“Di era informasi yang sangat melimpah, kita harus melakukan verifikasi terhadap setiap informasi yang ada,” ucap Ignatius Haryanto, selaku pendiri Lembaga Studi Pers dan Pembangunan pada Minggu (20/11). Pagi itu, lantai dua Kantor Pusat Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (KPFT UGM) dipenuhi mahasiswa dari berbagai universitas seperti UGM, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dan sebagainya. Mereka memadati gedung KPFT UGM untuk mengikuti diskusi ‘Festival Media’ yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM KMFT) UGM. ‘Festival Media’ merupakan rangkaian kegiatan ‘Engineering for Indonesia’ sebagai penutup kinerja kabinet BEM KMFT tahun 2015/2016.
Diskusi tersebut bertemakan ‘Menelisik Jejak Media dalam Beretika’ dan diangkat dengan tujuan untuk mencerdaskan etika bermedia. Melalui tema tersebut, masyarakat diharapkan dapat menelisik berita yang akurat serta yang tidak. Diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber, Haryanto, serta Agus Mulyadi dan Rusdi Mathari selaku redaktur mojok.co.
Menanggapi perkembangan media di era modern, Haryanto mengatakan bahwa informasi dapat dikonsumsi melalui berbagai cara. Ia menambahkan, perkembangan media saat ini telah merubah cara masyarakat mengkonsumsi media. Menurutnya, telah terjadi transisi penggunaan media yang awalnya terpusat pada surat kabar atau majalah, beralih ke media yang berbasis elektronik. Ia menambahkan bahwa generasi yang lebih senior mengkonsumsi berita lewat koran atau lewat televisi dan radio. “Tetapi, saat ini sebagian besar dari anak muda mungkin mengkonsumsinya melalui daring,” lanjut Haryanto.
Seiring dengan perubahan cara masyarakat mengkonsumsi media, Agus mengatakan terdapat perbedaan kualitas informasi antara media daring dan surat kabar. “Media daring saat ini menjunjung tinggi kecepatan dalam merilis sebuah berita, namun mengabaikan akurasi,” jelas Agus. Ia mengatakan, jika terdapat berita dalam situs daring yang memuat informasi yang salah, kesalahan tersebut dapat dengan mudah diedit oleh penulis tanpa adanya permohonan maaf kepada pembaca. Berbeda dengan media daring, menurut Agus, kesalahan tulisan pada koran akan jelas terlihat karena berbentuk fisik dan sulit untuk diedit.
Selain perbedaan kualitas informasi, Rusdi mengatakan bahwa kesalahan yang terdapat pada media daring bukan semata kesalahan jurnalis. Bagi Rusdi, masyarakat juga ikut berkontribusi pada produk jurnalis saat ini. Masyarakat sebagai pengunjung situs berita memiliki andil sebagai pembaca. Menurut Rusdi, semakin banyak jumlah pengunjung akan meningkatkan popularitas situs media tersebut. “Sistem ini menyebabkan tulisan dengan judul bombastis, yang memantik rasa penasaran, akan lebih banyak dikunjungi. Sistem tersebut mempengaruhi orientasi media dalam menciptakan konten,” ucap Rusdi.
Rusdi menambahkan bahwa penyedia informasi sekarang bukan hanya melalui jurnalis. “Masyarakat dari berbagai latar belakang ikut meramaikan arus informasi yang ada sehingga menuntut jurnalis untuk mampu menyalurkan berita yang benar-benar valid,” terang Rusdi. Haryanto menimpali bahwa peran jurnalis kemudian dibutuhkan bukan hanya sebagai penyalur informasi melainkan juga sebagai verifikator informasi yang tersebar di masyarakat.
Dalam menyikapi ketidakakuratan berita, Haryanto berharap masyarakat mampu memastikan kebenaran informasi sebelum menyebarluaskannya guna meminimalisir tersebarnya berita yang tidak benar di masyarakat luas. Ia menerangkan, hal tersebut dapat dilakukan melalui pemeriksaan akurasi berita. “Perlu pengecekan kembali informasi yang sudah dihadirkan, dan periksa keberimbangan beritanya,” jelas Haryanto. [Hasya Nindita, Lukas Rainhard]