukan polling. Metode yang digunakan adalah dengan menyebar kuesioner secara daring. Kuesioner ini mendapat 106 responden dari mahasiswa UGM. Â Pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan akademisi UGM terhadap tindak pelanggaran hak cipta di UGM.
Polling tersebut menghasilkan beberapa data yang dapat menunjukan tingkat pengetahuan akademisi terhadap praktik penggandaan buku. Data pertama menunjukkan 77,4% responden menjawab selama satu minggu mereka berkunjung ke perpustakaan fakultas sebanyak 0-4 kali, 14,2% yang lain menjawab 4-8 kali sedangkan 8,5% mengaku berkunjung ke perpustakaan fakultas lebih dari delapan kali.
Rendahnya tingkat kesadaran mahasiswa terhadap praktik pelanggaran hak cipta masih terjadi di lingkungan akademisi UGM. Hal ini dibuktikan dengan 74,5% responden yang mengaku tidak tahu praktik tersebut, sedangkan 25,5% yang lainnya mengaku mengetahui pelanggaran ini.
Dari seluruh responden yang mengisi kuesioner, 32,1% memilih meminjam buku sebagai kegiatan yang paling sering dilakukan saat berkunjung ke perpustakaan fakultas setiap minggunya. Sedangkan, sisanya memilih kegiatan lain, seperti diskusi kelompok dan mengerjakan tugas individu.
Data menunjukkan 29,2% mahasiswa memilih penyebab terjadinya penggandaan buku secara ilegal oleh perpustakaan fakultas adalah karena kurangnya anggaran fakultas untuk membeli buku asli, 23,6% lainnya memilih sulitnya membeli buku asli. 20,8% diantara mereka menjawab kurangnya dana mahasiswa untuk memperoleh buku perkuliahan, 19,8% menjawab kebutuhan buku yang terus meningkat serta sisanya memilih pilihan lain.
Hasil polling tersebut dapat memberikan kesimpulan yang tidak hanya dilihat dari satu sisi saja. Pertama, praktik penggandaan buku yang merujuk ke pelanggaran hak cipta di perpustakaan fakultas nyata adanya. Kedua, mayoritas mahasiswa tidak mengetahui adanya pelanggaran hak cipta yang terjadi di lingkungan kampus. Ketiga, masalah anggaran menjadi faktor adanya praktik penggandaan buku di perpustakaan fakultas.
Di lingkungan akademisi UGM terdapat perpustakaan yang melakukan praktik pelanggaran hak cipta. Praktik pelanggaran hak cipta ini berwujud penggandaan buku secara ilegal. Tindakan ini dipilih sebagai solusi oleh fakultas dalam menghadapi permasalahan penggandaan buku. Anggaran pengadaan buku yang berbanding terbalik dengan permintaan mahasiswa terhadap buku merupakan masalah krusial yang dihadapi perpustakaan fakultas.
[Nur Syafira R., Riska Andriani]