Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARNALAR

Bisnis Kekerabatan dalam Prostitusi

Desember 17, 2012
©Christiane Berliana

©Christiane Berliana


Pada tahun 1864 Surabaya sudah tercatat memiliki 228 perempuan yang memiliki profesi sebagai pelacur di bawah pengawasan 18 pemilik rumah bordil. Studi tersebut menunjukkan, bahwa bisnis seks di Surabaya sudah ada mulai jaman penjajahan,termasuk yang melibatkan anak-anak perempuan. (Bull, 1997)

Fenomena perdagangan anak perempuan di Indonesia semakin memprihatinkan. Mereka tidak hanya dipekerjakan di sektor industri, pertanian atau perkebunan.  Namun, anak perempuan juga sering kali dipaksa bahkan terjebak dalam pekerjaan yang tidak manusiawi, seperti dunia pelacuran. Prostitusi dan perdagangan perempuan seolah-olah menjadi ajang bisnis yang strategis dan perlu dijaga keberlangsungannya secara turun temurun. Hal ini sangat ironis mengingat mayoritas masyarakat Indonesia memiliki nilai, norma dan adat istiadat yang kuat.

Banyak hal yang menyebabkan seseorang terjebak dalam dunia pelacuran, di antaranya adalah karena keterpaksaan, motif ekonomi, dan pengaruh dari teman. Keterpaksaan yang dialami oleh korban pelacuran biasanya timbul karena dirinya sudah tidak suci, misalnya telah diperkosa. Para korban menjadi putus asa dan sebagian dari mereka memilih pelacuran sebagai dunia yang harus dijalani. Motif ekonomi dan pengaruh teman juga merupakan salah satu faktor penyebab. Hal ini berkaitan dengan pengaruh gaya hidup hedonis dan pergaulan yang bebas, seperti di lingkungan perkotaan.

Kehidupan  kota memiliki daya tarik atas segala iming-iming kesuksesan yang sudah melekat pada pikiran masyarakat desa, termasuk di kalangan anak-anak. Sebagian dari mereka yang masih dalam usia sekolah mulai memimpikan kehidupan kota yang modern. Hal tersebut menjadi bagian dari sebuah habitat yang lebih terbuka untuk mewujudkan impian dengan datang ke kota. Akibatnya terjadi pergesekan antara nilai-nilai modernitas dan tradisional dalam diri mereka.

Fenomena perdagangan anak yang dijadikan pelacur di Surabaya menjadi fokus studi Yanuar Farida Wismayanti. Ibu dari satu anak ini memusatkan pada keterlibatan kerabat yang seringkali berujung pada eksploitasi seksual. Kondisi ini biasanya memiliki keterkaitan antara kehilangan keperawanan, dunia hiburan, dan pelacuran. Lulusan Pascasarjana Program Studi Antropologi 2010 ini menyoroti berbagai alasan tentang pengkondisian anak-anak yang dijadikan korban pelacuran. Ia juga menjelaskan relasi sosial yang terjadi antara korban dengan keluarga, kerabat, ataupun pelaku sosial lainnya dalam masyarakat di daerah asal. Pada bab awal juga dipaparkan pengaruh gaya hidup konsumerisme dan hedonisme terhadap korban melalui komersialisasi seks.

Penelitian ini bertujuan untuk membangun wacana baru dalam mengembangkan sebuah strategi melawan perdagangan anak yang dijadikan pelacur. Peneliti juga mengedepankan prinsip terbaik untuk para korban yang disampaikan dalam bab akhir. Penyusunan data menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan observasi etnografis. Data-data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara langsung dengan beberapa korban pelacuran. Peneliti memilih Surabaya sebagai objek penelitian karena merupakan kota metropolitan kedua setelah Jakarta. Selain itu, berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh beberapa lembaga, Surabaya terbukti menjadi tujuan dan jalur penting perdagangan anak untuk dijadikan pelacur.

Praktik perdagangan anak yang dijadikan pelacur melibatkan sistem kekerabatan. Temuan di lapangan menunjukkan terdapat beberapa anak dari kerabat bahkan satu keluarga yang dijadikan pelacur. Pernikahan dini, rendahnya pendidikan, termasuk imajinasi kehidupan kota merupakan penyebab mereka untuk terlibat dalam dunia pelacuran. Penjaringan sebagian besar dilakukan oleh teman dekat dan kerabat perempuan.

Peneliti memberikan beberapa solusi bagi penanganan masalah pelacuran dan perdagangan perempuan. Solusi tersebut berupa upaya preventif (pencegahan) yang dapat dilakukan melalui institusi pendidikan, kampanye media massa, dan monitoring perlindungan anak melalui mobilisasi komunitas. Upaya rehabilitatif (pemulihan) diaktualisasikan melalui pemberdayaan hak anak, pelayanan rumah aman, dan layanan dukungan untuk membantu mereka keluar dari lokalisasi. Solusi terakhir merupakan upaya sosial integratif melalui proses antara anak dengan keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Penelitian semacam ini dirasa perlu untuk mengetahui suatu fenomena sosial budaya di sekitar kita dengan lebih mendalam. Namun sayangnya, keterlibatan pemerintah dalam menangani pelacuran dan perdagangan perempuan tidak banyak disinggung. Peneliti cenderung menempatkan kekuatan data yang akurat sebagai pondasi utama. Akan tetapi, pemilihan diksi, peletakan titik dan koma yang terkadang kurang  tepat, serta penggunaan beberapa kalimat yang tidak efektif membuat pembaca cepat lelah. [Moh.Taufiqul Hakim, Amirul Yaqin, Biawnillah]

bisnis prostitusikekerabatanpelacuran anaksurabaya
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Peringatan Hari Perempuan Sedunia 2022 Tuntut Bebaskan Perempuan...

Tuntut Audiensi dan Pencabutan IPL, Aksi untuk Wadas...

Penyintas Kekerasan Tuntut Keadilan Lewat Karya Tulis

Di Balik Kampanye Antitembakau, Industri Farmasi Monopoli Nikotin

Pelarangan Senjata Nuklir Kian Mendesak di Tengah Konflik...

Survei LSI: Masyarakat dan Partai Politik Kompak Menolak...

1 komentar

Nindhita Yusvantika Agustus 3, 2020 - 20:35

Artikel yang menarik dan bermanfaat. Universitas Airlangga, Indonesia menuliskan artikel tentang pelacuran anak. Untuk artikel lebih lengkapnya akan saya bagikan link artikel di bawah ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
http://news.unair.ac.id/2020/08/03/ketidakberdayaan-anak-yang-dilacurkan/

Reply

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM